Rabu, 18 September 2013

Skenario Solusi Suriah

Skenario Solusi Suriah
Ibnu Burdah  ;    Pemerhati masalah Timur Tengah dan Dunia Islam,
Dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
SUARA MERDEKA, 18 September 2013


KEMELUNAKAN sikap pemerintah AS dan Prancis melegakan banyak pihak, setidak-tidaknya untuk sementara. Opsi intervensi militer ke Suriah yang semula akan diwujudkan oleh AS dan sekutunya menebar kekhawatiran akan destruksi dan kekejian perang. Perang itu dikhawatirkan juga meluas, bukan hanya di Suriah melainkan ke seluruh negara-negara Arab bagian Timur, bahkan hingga ke Turki dan Iran.

Kini, harapan ketercapaian solusi damai di Suriah kembali menguat. Upaya Rusia untuk menawarkan kompromi ìcerdikî patut mendapat apresiasi. Rusia menawarkan solusi, persenjataan kimia Suriah diserahkan kepada pengawasan masyarakat internasional sebagai imbalan pembatalan intervensi militer Sekutu ke negara tersebut.

Memang masih ada perbedaan, terutama mengenai apakah senjata pemusnah massal itu akan dihancurkan atau tidak? Namun, ada gelagat proposal itu secara umum disambut positif, baik oleh kubu Assad dan pendukungnya maupun oleh AS dan sebagian sekutunya. Beberapa sekutu AS di kawasan yang sangat menginginkan penjatuhan Assad secara paksa melalui jalur militer, termasuk oposisi Suriah, tampak kecewa dengan perkembangan baru ini.

Harapan kita tentu lebih jauh dari itu. Jika proposal tersebut kemudian disepakati maka kita berharap, hal itu dilanjutkan dengan upaya penyelesaian damai final dan menyeluruh di Suriah. Taruhlah terselenggaranya konferensi damai Genewa II yang beberapa waktu terakhir seolah-olah terkubur oleh berita rencana intervensi militer.

Intervensi Militer

Ada empat skenario yang masih mungkin terjadi berkait penyelesaian krisis. Pertama; intervensi militer negara-negara besar terhadap Suriah untuk memaksakan tumbangnya rezim Assad. Bom ìkimiaî direaksi begitu keras dan sangat serius oleh hampir semua aktor internasional termasuk pemimpin negara-negara Barat seperti AS dan Prancis.

Sebagian pengamat meyakini, bom itu benar-benar bom kimia berskala kecil. Laporan beberapa televisi Timur Tengah menayangkan kengerian korban-korban bom itu. Bom itu sama sekali tak menimbulkan kerusakan, tetapi membuat yang hidup, mati dengan sangat ìmanusiawiî.

Anak-anak, ibu-ibu, orang tua, dan remaja, mati tanpa sedikit pun ada luka tembakan, sayatan, ataupun tumbukan. Bahkan jasad mereka masih terlihat utuh, segar layaknya orang tidur. Faktanya, mereka mati dengan tubuh kaku. Penulis teringat foto orang-orang Kurdi yang jadi korban keganasan gas beracun Saddam Hussein yang ditunjukkan beberapa wartawan kepada penulis saat di Kairo. Korban seperti tak mengalami upaya pembunuhan, tetapi tiba-tiba mati setelah menghirup gas beracun yang ditebar helikopter yang mereka sambut sukacita. Penulis melihat beberapa foto orang mati kaku dalam keadaan menyetir mobil, menggendong anak, dalam posisi duduk, bekerja, setengah berbaring, dan sebagainya.

Belum ada laporan pemandangan seperti ini di Suriah. Hal ini barangkali dikarenakan setelah penyerangan itu, pasukan Assad segera melakukan ofensif secara masif ke wilayah tersebut yang dicurigai untuk menghilangkan jejak. Skenario intervensi ini sekarang melemah lagi setelah kampanye AS dan para pendukung intervensi tak membuahkan hasil sebagaimana yang mereka inginkan. Sebaliknya, penolakan terhadap perang makin meluas baik dari pemimpin, masyarakat, maupun organisasi internasional. Nyali AS makin ciut dengan kebersikukuhan Rusia, Iran, dan Hizbullah dalam mendukung rezim Suriah.

Di tengah kegamangan AS dan sekutunya untuk melakukan ofensif militer, proposal Rusia memberi jalan keluar yang cantik. Rusia mengusulkan rencana intervensi itu dibatalkan untuk menghindari perang destruktif dengan imbalan Suriah menyerahkan persenjataan kimianya di bawah pengawasan internasional.

Skenario Lain

Kedua; intervensi itu tak jadi dilakukan baik karena kesepakatan damai atau sebab lain, tetapi perang sangat berdarah di Suriah terus memakan korban. Perang itu bahkan dikhawatirkan membawa destruksi lebih lama. Lebih dari itu, perang makin menyeret negara-negara di sekitar Suriah terlibat lebih dalam. 

Mencermati perkembangan terakhir, Lebanon, Turki, dan Israel bisa saja masuk atau terjerumus ke arena perang setiap saat. Di luar dua skenario yang menakutkan itu, ada dua skenario lain yang lebih kita harapkan, yakni skenario ketiga dan keempat.

Ketiga; proposal Rusia itu mengantarkan pada kesepakatan pembatalan ofensif militer sekutu dan membuka jalan konferensi damai final dan menyeluruh. Kita tentu berharap konferensi damai yang terus tertunda-tunda itu berhasil mengantarkan pihak-pihak yang bertikai mencapai kesepakatan damai.

Selanjutnya, keputusan itu secara umum diimplementasikan di lapangan. Rusia yang tak ingin kehilangan sekutu strategisnya di Timur Tengah terus mendorong opsi ini dengan berbagai cara. Kita tentu berharap skenario ini yang bakal terjadi. Keempat; kesepakatan pembatalan intervensi militer, dilanjutkan proses negosiasi yang menghasilkan keputusan politik bersama. Namun implementasi di lapangan memperoleh hambatan besar terutama dari kelompok-kelompok bersenjata yang tak terkendali. Jika itu terjadi maka perang masif dan terbuka seperti sekarang ini dapat berhenti, tetapi gangguan keamanan serius akan  menghantui proses transisi ke depan.

Harapan kita, para aktor kunci yang terlibat dalam konflik, baik secara langsung maupun tidak, masih menyisakan rasa kemanusiaan di hati mereka. Semoga egoisme untuk memaksakan keinginan sedikit berkurang mengingat mereka juga sangat sulit mencapai tujuan melalui perang kendati dengan ongkos dan risiko sebesar apa pun. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar