“Bekal”
Jokowi Melaut
M Riza Damanik ; Anggota Delegasi RI untuk Perundingan FAO-VGSSF
|
KOMPAS,
06 Agustus 2014
ORGANISASI Pangan dan Pertanian (FAO), 10 Juni lalu, mengadopsi instrumen
perlindungan nelayan kecil pertama di dunia. Instrumen yang lahir dari usul
nelayan sedunia ini mesti digunakan presiden terpilih Joko Widodo sebagai
jalan melindungi dan menyejahterakan nelayan Indonesia. Instrumen bernama
Voluntary Guidelines for Securing Sustainable Small-scale Fisheries (VGSSF)
berisi 13 pasal yang mengatur pembaruan agraria kelautan, kelayakan
lingkungan kerja nelayan, rantai dagang berkeadilan, peran strategis
perempuan pada hulu-hilir perikanan, perubahan iklim, termasuk dukungan
implementasi dan pemantauan VGSSF di negara masing-masing.
Seperti gayung bersambut, semua itu dibutuhkan Jokowi bergerak
bersama 13,8 juta keluarga nelayan (termasuk petambak, pedagang, dan pengolah
ikan) mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Secara programatis
perhatian 10 tahun pemerintahan SBY terhadap kelautan memang terus meningkat.
Ini ditandai dengan penambahan alokasi APBN Kelautan dan Perikanan rata-rata
hampir 20 persen per tahun. Sayangnya, besar anggaran itu belum diikuti prestasi
menyelesaikan akar kemiskinan dan tantangan nelayan.
Pertama, ketimpangan pemanfaatan sumber daya agraria (baca:
perikanan). Sekitar 90 persen dari 2,8 juta nelayan kecil Indonesia hanya
membawa pulang rata-rata 2 kg ikan per hari. Jika dapat menjual seluruh ikan
ke pasar, mereka berpenghasilan Rp 20.000-Rp 30.000. Bukan karena di laut tak
ada ikan, tetapi lebih disebabkan kapal berbobot besar dibiarkan bebas
menangkap ikan di perairan kepulauan.
Faktanya, 99,5 persen armada ikan Indonesia, termasuk kapal
berbobot 30-100 GT, beroperasi di perairan kurang dari 12 mil laut dari garis
pantai. Hanya 0,5 persen sisanya berani berhadapan dengan kapal ikan asing di
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (12-200 mil laut). Ini diperparah kualitas
lingkungan dan cuaca di laut yang kian buruk.
Kedua, terabaikannya pemenuhan hak dasar keluarga nelayan. Di
Marunda, Jakarta Utara, yang berjarak kurang dari 20 kilometer dari Istana
Presiden, kealpaan pemerintah melindungi keluarga nelayan terlihat kasatmata.
Ketaklayakan fasilitas kesehatan dan pendidikan, kesulitan mendapat air
bersih, hingga permukiman dan lingkungan perairan yang buruk. Terakhir,
meluasnya arus liberalisasi hingga ke perkampungan nelayan.
Pada akhir 2015 Indonesia memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Komoditas perikanan jadi satu dari 12 sektor prioritas pasar tunggal ASEAN.
Dengan buruknya prestasi pemerintah melindungi keluarga nelayan, MEA
berpotensi membanjiri laut Indonesia dengan nelayan asing, kapal bukan
berbendera merah-putih, maupun produk perikanan impor dari Thailand,
Filipina, Vietnam, dan Malaysia.
Membantu Jokowi
Jika dijalankan, VGSSF akan membantu presiden terpilih 2014
mengurangi angka kemiskinan, membuka lapangan kerja baru, dan memperkuat daya
saing bangsa. Instrumen ini menempatkan nelayan kecil sebagai kekuatan dan
solusi mengatasi kelaparan dan kemiskinan di dunia. Pada skala global VGSSF
memberikan kepastian di tingkat internasional kepada Pemerintah Indonesia
mempertahankan bahkan meningkatkan pemberian subsidi bagi nelayan kecil. Ini
jadi relevan di tengah maraknya tuntutan penghapusan subsidi perikanan oleh
negara maju. Manfaat lain ialah memudahkan mobilisasi pembiayaan
internasional dalam implementasi dan pemantauan VGSSF di Indonesia (Pasal 5,
6, 7, dan 13).
Di skala nasional, VGSSF bisa membantu pemerintah ke depan lewat
dua cara. Pertama, mengukur keefektifan kebijakan nasional melindungi nelayan
kecil. Kedua, mempercepat lahirnya kebijakan perlindungan nelayan yang lebih
komprehensif, termasuk memastikan kapal ikan berbobot lebih dari 30 GT tak
beroperasi di perairan kepulauan.
Di tingkat kampung, instrumen VGSSF dapat memperkuat pengakuan
peran strategis nelayan kecil Indonesia, termasuk kearifan tradisionalnya
mengelola sumber daya pesisir dan laut, menjamin akses pendidikan dan
pelatihan guna meningkatkan daya saing nelayan menghadapi pasar bebas ASEAN
dan global, serta memperbesar daya pulih nelayan terhadap perubahan iklim
(Pasal 11 dan 12).
Ini saatnya Indonesia kembali jaya di laut. VGSSF akan membekali
Presiden Jokowi memperkuat kemandirian dan kedaulatan bangsa atas wilayah
pesisir dan kelautan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar