|
Sebagian orang
Indonesia menyambut baik rencana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
memperluas wajib belajar dari 9 tahun ke 12 tahun.
Indonesia
adalah bangsa yang relatif muda; sepertiga dari jumlah penduduknya di bawah
usia 14 tahun. Jika program perluasan wajib belajar ini diterapkan dengan
sukses, penduduk muda akan mendapat manfaat dari peningkatan akses pendidikan.
Peningkatan
akses pendidikan ini diharapkan dapat menciptakan apa yang diistilahkan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh sebagai ”generasi emas”. Keterampilan
yang diperoleh dari perpanjangan masa sekolah berpotensi meningkatkan
produktivitas tenaga kerja dan juga tingkat pendapatan tenaga kerja.
Namun,
inisiatif itu menghadapi beberapa tantangan, terutama dari segi biaya. Kalaupun
semua anak mampu membayar biaya sekolah tingkat menengah atas, jumlah sekolah
menengah atas yang tersedia pun tidak cukup menampung mereka. Menurut Bank
Dunia, 6,4 juta sekolah tambahan dibutuhkan untuk menampung semua anak usia
7-18 tahun, mayoritas di tingkat menengah atas.
Untuk memenuhi
kebutuhan ini, pemerintah dapat menyediakan separuh dari jumlah sekolah
tambahan yang dibutuhkan, dan sisanya ditangani pihak swasta. Menurut perkiraan
Bank Dunia, dibutuhkan lebih dari Rp 66 triliun atau 6 miliar dollar AS untuk
biaya-biaya dasar seperti guru dan ruang kelas.
Senjang sosial-ekonomi
Tantangan besar
lainnya adalah penanganan kesenjangan sosial dan ekonomi yang cukup signifikan.
Banyak sekali anak-anak yang putus sekolah, bahkan sebelum memasuki tahap
pendidikan menengah. Sementara itu, anak-anak yang terpaksa meninggalkan bangku
sekolah di tingkat menengah sering kali tidak dapat menempuh jalur pendidikan
alternatif.
Mereka adalah
kelompok yang termiskin dari keluarga-keluarga yang konsumsi totalnya tak
sampai Rp 10 juta per tahun; yang tak mampu mengeluarkan biaya Rp 2 juta per
tahun untuk SMA, terutama karena kelompok ini jarang sekali hanya memiliki satu
anak.
Pemerintah
Indonesia kini berencana memperluas dan memperbaiki skema beasiswa. Hanya saja,
rencana ini memerlukan tambahan anggaran sebesar Rp 8,8 triliun atau 0,8 miliar
AS. Alhasil, biaya memperluas cakupan wajib belajar dari 9 tahun ke 12 tahun
dapat menyita seperlima dari seluruh anggaran pendidikan pemerintah saat ini.
Anggaran
pendidikan saat ini, meski jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan
tahun-tahun sebelumnya dan juga lebih besar porsinya dibandingkan dengan sektor
lain, dialokasikan untuk program yang sudah berjalan. Salah satu alokasi
terbesar adalah program sertifikasi guru yang menggandakan gaji para guru.
Alokasi ini
akan terus bertambah seiring dengan target Indonesia untuk menyertifikasi semua
guru menjelang tahun 2015. Menurut estimasi Bank Dunia, sekitar 80 persen dari
anggaran pendidikan pada tahun 2015 akan tersita untuk gaji guru, termasuk
pembiayaan program sertifikasi.
Sementara itu,
masih banyak area lain yang memerlukan tambahan sumber daya. Kualitas
pendidikan dasar masih rendah. Pelatihan guru dan program perbaikan kualitas
lainnya juga memerlukan investasi lebih besar guna meningkatkan pembelajaran
murid.
Sektor
pendidikan seakan- akan membutuhkan alokasi anggaran lebih besar, tetapi
sebenarnya ada cara lain. Dengan merestruktur anggaran, Pemerintah Indonesia
dapat mengatasi inefisiensi belanja pendidikan yang kini tengah terjadi.
Misalnya, untuk masalah infrastruktur sekolah: seperlima dari semua SD di
Indonesia hanya memiliki 90 murid dan rata-rata memiliki satu guru untuk setiap
10 siswa.
Memang harus
diakui, beberapa sekolah kecil melayani area terpencil dengan jumlah penduduk
yang juga kecil. Namun, perlu diketahui juga bahwa banyak sekolah kecil yang
sebenarnya berlokasi di area padat penduduk. Sekitar 39 persen dari total SD di
Jawa Timur, salah satu provinsi padat penduduk, memiliki kurang dari 120 murid.
Minimnya
penggunaan sekolah berdampak terhadap rendahnya penggunaan guru. Dibandingkan
dengan negara lain, rasio murid-guru di Indonesia tergolong cukup rendah,
bahkan di bawah tingkat rasio untuk penyelenggaraan pendidikan berkualitas
baik.
Meluruskan
inefisiensi ini dapat membantu mengatasi masalah anggaran. Sekolah dan guru
yang ada dapat menjadi basis ekspansi sekolah menengah. Sekolah dasar yang ada
dapat diperluas dan dikonversi menjadi sekolah menengah untuk mengakomodasi
lonjakan jumlah murid.
Sekolah
menengah yang telah dikonversi ini kemudian dapat menampung surplus guru yang
ada, setelah melalui pelatihan yang sesuai. Hal-hal tersebut dapat mengurangi
beban anggaran pendidikan, sekaligus memperluas akses pendidikan menengah di
seluruh Nusantara.
Beberapa pihak
berpendapat bahwa sektor pendidikan membutuhkan sejumlah langkah reformasi guna
meningkatkan jumlah tenaga kerja terampil di Indonesia. Program perluasan wajib
belajar menjadi 12 tahun akan menjadi tantangan cukup signifikan bagi
Indonesia.
Penggunaan
sumber daya yang lebih efektif diperlukan untuk menyukseskan program ini. Hanya
dengan demikianlah ”generasi emas” dapat mengantar Indonesia ke periode emas
yang telah lama dinantikan. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar