Kamis, 19 September 2013

Tokoh Agama dan Keluarga Sejahtera

Tokoh Agama dan Keluarga Sejahtera
Ahmad Rofiq ;  Ketua Badan Pelaksana Forum Antarumat Beragama Peduli Keluarga Sejahtera dan Kependudukan (Fapsedu) Jateng, Sekretaris Umum MUI Jateng
SUARA MERDEKA, 19 September 2013


MULAI Kamis ini hingga Sabtu lusa Forum Antarumat Beragama Peduli Keluarga Sejahtera dan Kependudukan (Fapsedu) menggelar hajat besar dengan menyelenggarakan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) II Tahun 2013 di Hotel Bumi Wiyata Depok Jawa Barat. Kegiatan yang mengangkat tema “Memantapkan Peran Tokoh Agama dalam Mewujudkan Kualitas dan Kesejahteraan Keluarga Berdasarkan Nilai-Nilai Agama untuk Membangun Masyarakat yang Damai dan Sejahtera” itu, sangat strategis.

Pasalnya hingga saat ini masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pemerintah dalam berpacu dengan waktu untuk mewujudkan seluruh tujuan Millennium Development Goals (MDG’s) pada 2015. MDG’s merupakan kesepakatan internasional para pemimpin dunia yang dideklarasikan pada September 2000.

Delapan sektor yang menjadi dokumen visioner tersebut, meliputi dunia yang sehat, termasuk kesejahteraan keluarga dan kependudukan, penghapusan kemiskinan absolut, pengedepanan pendidikan dasar, pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender, mengurangi angka kematian anak dan balita, serta angka kematian ibu melahirkan, mengatasi penyakit menular seperti HIV dan malaria, pengelolaan lingkungan yang baik, dan menjalin kerja sama internasional. Forum yang terdiri atas para pimpinan umat beragama di Indonesia merasa prihatin atas dampak liberalisasi dan demokratisasi, terutama terkait dengan otonomi daerah.

Kita bisa mengamati banyak pimpinan daerah yang lebih menonjolkan diri sebagai penguasa ketimbang abdi rakyat. Bahkan sebagian dari mereka cenderung abai terhadap persoalan kesejahteraan keluarga dan kependudukan di wilayah kerja masing-masing. Padahal sikap abai ini berdampak serius pada peningkatan angka kelahiran (TFR/total fertility rate).

Selain itu, angka kematian ibu dan anak juga masih cenderung tinggi. Jika menghitung deret waktu pencapaian MDG’s tersebut, berarti kita hanya punya waktu dua tahun. Apakah para pemimpin negara akan mampu dan bersungguh-sungguh untuk mencapai target tersebut? Untuk bisa menjawab pertanyaan itu tentu sangat bergantung kepada siapa pemimpin bangsa ini mendatang. Apalagi 2014 bisa disebut sebagai tahun politik yang apabila tidak ada rencana dan formulasi target secara strategis, besar kemungkinan realisasi MDG’s mengalami kegagalan.

Dalam teori sosial dikenal adagium al-nas ‘ala dini mulukihim yang terjemahan bebasnya adalah manusia (pada umumnya) mengikuti “agama” pemimpin (atau raja) mereka. Pepatah tersebut, kiranya masih cukup relevan diterapkan dalam sektor yang terkait dengan masalah kesejahteraan keluarga dan kependudukan.

Memberi Pencerahan

Bangsa ini membutuhkan tokoh, figur, dan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Capaian itu hanya mungkin diwujudkan apabila setiap keluarga yang merupakan struktur terkecil dalam tata kelola masyarakat di negeri ini, sudah termasuk kategori keluarga sejahtera.

Kesejahteraan tersebut dapat diwujudkan manakala kualitas kesehatan terpenuhi, pendidikannya cukup, dan kebutuhan ekonomi juga lebih dari cukup. Salah satu instrumen penting pencapaian itu semua adalah mengikuti program keluarga berencana (KB) dengan rumus dua anak cukup.

Kalaupun masih ada pihak yang ngotot dengan mengatakan banyak anak banyak rezeki tentu menjadi bagian dari keterbatasan pemahaman teologi mereka karena Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah Swt, sudah mendelegasikan sebagian besar wewenang-Nya kepada manusia untuk mengatur diri masing-masing.

Dalam konteks inilah, para tokoh agama berkewajiban memberi pencerahan dan pemahaman yang tepat kepada umat masing-masing. Hal itu dimaksudkan supaya mereka memiliki kesadaran (awareness) yang cukup bahwa permasalahan kesejahteraan keluarga dan kependudukan bukan hanya menjadi persoalan orang per orang secara individu melainkan juga persoalan nasional, bahkan internasional.

Pemecahan persoalan itu harus dilakukan secara bersama-sama dan melalui upaya yang berkelanjutan. Lebih dari itu, program keluarga berencana (KB) adalah ikhtiar manusia secara kolektif untuk mewujudkan kebahagiaan hidup bersama dan mewujudkan umat beragama yang berkualitas.
Hal ini supaya tidak ada yang keliru menafsirkan dengan anggapan sebagai pembatasan keturunan (tahdid) dan pemandulan (ta’qim). Tuhan tidak akan mengubah keadaan dan kebahagiaan seseorang, kecuali orang tersebut berusaha secara sungguh-sungguh merencanakan kehidupan keluarganya.

Karena itu, forum Rakernas II Fapsedu yang diselenggarakan menjelang tahun politik ini, diharapkan bisa merumuskan rencana strategis, program, dan jadwal konkret, serta langkah-langkah riil untuk memompa, mendorong dan affirmative action para kepala daerah. Tujuannya supaya mereka dapat melangkah secara nyata dan tidak lagi abai terhadap persoalan kependudukan dan keluarga berencana. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar