KPK
dan Jokowi-JK
Adnan Pandu Praja ; Komisioner KPK
|
KOMPAS,
26 Agustus 2014
MASIH terngiang dalam ingatan kita ketika Joko
Widodo mengatakan, ”Anggaran KPK akan ditingkatkan 10 kali lipat,” di Gedung
Komisi Pemberantasan Korupsi, 26 Juni lalu, pada saat klarifikasi
kekayaannya. Korupsi di Indonesia memang sungguh
memprihatinkan. Sejak KPK berdiri 10 tahun yang lalu, pengaduan yang masuk
sebanyak 69.773 kasus, tetapi yang ditangani langsung oleh KPK tidak sampai
500 kasus.
Berdasarkan pengamatan, ada kecenderungan
semakin dewasa usia seseorang, semakin permisif terhadap korupsi. Begitu pula
dengan tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang,
semakin permisif terhadap korupsi. Oleh karena itu, Revolusi Mental yang
diusung Jokowi pada masa kampanye lalu menjadi sangat relevan.
Kikis mental korup
Pernyataan Jokowi yang akan meningkatkan
anggaran KPK sepuluh kali lipat dapat ditafsirkan sebagai dukungan Jokowi terhadap
KPK dalam mengikis mental korup. Agar janji tidak sekadar janji, seperti yang
selalu terjadi pada setiap masa kampanye pemilihan presiden dan selalu
tersurat dalam visi-misi para calon akan berjuang paling depan dalam
pemberantasan korupsi, kiranya Jokowi-JK perlu didaulat di hadapan seluruh
rakyat Indonesia ketika para calon presiden dan calon wakil presiden sedang
mengumumkan kekayaannya yang diliput semua stasiun televisi nasional. Maka,
ditandatanganilah 7 Butir Komitmen Pemberantasan Korupsi pada 1 Juli 2014 di
Gedung Komisi Pemilihan Umum.
Padanan kata mental dalam terminologi
pemberantasan korupsi adalah integritas. Pada butir 5 komitmen disebut dengan
jelas: ”Mewujudkan adanya tes integritas dalam proses rekrutmen dan promosi
di kementerian dan lembaga”. Selama ini baru KPK dan segelintir lembaga yang
konsisten menggunakan integritas sebagai faktor dominan dalam seleksi dan
promosi. Unsur penting tes integritas: clean,
clear, dan hebat.
Pertama, clean berarti tak tersandera masa
lalu. Misalnya, perkara korupsi yang belum dipertanggungjawabkan, kewajiban
pajak yang tertunggak, pengaduan masyarakat yang belum terselesaikan,
rekening gendut, dan pelanggaran hak asasi manusia.
Tes integritas tidak dimaksudkan mencari
malaikat, tetapi yang permasalahannya terukur dan masih dapat ditoleransi.
Figur yang bersih diharapkan dapat membersihkan lingkungan yang kotor. Bersih
tidak berkaitan dengan ketokohan seseorang. Beragam kasus yang ditangani KPK
telah membuktikan tokoh yang sangat disegani masyarakat justru menjadi auktor
intelektualis, dalang tindak pidana korupsi. Selama ini KPK selalu diminta
masukan dalam pemilihan Kapolri dan Panglima TNI, tetapi tidak sedikit yang
diabaikan presiden. Sebagai perbandingan, Malaysian
Anti-Corruption Agency (MACA) selalu dilibatkan dalam setiap promosi di
Malaysia.
Kedua, clear, dimaksudkan asal-usul harta
kekayaannya dapat dijelaskan secara gamblang. Apabila ada yang berasal dari
hibah, penjelasannya harus masuk akal. Butir pertama komitmen ”untuk menolak
dan melaporkan segala bentuk gratifikasi” sulit diharapkan jika tidak dapat
menjelaskan asal perolehan hartanya sebelum menjabat. Dalam kaitan ini, peran
keluarga penting diperhatikan. Korupsi berjemaah melibatkan keluarga. Kasus
Hambalang, kasus Al Quran, dan putusan MK menunjukkan keluarga bagian dari
konspirasi.
Segala daya upaya dilakukan untuk memperkaya
diri dan keluarga dengan cara menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta
kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah. Untuk tidak
memberi ruang kepada keluarga agar dapat mengakses dana yang berasal dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (butir 6 komitmen) dan menutup
munculnya faktor nepotisme dan kolusi dalam pelaksanaan keperintahan (butir 7
komitmen), diperlukan pohon keluarga sampai derajat ketiga seperti yang
berlaku di Korea Selatan.
Ketiga, hebat, yaitu orang yang berani jujur
di lingkungan yang korup. Banyak orang jujur tapi tidak berani memperjuangkan
kejujurannya, bahkan tidak bersedia menanggung risiko. Hebat berarti juga
berani menolak intervensi. Rimba raya birokrasi yang sulit dicegah adalah
intervensi di lingkungan eksekutif ataupun oleh legislatif, apalagi oleh
mereka yang merasa punya andil besar seperti partai politik yang
mensponsorinya. Singkat kata, diperlukan orang yang hebat: berani jujur dan
tidak takut kehilangan jabatan.
Partisipasi istri
Para calon pembantu presiden harus berkomitmen
hanya loyal kepada presiden yang harus didukung oleh ketua partainya agar
terhindar dari loyalitas ganda. Banyaknya kasus korupsi di KPK yang
melibatkan partai politik dan terkonsentrasi di Badan Anggaran DPR telah
melatarbelakangi putusan Mahkamah Konstitusi yang membatasi kewenangan Badan
Anggaran DPR. Belum ada mekanisme efektif untuk mengendalikan perilaku
menyimpang oknum pengurus partai politik.
Komitmen integritas para pembantu presiden
tidak sempurna apabila tidak ikut ditandatangani para istri karena sangat
berpotensi mendorong atau mencegah korupsi. Sejak rezim Soeharto, banyak
kisah yang menggambarkan peran istri dalam mengintervensi jabatan suami.
Kasus terakhir tertangkapnya suami-istri penguasa di Kabupaten Karawang, Jawa
Barat, oleh KPK mengindikasikan peran dominan istri dalam menetapkan besar
uang suap.
Puncak dari komitmen presiden mendukung
pemberantasan korupsi adalah terselenggaranya Koordinasi Nasional
Pemberantasan Korupsi antara KPK dan presiden secara berkala agar hasil KNPK
dipatuhi para pembantu presiden. KPK seyogianya bukan subyek pendukung
kebijakan presiden. Banyak hal yang tidak bisa dilakukan presiden, tetapi
sukses dilaksanakan KPK (Kompas,
13/8/2014) .
Revolusi Mental dalam pemberantasan korupsi
harus dengan cara revolusioner, dimulai dengan tes integritas para calon
pembantu presiden dan mengumumkan semua calon pembantu presiden untuk membuka
partisipasi publik seperti yang
telah dilakukan selama ini. Jargon ”Indonesia Hebat” yang diusung
Jokowi-JK pada pilpres lalu hanya akan tercapai apabila para pembantu
presiden memiliki unsur penting integritas: clean, clear, dan hebat. KPK dipastikan secara konsisten akan
mengawal komitmen pemberantasan korupsi kabinet Jokowi-JK. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar