Sabtu, 14 September 2013

Yang Dinanti Guru

Yang Dinanti Guru
Robert Bala  ;   Alumnus Universidad Pontificia de Salamanca Spanyol;
Pendidik pada Sekolah Tunas Indonesia Bintaro
KOMPAS, 13 September 2013


Apa yang paling dibutuhkan guru saat ini? Pertanyaan ini wajar, mengingat sukses tidaknya pendidikan sangat bergantung pada kualitas pendidiknya. Anak yang sudah terlahir dengan rasa ingin tahu akan menikmati suatu pembelajaran sejauh ditopang oleh pendidik yang profesional.
Sekilas, kurikulum dianggap hal utama sehingga aneka pembaruan dilaksanakan. Ada keyakinan perubahan itu akan berimbas pada peningkatan kualitas pendidikan. Nyatanya, perubahan demi perubahan terjadi, tetapi hasilnya belum maksimal.
Peningkatan kesejahteraan guru juga diklaim sebagai kondisi penting dalam menunjang kualitas pendidikan. Sertifikasi yang berimbas pada bertambahnya penghasilan guru merupakan salah satu jawaban. Namun, dalam kenyataan, kinerja yang diharapkan pun belum terlihat.
Mengapa performa yang diharapkan itu tidak juga hadir? Frederich Herzberg (1923-2000), dalam The Motivation to Work (1967), menyibak rahasianya. Baginya, faktor ekstrinsik, seperti gaji, fasilitas, dan kondisi kerja, bisa sangat berpengaruh. Mustahil seseorang bisa berkonsentrasi kalau secara lahiriah belum terpenuhi kebutuhan dasarnya.
Akan tetapi, tidak berarti bahwa dengan terpenuhinya kebutuhan, yang oleh Herzberg disebut juga sebagai faktor higienis, dengan sendirinya mendatangkan kepuasan. Setelah sebuah kebutuhan terpenuhi, akan muncul yang lain. Singkatnya, kepuasan menjadi relatif ketika materi dijadikan takarannya.
Apabila faktor ekstrinsik tidak terpenuhi, akan mendatangkan rasa tidak puas. Aneka protes dan demo yang kerap terjadi lahir dari kenyataan ini. Orang menuntut agar disediakan sejumlah sarana fisik yang dibutuhkan untuk mencapai performa maksimal.
Kepuasan lebih bersumber dari dalam diri dan harapan-harapan yang biasanya tidak bisa diukur dengan materi. Ia lebih dikaitkan dengan: pekerjaan itu sendiri (the work itself), prestasi yang diraih (achievement), peluang untuk maju (advancement), pengakuan orang lain (recognition), dan tanggung jawab (responsibility) adalah hal-hal yang menjadi pendorong dari dalam.
Semakin seseorang sampai ke nilai intrinsik, semakin nyaman ia melaksanakan pembelajaran. Lebih lagi, di sebuah negeri seluas Indonesia. Supervisi seketat apa pun tidak akan berfungsi kalau hanya didasarkan pada target pencapai eksternal. Namun, ketika kedalaman batin guru disapa, hasilnya akan lebih bermakna.
Perlu dorongan
Perubahan dalam orientasi pendidikan mestinya lebih didasarkan pada pertimbangan yang lebih mendalam. Jelasnya, ia tidak dilakukan di atas asumsi atau rekaan atas kebutuhan (fisik atau psikis) yang barangkali dirasa perlu, tetapi berdasarkan pada kebutuhan nyata para pengajarnya.
Kalau hal itu dijadikan takaran, meski apa yang ditawarkan itu baik adanya, tetapi karena tidak menyentuh realitas di lapangan, dianggap sia-sia. Ibarat memancing ikan. Umpan bisa saja dianggap paling baik dalam perspektif si pemancing. Namun, kalau umpan itu bukan kegemaran si ikan, hal itu sia-sia saja.
Karena itu, perubahan, kalau ingin berhasil, perlu didasarkan pada hal-hal esensial yang tepat sasar. Seorang guru, misalnya, akan merasa puas karena pemerintah melalui institusi terkait memberikan rasa nyaman sehingga dalam iklim itu ia bisa secara kreatif mengembangkan metodologi pembelajaran yang lebih sesuai.
Ia pun merasa dihargai karena diberi tugas untuk mendidik siswa pada lingkungan terbatas, tetapi disertai tantangan bahwa anak didiknya bisa dikembangkan pengetahuan dan karakternya, termasuk merancang ujian sesuai pembelajaran yang diberikan.
Pemerintah tentu saja masih diharapkan perannya, tetapi ia tak mengambil alih seluruhnya. Ia melatih guru agar lebih sigap dan tepat dalam merancang evaluasi yang lebih sesuai kebutuhan.
Proses itu apabila berlanjut akan menimbulkan rasa puas kepada semua pemangku kepentingan pendidikan. Betapa bangganya seorang guru menyaksikan bahwa peserta didiknya menjadi ”orang” dengan kualitas hidup dan penghidupan yang lebih baik. Ia rasakan bahwa tugasnya telah selesai karena sukses mengantar seseorang menuju masa depannya.
Refleksi induktif
Apabila cara pandang ini kita terima, proses pembaruan kurikulum, misalnya, tidak bisa dilaksanakan sebagai sebuah kumpulan ide dari para pengamat pendidikan untuk kemudian diterapkan secara deduktif. Sebaliknya, ia adalah hasil refleksi induktif yang berpijak pada kesaksian guru lalu dijabarkan ke lingkup yang lebih luas.
Kalau kita memandangnya dalam perspektif ini, mustahil ide pembaruan itu ditolak. Kurikulum baru akan disambut hangat karena ia adalah pengakuan atas apa yang sudah dimiliki dan kini dijabarkan lebih luas.
Pada sisi lain, kehadiran pemerintah akan sangat dirasakan manfaatnya karena ia hadir untuk memberikan dorongan dan dukungan berupa motivasi yang notabene pasti sangat dinantikan. Guru sadar bahwa keterlibatannya dalam pendidikan terkadang menjadikannya selalu memberi (pengetahuan) sehingga, jika tidak ada pembaruan, akan menjadikan ritme hidupnya monoton.

Di sini Terrell H Bell benar ketika menandaskan bahwa ada tiga hal yang paling penting dalam pendidikan, yakni motivasi, motivasi, dan motivasi. Apabila siswa yang sukses butuh motivasi tanpa henti dari guru, adalah tugas pemerintah untuk menebarkan motivasi itu kepada guru sehingga mereka tidak kehabisan menyalurkannya kepada peserta didiknya. ●  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar