Selasa, 10 September 2013

Polri yang Diimpikan

Polri yang Diimpikan
Dharma Pongrekun  ;   Dosen Utama STIK – PTIK
KORAN SINDO, 10 September 2013


Menjelang pergantian pucuk pimpinan Polri yang sudah semakin dekat tentunya akan memberi harapan baru di tengah derasnya arus pesimisme masyarakat terhadap Polri. 

Nuansa itu bisa dirasakan baik bagi masyarakat maupun anggota kepolisian itu sendiri terhadap pemimpin yang terpilih nanti. Ada harapan akan pimpinan yang senantiasa berorientasi pada kesetaraan, kesamaan hak, tak diskriminatif, tak represif, dan profesional serta dapat mengembalikan rasa cinta rakyatnya. Karena itulah, yang dibutuhkan oleh kita dan negara ini, sebagaimana tujuan awal dibentuknya Kepolisian Republik Indonesia pada 1 Juli 1946, adalah untuk menjaga dan melindungi masyarakat dari berbagai bentuk masalah dan kejahatan yang timbul agar masyarakat merasa aman. 

Namun, harus disadari bahwa dalam pelaksanaan tugas dan pengabdiannya, Polri masih belum sempurna dan tidak luput dari berbagai kekurangan sehingga belum mampu memenuhi semua harapan masyarakat. Bahkan seiring dengan berjalannya waktu serta perubahan dinamika yang begitu cepat justru membuat kepolisian sering mendapatkan kritikan pedas bahkan makian. 

Karena hampir setiap hari muncul ke permukaan baik melalui pemberitaan media maupun ungkapan kekecewaan masyarakat dari mulut ke mulut tentang perilaku menyimpang dan arogansi beberapa oknum polisi, yang mana hal tersebut masih terus berlanjut hingga saat ini. Padahal polisi sebagai bagian kehidupan sosial kemasyarakatan yang sudah terjalin begitu lama khususnya dalam mengatur tata tertib dan hukum sejatinya dapat mengayomi, melindungi, dan melayani masyarakat, demi terciptanya masyarakat yang aman, damai, tenteram, dan situasi kamtibmas yang kondusif. 

Memang menjadi dilema bagi sebuah institusi yang harus menegakkan berbagai macam hukum serta aturan, tapi di sisi lain bila ada perbuatan yang tercela dilakukan beberapa oknum saja, akan berimbas kepada rusaknya nama baik Polri hingga merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum itu sendiri. Itulah konsekuensi yang harus diterima sebagai risiko menjadi aparatur negara penegak hukum yang dituntut untuk berperilaku etis dan legitimate. 

Meski harus diakui banyak sudah upaya perbaikan dilakukan, masih belum membuahkan hasil seperti yang diharapkan karena baik-buruk citra polisi sangat bergantung pada respons masyarakat. Sekarang mari kita telaah seperti apa tugas Polri itu sebenarnya? Tugasnya bagaikan dua sisi mata uang yang berlawanan. Di sisi yang satu Polri harus bisa menampilkan sosok yang melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat dengan menampilkan pribadi yang ramah, penuh salam dan sapa, serta humanis. 

Polisi harus mampu berkomunikasi dengan baik dengan seluruh lapisan masyarakat, melaksanakan tugas dalam menjaga dan memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Keberhasilan penampilan sosok yang demikian akan melahirkan rasa kecintaan masyarakat kepada polisi sehingga dibutuhkan polisi yang mampu menampilkan sosok profesional agar selalu terbangun komunikasi yang efektif dan berkelanjutan demi terciptanya partisipasi aktif masyarakat untuk bersamasama menjaga kamtibmas di lingkungannya. Inilah keberhasilan kemitraan antara polisi dan masyarakat (community policing). 

Pada sisi yang lain Polri berdasarkan tugas dan tanggung jawabnya hadir sebagai sosok penegak hukum, harus menampilkan pribadi yang tidak diskriminatif dan selalu objektif dalam penanganan setiap pelanggaran hukum. Pribadi polisi yang kuat terhadap godaan dan tawaran-tawaran untuk melakukan tindakan kolusi, korupsi, dan nepotisme yang mengarah kepada pelanggaran kode etik kepolisian maupun disiplin kepolisian, bahkan tindak pidana. 

Kini muncul pertanyaan, apakah polisi memang sudah benar-benar dan sungguh-sungguh mau menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pengayom, pelindung, dan pelayan masyarakat, agar dapat dicintai oleh masyarakat, bukan justru sebaliknya? Lalu, seperti apa saja perilaku polisi yang tidak disenangi masyarakat? Yakni jika polisi suka mencari-cari kesalahan di jalan, merekayasa kasus, mempersulit dan ujung-ujungnya minta damai dan imbalan, serta menyidik kasus tanpa memperhatikan rasa keadilan hati nurani. 

Masyarakat juga membenci jika polisi berprilaku ”cowboy” dengan penyalahgunaan senjata api, mengendarai kendaraan pribadi maupun dinas ugal-ugalan, bahkan tidak memakai helm, tidak mematuhi peraturan lalu lintas dan apabila menyerempet tidak bertanggung jawab, serta tidak mau bersilaturahmi dan apatis terhadap masyarakat dan tokoh-tokoh di sekitar lingkungan tempat tinggal. 

Lebih tidak senang lagi jika masyarakat melihat polisi yang arogan saat melakukan kegiatan turjagwali dan razia, lalu marah-marah, membentak, mengancam, dan melakukan kekerasan terhadap tersangka, tahanan, saksi, dan warga masyarakat serta polisi yang tidak mau antre, mau menang sendiri, bahkan sudah tahu salah pun tidak mau meminta maaf. Memang sih, walaupun keadaannya demikian, tetap saja masyarakat akan selalu membutuhkan kehadiran polisi karena rasa aman itu kebutuhan primer setiap manusia. 

Tapi, tentunya polisi yang dibutuhkan adalah polisi yang memiliki keberpihakan kepada masyarakat yang tidak mudah menyalahgunakan kewenangannya sebagai penegak hukum dan kekuasaan yang dimilikinya. 

Lalu sosok polisi seperti apa yang didambakan masyarakat yakni jika polisi bersikap santun, tapi tetap tegas, arif, dan bijaksana dalam menangani setiap permasalahan, mampu mengungkap kasus-kasus besar dan kasus yang menjadi perhatian publik, tidak terlibat tindak kejahatan serta cepat bertindak dalam menanggulangi bencana alam, mau bersilaturahmi dan dekat dengan masyarakat, berpenampilan rapi, bersih, dan bertubuh atletis, lalu cepat dan tuntas dalam merespons laporan dan keluhan masyarakat, serta harus selalu berpihak kepada kebenaran. 

Kita bisa mencontoh bagaimana polisi di Portland, Oregon, Amerika Serikat (AS) merespons pengaduan via telepon dari seorang ABG yang meminta tolong. Bukan karena kasus kejahatan, melainkan hanya karena ada laba-laba. Polisi Oregon mengakui, membasmi labalaba bukan bagian dari protokol mereka. Namun, saat itu pertolongan terhadap sang ABG tetap dilakukan karena khawatir ada masalah seperti diberitakan Daily Mail, Minggu (1/9/2013). Atmosfer baru kepolisian harus berorientasi pada kebutuhan masyarakat yang harus dilayani, tahu dan mengerti apa kebutuhan masyarakatnya. 

Dengan begitu, dibutuhkan kemandirian, sikap profesional, dan kemampuan penegakan hukum yang andal dan menjunjung tinggi hak asasi manusia melalui pendekatan etika, moral, dan akal budi. Ini hanya bisa dicapai apabila polisi yang profesional dan mandiri ”sungguh-sungguh takut akan Tuhan” sehingga memiliki hati yang lapang yang memudahkan jalan dalam membangun kemitraan yang simpatik secara efektif dan efisien dengan seluruh komponen yang ada dalam masyarakat (civil society oversight). 

Semua hal tersebut di atas patut dicermati secara lebih serius oleh pimpinan Polri terpilih nanti dengan senantiasa membuka diri terhadap ruang kontrol pengawasan eksternal yang efektif melalui kerja sama dengan institusi demokratik (termasuk media) yang merupakan representasi kepentingan publik dan membuka partisipasi masyarakat luas, untuk menjadi mitra strategis sebagai lembaga kontrol (social control) dalam mendorong pengambilan keputusan dan kebijakan melalui perubahan sistem yang sungguh-sungguh transparan dan akuntabel. 

Tentunya harus diikuti juga dengan membenahi sistem yang telah berjalan, mulai dari sistem perekrutan, sistem pendidikan, sampai sistem pembinaan kariernya, agar tersaring generasi-generasi muda Polri yang berkarakter pelindung, pelayan, dan pengayom masyarakat sehingga benarbenar siap menjadi ”polisi profesional yang visioner”. Sebagai pribadi mungkin kita masih jauh dari postur anggota Polri yang baik. 

Tapi, tidak ada salahnya juga bila kita segera mengambil suatu momen deklarasi untuk meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia dan berjanji untuk menjadi personel Polri yang lebih baik dan segera mendorong seluruh personel Polri melakukan perubahan pola pikir (to change the mind set of police officers) secara berkesinambungan. Hal tersebut harus dilaksanakan tanpa dapat ditawar -tawar lagi karena merupakan salah satu faktor yang sangat penting agar Polri dapat mengatasi tantangan masa depan seiring dengan arus globalisasi dan demokratisasi. 

Semoga organisasi Polri yang diimpikan masyarakat dapat segera terwujud yakni polisi yang berkarakter terpuji yang dapat menempatkan diri sebagai seorang moralis, bapak, teman, tokoh pengabdian yang dikagumi dan dihormati dengan doa semoga kelak nanti kita dapat mengakhiri pengabdian kita di institusi Polri tercinta ini dengan terhormat dan bermartabat. Amin! ●  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar