Jumat, 06 September 2013

Pesona Event Tourism Daerah

Pesona Event Tourism Daerah
Abdullah Azwar Anas ;  Bupati Banyuwangi
JAWA POS, 06 September 2013



CITRA daerah bisa diangkat melalui pariwisata event. Amerika Serikat punya cerita menarik tentang ini. Pada 1969, festival musik Woodstock kali pertama diadakan di White Lake, Bethel, AS. Festival bertema 3 Days of Peace & Music itu dihadiri 500.000 pengunjung pro-perdamaian dan menentang perang Vietnam.

Desa White Lake pun mendadak jadi destinasi wisata unggulan baru, terutama bagi penggemar musik. Padahal, sebelumnya nyaris tak ada yang peduli dengan desa yang tak jauh dari New York tersebut. Desa White Lake dan Woodstock adalah sebuah contoh menarik bagaimana pariwisata event bisa "menjual" daerah.

Rio Carnival juga begitu. Karnaval di sepanjang jalan Rio de Janeiro, Brasil, itu bisa menyedot hingga 900.000 turis di setiap penyelenggaraannya. Data Plano de Turismo da Cidade do Rio de Janeiro (Perencanaan Pariwisata Kota Rio de Janeiro) menyebutkan, ada peningkatan kegiatan ekonomi yang signifikan saat karnaval diadakan. Hunian hotel meningkat 90 persen dan ada 250.000 lapangan pekerjaan tambahan. Pada 2012, Festival Rio menyumbang pendapatan USD 628 juta ke ekonomi Brasil, meningkat 12 persen daripada tahun sebelumnya. Karnaval terbesar di dunia itu juga menciptakan citra bagus bagi Rio de Janeiro yang sebelumnya terkenal sebagai kota dengan tingkat kriminalitas tinggi (OSAC, 2012).

Melalui pariwisata event (event tourism), ada kesempatan untuk membagi kebudayaan lokal kepada publik luar sehingga tercipta kesepahaman untuk membangun peradaban yang lebih baik.

Inggris dan AS adalah dua negara yang menjadi kiblat pariwisata event. Inggris punya lembaga UK Music yang secara khusus menangani festival-festival musik. Lembaga pemerintah itu mengeluarkan buklet serba-serbi pariwisata musik.

Festival musik di Inggris tiap tahun dikunjungi 7,7 juta wisatawan. Turis membelanjakan 1,4 miliar poundsterling, yang 864 juta poundsterling di antaranya masuk ke negara. Festival-festival musik juga memberikan pekerjaan penuh/paro waktu kepada 19.700 orang (UK Music, 2010).

AS juga sudah dikenal lama sebagai negara yang bergelimang pariwisata event. Kota Los Angeles, misalnya, memiliki sekitar 350 festival yang rutin diadakan setiap tahun. Dinas pariwisata setempat rutin menerbitkan buklet digital yang berisi jadwal acara, penjelasan tentang festival, peta acara, foto-foto menarik, dan panduan wisata seperti where to go, where to sleep, atau what to eat.

Menurut Boo dan Busser (2006), pariwisata event bisa memberikan tiga dampak utama kepada daerah. Pertama, peningkatan pendapatan daerah/komunitas lokal seiring kedatangan para wisatawan.

Kedua, peningkatan citra daerah, bukan hanya terhadap orang-orang luar daerah, tetapi juga dari perspektif komunitas-komunitas lokal. Ketiga, sekaligus yang paling potensial, festival-festival itu bisa digunakan sebagai alat pemasaran penting untuk memperluas destination life-cycle sehingga daerah tidak hanya dikenal melalui satu atau dua destinasi wisata. 

Upaya Banyuwangi 

Banyuwangi, sebagai kota yang dikenal dengan kekayaan seni-budaya, kini juga terus berusaha mengemas potensi itu ke dalam pariwisata event melalui ajang Banyuwangi Festival yang diselenggarakan September-Desember 2013. Tahun ini adalah perhelatan kedua Banyuwangi Festival.

Banyuwangi Festival berikhtiar mendorong kombinasi aspek lokal dan global, perpaduan keindahan alam dan pariwisata event, sehingga menghasilkan model wisata yang unik dan memikat. Di antaranya, lewat Banyuwangi Ethno Carnival (BEC), Paju Gandrung Sewu, Banyuwangi Tour de Ijen, Banyuwangi Beach Jazz Festival, dan Festival Kuwung.

BEC, misalnya, setiap tahun mengusung budaya lokal yang telah lama menjadi bagian dari hidup dan kehidupan masyarakat Banyuwangi. Rasa lokal itu pula yang membedakan BEC dengan karnaval-karnaval lain di Indonesia. Adapun Banyuwangi Beach Jazz Festival memadukan kesenian lokal dengan musik jazz.

Desain kebijakan utama dalam Banyuwangi Festival sebagai sebuah pariwisata event adalah pemberdayaan masyarakat lokal. Itu tidak terlepas dari payung besar pariwisata berbasis masyarakat dengan keterlibatan komunitas (community involvement) yang sedang dikembangkan Banyuwangi.

Kebijakan berbasis pemberdayaan masyarakat lokal untuk pengembangan pariwisata itu didasarkan pada pemanfaatan potensi SDM lokal dan sumber daya institusional lokal. Pendekatan tersebut memberikan titik tekan pada prakarsa lokal untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi daerah melalui pariwisata.

Banyuwangi Festival bertumpu pada SDM lokal, mulai aspek perencanaan, talent, hingga eksekusi. Sanggar-sanggar seni dilibatkan. Para pelajar dari seluruh penjuru Banyuwangi menjadi bagian utama pergelaran sehingga mereka aktif mempelajari kesenian lokal. Hanya sebagian kecil yang melibatkan SDM luar daerah, terutama untuk musisi dan peserta balap sepeda.

Sumber daya institusional lokal, seperti perhimpunan anak muda, komunitas perempuan, hingga ormas dilibatkan agar pariwisata event bisa sekaligus memupuk modal sosial untuk membangun kota ke arah yang lebih baik. Pembiayaan event dilakukan secara gotong royong, tidak hanya bertumpu pada anggaran daerah.

Melalui Banyuwangi Festival, kami ingin membuat hari biasa menjadi hari yang luar biasa bagi semua orang yang terlibat di dalamnya. ●  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar