SMS
yang Terasa Salaman Langsung
Dahlan Iskan ;
Menteri BUMN
|
JAWA
POS, 31 Juli 2014
Pekerjaan terbanyak saya
selama tiga hari Lebaran tahun ini adalah: membalas SMS. Karena banyak tamu,
balasan itu baru bisa saya lakukan di malam hari atau dini hari
menjelang/setelah subuh. Tidak sopan sibuk membalas SMS di tengah-tengah
silaturahmi. Apalagi, SMS itu datangnya seperti air bah. Belum selesai
membalas yang satu, sudah datang puluhan yang baru.
”SMS Minal Aidin” itu
sudah mulai bermunculan sehari sebelum Lebaran. Pengirim pertama adalah Prof
Dr Puruhito, ahli jantung Surabaya yang pernah jadi rektor Unair tahun
’80-an. Setelah itu tidak henti-hentinya SMS mengalir deras hingga hari kedua
Lebaran kemarin. Dari para pemain Persebaya/Mitra, para wartawan/ karyawan
Jawa Pos Group, dari para karyawan BUMD Jatim, karyawan PLN, dari teman-teman
BUMN, para Dahlanis, dari politisi, masyarakat barongsai, dari paguyuban
Tionghoa, dan banyak lagi. Sabang sampai Merauke.
Tentu saya bisa membedakan
mana SMS yang ditulis khusus untuk saya dan mana ”SMS kodian” atau ”SMS
konfeksi”: ditulis sekali untuk semua orang. Ada juga SMS yang isinya untuk
semua orang, tapi dimodifikasi sedikit di awal atau di akhirnya. Tidak
sedikit juga SMS yang isinya, kalimatnya, dan bahasanya sangat indah dan
puitis. Tapi, saya sulit membedakan mana yang asli bikinan sendiri dan mana
yang kopi dari orang lain. Mula-mula saya puji isi SMS indah seperti itu.
Tapi, begitu SMS berikutnya isinya sama, saya sulit yang mana yang seharusnya
saya puji.
Mula-mula saya bermaksud
tidak membalas SMS yang dikirim secara kodian seperti itu. Saya agak ragu
apakah pengirimnya benar-benar mengirimkan SMS itu dengan hati. Tapi,
akhirnya saya putuskan saya balas: dari keluarga, teman kecil, rekan kerja,
termasuk dari teman-teman yang belakangan sering mendemo atau menyerang saya.
Sebagai orang yang tidak
suka dengan ”SMS paketan”, tentu saya tidak melakukan hal yang sama. Senjata
pun makan tuan. Saya harus menjawab satu per satu ribuan SMS itu dengan
tangan saya sendiri. Benar-benar satu per satu. Seperti juga dengan Twitter,
saya tidak mau pakai admin untuk SMS Lebaran ini. Dengan satu per satu
membalas sendiri SMS itu, rasanya saya seperti bisa bersalaman sendiri dengan
orang itu sambil menatap matanya.
Tidak lelah? Tidak. Saya
sudah sangat terbiasa dengan gadget ini. Menulis naskah artikel pun sudah
biasa saya lakukan dengan alat ini. Tidak pernah lagi nulis artikel di
laptop. Hanya, saya tidak bisa membalas SMS itu seketika SMS itu tiba. Begitu
banjirnya SMS di hari pertama Lebaran, hanya sebagian yang bisa saya balas
hari itu juga. Sisanya saya cicil di malam kedua dan ketiga.
Alhamdulillah, hari ketiga
kemarin, jam 14.00, ketika tamu sudah berkurang, saya bisa menuntaskan
membalas semua SMS yang masuk. SMS terakhir datang dari Mendikbud Pak Nuh.
”Saya sengaja mengirim SMS ini di hari ketiga Lebaran untuk menunggu
berkurangnya trafik SMS,” tulis Pak Nuh di akhir SMS Lebarannya. Manajemen yang
baik.
Mengingat semua balasan
itu saya ketik sendiri, tidak ada SMS dari saya yang panjang. Paling begini:
Prof Endin, lahir batin juga ya. Hampura kuring. Itu untuk Prof Endin, tokoh
Sunda. Atau balasan untuk rektor UGM ini: ”Prof Pratik, sugeng riyadi ya.
Nyuwun gunging pangaksami”. Atau untuk tokoh pengusaha Tionghoa ini: ”Xie
xie, Pak Prajogo. Bao zhong”. Atau untuk teman Kristen ini: ”Thanks. Tuhan
memberkati Pak Vincent selalu”. Dan sebangsanya.
Sangat pendek. Memang
banyak yang nadanya sama, tapi semua saya ketik lagi sendiri. Untuk kalimat
pendek seperti itu, mengopi toh lebih lama daripada mengetik yang baru. Dan
itu tadi, saya merasa seperti salaman sendiri dengan tiap orang.
Tentu ada juga yang tidak
bisa saya balas. Jumlahnya lumayan. Yakni SMS yang tidak menyebut nama
pengirimnya. Mungkin mereka mengira saya tahu siapa dia. Mungkin dulu namanya
memang ada dalam daftar di BB saya. Namun, karena nama itu hilang saat
terjadi kerusakan BB, jadinya saya tidak tahu lagi siapa dia.
Yang juga sulit adalah SMS
yang hanya menyebut nama pengirimnya Didik, Dadik, Bambang, Ahmad, Supri, dan
sebagainya. Saya sulit mengira-ngira Didik yang mana ya? Atau Bambang yang
mana ya? Apalagi kalau isi SMS-nya berupa ”SMS konfeksi”. Saya tidak bisa
menangkap getaran bahasa dari Didik yang mana atau Bambang yang mana.
Untuk SMS yang tidak terjawab seperti itu,
saya mengucapkan, ”Minal aidin wal
faizin, mohon maaf lahir batin.” ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar