LAPORAN AKHIR TAHUN 2011 TENTANG METROPOLITAN
Berharap
Masih Ada Asa pada Tahun 2012
Sumber : KOMPAS, 15 Desember
2011
Tujuh bulan lagi Pemilu Kepala Daerah
Provinsi DKI Jakarta digelar. Selama masa itu, kemungkinan besar pejabat di
lingkup Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak berani mengambil keputusan
strategis. Selain takut risiko, semua pihak juga disibukkan urusan pilkada dan
kampanye.
Kondisi kritis ini, jika tidak dicermati
secara apik, bisa berdampak signifikan terhadap mobilitas ataupun aktivitas
Jakarta sebagai ibu kota negara. Padahal, masih banyak persoalan yang
tertinggal pada 2011. Pekerjaan yang belum selesai adalah kemacetan yang kian
menjadi, perbaikan transportasi publik yang belum maksimal, banjir dan
penyediaan ruang terbuka hijau, serta tata ruang yang tak sinkron dengan
infrastruktur lainnya.
Namun, ada juga beberapa catatan positif yang
dilakukan pemerintahan Fauzi Bowo selama tahun 2011, yakni perbaikan di bidang
pendidikan dan kesehatan. Hasilnya, banyak puskesmas tingkat kelurahan
memperoleh ISO 9001:2008. Jumlah puskesmas rawat inap terus bertambah dan semua
puskesmas kelurahan bisa melayani perawatan gigi hanya dengan tarif Rp 5.000.
Sementara pelayanan terhadap keluarga miskin jumlahnya terus naik dari 2,3 juta
warga tahun 2009 menjadi 2,5 juta warga tahun 2010. Tahun 2011 ditargetkan naik
menjadi 2,7 juta warga.
Di bidang pendidikan, DKI Jakarta
mengalokasikan anggaran sebesar 27,05 persen dalam APBD. Dalam hal
kesejahteraan guru, mereka mampu memberikan gaji hingga Rp 6 juta-Rp 8 juta per
bulan.
Buruknya Koordinasi
Namun, ada juga catatan tebal yang harus
diperhatikan Fauzi Bowo akibat buruknya koordinasi dan ketidakprofesionalan
dalam pelaksanaan kerja proyek gorong-gorong di sisi timur Jalan Jenderal
Sudirman, Jakarta Selatan. Proyek yang pengerjaannya dimulai pada pertengahan
Oktober 2011 itu mengakibatkan kemacetan hebat selama berminggu-minggu di
sepanjang Jalan MH Thamrin hingga Jalan Jenderal Sudirman.
Selain memakan banyak korban pengendara
sepeda motor yang terpeleset akibat ceceran tanah dan lubang yang menganga,
proyek itu juga menguras energi warga saat melakukan perjalanan. Belum lagi
bicara kerugian ekonomi akibat menurunnya produktivitas dan pemborosan energi.
Cara kerja seperti ini mencerminkan
koordinasi yang buruk di level pelaksana. Kondisi yang sama sering terjadi
dalam hal gali lubang tutup lubang di sejumlah wilayah Jakarta, entah untuk
pengerjaan serat optik, pipa PDAM, ataupun gorong-gorong. Tidak heran banyak
jalan berlubang, rusak, atau bergelombang di Jakarta.
Padahal, jalan rusak merupakan salah satu
penyebab utama kecelakaan. Simak saja data Operasi Zebra yang berlangsung
selama dua pekan, terjadi 200 kasus kecelakaan. Dari jumlah itu, 152 kasus
kecelakaan akibat faktor jalan, antara lain 75 kasus karena jalan berlubang, 14
kasus jalan rusak, 38 kasus jalan licin, dan 24 kasus jalan berlubang.
Masalah Banjir
Catatan lain yang tidak boleh dilupakan
adalah banjir yang menimpa warga Kampung Pulo, Pondok Labu, Cilandak, Jakarta
Selatan, yang terjadi sejak Maret 2011 hingga kini. Selain meminta perlindungan
kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, warga juga meminta Pemprov DKI
menghilangkan banjir akibat penyempitan di Sungai Krukut yang menciut dari 4-6
meter menjadi 1-3 meter agar rumah warga RT 09, 10, 11, dan 14 Kampung Pulo tak
lagi terendam.
Masalah itu cuma satu contoh kasus. Belum
lagi bicara banjir di wilayah lain akibat 40 persen wilayah Jakarta berada di
bawah permukaan laut. Sementara pada saat sama terjadi curah hujan yang tinggi,
kapasitas sungai terus menciut, ditambah rob yang menghadang laju air ke laut.
Selain itu, alih fungsi lahan, sungai, dan
situ juga terus terjadi dengan cepat untuk kawasan permukiman ataupun area
bisnis. Kondisi ini diperparah oleh besarnya eksploitasi air tanah akibat
ketidakmampuan PDAM memasok air bersih secara merata kepada semua warga.
Dampaknya, penurunan tanah di Jakarta kian cepat sehingga air kian sulit
diserap dan lari ke laut.
Oleh sebab itu, tugas jangka menengah dan
panjang Pemprov DKI adalah konsisten menjaga ekosistem. Tidak bisa semua proyek
masuk-keluar semaunya dalam Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2010-2030,
seperti proyek Waduk Krukut. Proyek yang akan dikerjakan pada tahun 2012 itu
muncul gara-gara banjir di Kampung Pulo.
Transportasi Publik
Pembangunan fasilitas transportasi publik
kondisinya nyaris setali tiga uang. Tetap buruk dan tidak memadai akibat tidak
imbangnya antara jumlah perjalanan orang yang mencapai 22,5 juta trip per hari
dan pengadaan armada transportasi publik. Akibatnya, sekitar 78 persen warga
memilih menggunakan kendaraan pribadi untuk bepergian, sisanya memakai bus
transjakarta berkapasitas angkut 250.000 orang dan kereta komuter 400.000 orang
per hari.
Kemampuan tampung jalan di Jakarta hanya 1
juta unit, sedangkan jumlah kendaraan yang melakukan perjalanan mencapai 3 juta
unit. Belum lagi setiap hari bertambah 1.000 sepeda motor baru dan sekitar 300
mobil baru. Praktis jalan di Jakarta nyaris tidak bergerak dan macet sepanjang
hari.
Sementara itu, kualitas kriminalitas di
Jakarta kian meningkat, tak mengenal waktu, dan tak mengenal strata ekonomi
korban. Kejahatan tersadis menimpa mahasiswi Universitas Bina Nusantara, Livia.
Korban tak hanya dirampok hartanya, tetapi juga diperkosa dan dibunuh. Selain
Livia, masih ada kasus serupa, bahkan pada Rabu (14/12) menimpa seorang
pedagang sayur.
Belum lagi kasus mutilasi yang menimpa ibu
dan anak di wilayah Jakarta Utara hanya karena diminta dinikahi. Kasus lain
yang tak kalah heboh adalah pembunuhan pelajar pemenang olimpiade sains
nasional, Christhoper, oleh penganggur hanya karena tergiur telepon seluler.
Semua itu begitu mudah dilakukan oleh pelaku
hanya karena tergiur hal sepele. Semoga masih ada asa pada tahun 2012 di kota
yang kian sakit dan terasing ini.●
(Banu Astono)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar