Presiden,
Pemerintah, dan Menteri
Rahardi Ramelan ; Pengamat Teknologi dan
Masyarakat
|
JAWA
POS, 27 Agustus 2014
SETELAH
ditetapkannya presiden terpilih oleh KPU dan telah adanya keputusan MK,
pembahasan mengenai struktur kabinet dan siapa-siapa yang akan menjadi
menteri semakin ramai. Di tingkat elite politik, kembali terlihat perangai
kekuasaan, bukannya pengabdian atau menjalankan program.
Presiden
di Republik Indonesia, selain sebagai kepala pemerintahan, menjadi kepala
negara. Begitu banyak komponen dan perangkat yang menjadi instrumen bagi
presiden untuk menjalankan tugasnya. Khususnya sebagai kepala pemerintah.
Elite politik lebih tertarik akan perannya hanya dalam pemerintahan,
khususnya kabinet.
Selain
kementerian, berbagai lembaga dan badan juga telah dibangun untuk memperkuat
jalannya pemerintahan. Baik lembaga dan badan yang sudah ada sejak lama
maupun yang baru dibentuk dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir. Dalam pemerintahan
SBY juga lahir berbagai komite nasional seperti KEN dan KIN. Masyarakat tidak
banyak mengetahui secara pasti hubungan dan kaitan antara lembaga, badan, dan
komite tersebut dengan kabinet. Yang sering dirasakan adalah terjadinya
tumpang tindih atau overlapping.
Belum
lama ini pemerintahan SBY juga menciptakan jabatan wakil menteri di beberapa
kementerian. Semula wakil menteri adalah jabatan struktural di kementerian,
kemudian diubah menjadi jabatan politis. Beberapa kementerian punya dua orang
wakil menteri. Keadaan ini memperlihatkan pemerintah yang gemuk dan sering
menimbulkan kelambanan dalam mengambil serta melaksanakan keputusan.
Masih
di sekitar presiden, ada staf khusus presiden yang jangkauannya sangat luas.
Mulai pertanian, teknologi, sampai masalah arkeologi. Presiden juga memiliki
Dewan Pertimbangan Presiden, apa tugas dan hasilnya kita tidak banyak
mengetahui.
Yang
juga perlu menjadi perhatian bagi pemerintah baru adalah hubungan pemerintah
pusat dengan pemerintah daerah. Dengan adanya otonomi daerah, beberapa
urusan, kebijakan, dan pelaksanaan pembangunan sudah menjadi tanggung jawab
daerah. Kerap kali muncul masalah seperti dalam pembangunan jalan raya,
lingkungan hidup, sampah, pengaturan DAS, perkebunan, pertambangan, dan
perdagangan dalam negeri. Seyogianya, dengan adanya urusan yang sudah
diserahkan kepada daerah, peran pemerintah pusat menjadi berkurang. Yang
berarti juga berkurangnya jumlah pegawai dan struktur kementerian yang lebih
ramping. Tetapi kenyataannya, kementerian di pusat justru bertambah besar.
Bukan hanya struktur, melainkan juga besarnya fasilitas kantor.
Dengan
telah dibentuknya tim transisi oleh pasangan presiden-wakil presiden
terpilih, selain perumusan kebijakan utama dan fokus pembangunan, struktur
pemerintah dengan segala komponennya juga harus menjadi perhatian. Bukan
sekadar struktur kabinet dan para menteri. Beberapa lembaga dan badan justru
lebih penting daripada kementerian, tetapi seolah-olah hanya menjadi
pelengkap. Sebut saja dalam bidang olahraga ada KONI dan KOI, dalam
kepemudaan kita memiliki KNPI dan pramuka, apakah masih diperlukan Menpora?
Dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, selain Menristek, ada AIPI
(Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia), LIPI, BPPT, Lapan, dan lembaga iptek
lainnya. Ditambah kegiatan dan kelembagaan iptek di perguruan tinggi dan
badan litbang di kementerian.
Tantangan
yang dihadapi pemerintah yang akan datang sangat besar. APBN 2015 masih
ditentukan pemerintah dan DPR yang sekarang. Tentu hal ini akan sangat
membebani pemerintah baru dalam mengimplementasikan visinya.
Di
samping itu, masih ada keterkaitan antara pemerintah dan DPR, misalnya dalam
penentuan APBN sampai pada program dan proyek. Hal itu menjadikan program
pembangunan banyak dipengaruhi politik. APBN harus dilihat tidak dari output
semata, tetapi juga harus dirumuskan outcome dan dampaknya dalam kehidupan
berbangsa serta bernegara. Sebaiknya keterlibatan DPR dalam APBN tidak
mencampuri urusan program dan proyek, namun meningkatkan fungsi pengawasan. Selamat bekerja! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar