Sabtu, 21 Februari 2015

Badrodin Lebih Pantas daripada Budi Gunawan

Badrodin Lebih Pantas daripada Budi Gunawan

Imam Syafi’i  ;  Direktur Pemberitaan Jawa Pos TV (JTV),
Pernah lolos 12 besar seleksi Kompolnas
JAWA POS, 20 Februari 2015

                                                                                                                                     
                                                

KEPUTUSAN Presiden Jokowi membatalkan pelantikan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai Kapolri sangat melegakan. Sebagai gantinya, Jokowi menyerahkan nama Komjen Pol Badrodin Haiti kepada DPR untuk menjalani fit and proper test sebelum dilantik menjadi Kapolri.

Keputusan presiden itu diharapkan bisa segera mengakhiri perseteruan laten antara KPK dan Polri. Sebab, pada saat bersamaan, presiden mengumumkan penonaktifan sementara dua pimpinan KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, yang dijadikan tersangka oleh Polri. Mereka diganti tiga pejabat pelaksana tugas pimpinan KPK, yakni Taufiequrachman Ruki, Indriyanto Seno Adji, dan Johan Budi.

Penunjukan Badrodin sebagai calon tunggal Kapolri pengganti Budi Gunawan dinilai sudah tepat. Badrodin adalah jenderal bintang tiga polisi paling senior di antara calon Kapolri lainnya yang diajukan Kompolnas kepada presiden. Badrodin seangkatan dengan calon Kapolri lainnya, Komjen Pol Dwi Priyatno. Keduanya sama-sama lulusan Akpol 1982. Namun, Badrodin yang lahir pada 24 Juli 1958 lebih tua daripada Dwi yang lahir 12 November 1959. Badrodin juga menyandang gelar Adhimakayasa sebagai lulusan terbaik di angkatannya.

Secara struktural, jabatan Badrodin saat ini juga lebih tinggi daripada Dwi. Badrodin adalah orang nomor dua (Wakapolri), sedangkan Dwi adalah pejabat nomor tiga (Irwasum/inspektur pengawasan umum) Polri. Calon Kapolri lainnya pasca penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK adalah Kabaharkam (Kepala Badan Pertahanan dan Keamanan) Komjen Pol Putut Eko Bayu Seno (lulusan Akpol 1984), Kepala BNN (Badan Nasional Narkotika) Komjen Pol Anang Iskandar (lulusan Akpol 1982), Sekretaris Utama Lemhannas Komjen Pol Suhardi Alius (lulusan Akpol 1985), serta Kabareskrim (Kepala Badan Reserse Kriminal) Komjen Pol Budi Waseso (lulusan Akpol 1984).

Nama Badrodin sempat tidak diunggulkan dalam bursa calon Kapolri karena dua alasan. Pertama, mantan Kapolda Jatim tersebut paling mendekati masa pensiun jika dibandingkan dengan calon Kapolri lainnya. Polisi kelahiran Jember, Jatim, tersebut purnatugas pada Juli tahun depan. Sisa masa jabatan yang pendek itu dinilai tidak efektif bagi Badrodin untuk membenahi institusi Polri jika dipilih menjadi TB-1 (Tribrata Satu). Alasan kedua, Badrodin tidak diperhitungkan menjadi calon kuat Kapolri karena namanya juga sempat disebut-sebut sebagai salah satu pemilik rekening gendut perwira polisi.

Tiga Syarat buat Badrodin

Kini situasinya berubah. Badrodin mendapat blessing in disguise. Presiden Jokowi akhirnya mengumumkan pencalonan dirinya sebagai Kapolri menggantikan Budi Gunawan. Sebagian pihak beranggapan, nama Badrodin dimunculkan sebagai jalan tengah Jokowi untuk mengatasi kisruh cicak versus buaya jilid III. Namun, penulis menilai, sosok Badrodin bisa lebih pantas memimpin Polri ketimbang Budi Gunawan dengan tiga syarat.

Pertama, Badrodin harus benar-benar klir dari tuduhan memiliki rekening gendut. Dia sudah berkali-kali membantah dan menjelaskan kepada media massa, termasuk kepada penulis, mengenai tudingan tersebut. Penjelasan sepihak itu tidak cukup. Harus ada clearance resmi dari KPK dan PPATK. Mekanisme itu lazim dilakukan terhadap calon Kapolri pada masa Presiden SBY.

Syarat kedua, masa pensiun Badrodin yang tinggal 17 bulan harus betul-betul dimanfaatkan untuk melakukan konsolidasi di tubuh Polri. Badrodin harus tegas terhadap anak buahnya yang tidak profesional. Tidak seperti yang terlihat selama ini, –ketika menjadi Plt Kapolri– Badrodin terkesan diam dan membiarkan anak buahnya melakukan balas dendam dan kriminalisasi terhadap pimpinan KPK.

Penulis yakin, Badrodin yang hobi tinju bisa sangat tegas jika sudah resmi dilantik presiden menjadi Kapolri. Sejumlah perwira tinggi polisi bercerita kepada penulis, ’’Selama ini Pak Badrodin tampak loyo karena wewenangnya sebagai Plt Kapolri tidak jelas.’’

Badrodin harus mencontoh ketegasan Bimantoro dalam menghadapi dualisme kepemimpinan di tubuh Polri. Bimantoro yang waktu itu menjadi Kapolri dipecat Presiden Gus Dur dan digantikan Chairuddin Ismail. Banyak jenderal polisi yang merasa muak atas konflik yang terjadi antara Polri dan KPK saat ini. Kapolri baru kelak harus bisa membebaskan korps Bhayangkara dari politik-politikan dan kubu-kubuan yang bisa memecah belah pimpinan kepolisian.

Kabarnya, Badrodin dipilih Jokowi juga karena alasan lebih tegas daripada Komjen Dwi. Selama ini, Dwi dikenal sebagai pejabat polisi yang kalem. Polisi kelahiran Purbalinggga, Jateng, tersebut lebih banyak guyonnya kala memimpin rapat. Karena itu, Dwi dinilai kurang ‘’greng’’ untuk membenahi Polri dalam masa transisi seperti sekarang ini. Jabatan sebagai Wakapolri sekaligus Plt Kapolri bisa menjadi modal besar bagi Badrodin untuk segera membenahi Polri.

Syarat ketiga, Badrodin harus membersihkan anak buahnya yang membuat hubungan Polri dan KPK terus memanas serta tambah runyam. Salah satunya, jika resmi menjadi Kapolri, Badrodin harus memindahkan Komjen Budi Waseso dari posisi strategis sebagai Kabareskrim. Masih banyak jenderal polisi yang lebih pantas menduduki jabatan itu. Misalnya, Kapolda Jatim Irjen Pol Anas Yusuf yang pernah menjadi Wakabareskrim Mabes Polri.

Kini Komjen Badrodin Haiti harus menunggu persetujuan DPR sebelum resmi dilantik menjadi Kapolri. Dia mesti menjalani uji kepatutan dan kelayakan di depan para wakil rakyat. Jika lolos, Badrodin harus bisa membuktikan bahwa dirinya memang lebih pantas dipilih daripada calon Kapolri lainnya.
                                                   
Saat ini, publik rindu dengan sosok polisi yang bersih dan profesional. Publik melihat Polri masih saja main-main dengan kasus yang ditangani. Bahkan, acap kali personel polisi juga dibingungkan oleh sikap para pemimpin mereka yang saling bertentangan. Polisi harus seperti ikan laut. Meski hidupnya di air laut, tetapi tetap tidak terasa asin. Polisi yang tugasnya berdekatan dengan kejahatan jangan sampai ikut-ikutan berperilaku kriminal. Semoga...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar