Minggu, 22 September 2013

“Nation Building” Belum Selesai

“Nation Building” Belum Selesai
Suyatno ;   Mengajar di UT, Lulusan Pascasarjana Ilmu Politik UGM
KORAN JAKARTA, 21 September 2013


Sudah terlalu banyak paparan tentang kekecewaan mendalam atas berbagai kejadian pada bangsa ini. Kini saatnya membulatkan tekad untuk bertindak bersama mengadakan perubahan.
Dalam setiap peringatan Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober, patut direnungkan kondisi negeri ini. Persoalan bangsa yang silih berganti dan berlarut-larut menunjukkan bangunan kebangsaan (nation-building) belum kokoh. Pemangkasan berbagai subsidi sektor kesejahteraan, membubungnya harga kebutuhan pokok, dan makin menyempitnya lapangan kerja, memperlihatkan gambaran muram Indonesia.

Sementara itu, penerapan otonomi daerah (otda) jauh dari "kepercayaan" atau trust. Padahal, tanpanya, negeri yang berskala serbabesar “baik dari segi jumlah penduduk, etnis, budaya, maupun pulaunya“ niscaya sulit diurus. Akibatnya daerah-daerah tetap tidak terpuaskan. Sebaliknya, pusat pun berperasaan serupa.

Bagaimana bangsa mengatasi karut-marut ini? Dari mana mau mulai memperbaiki kondisi bangsa? Siapa yang mampu melakukan? Ada kekhawatiran mungkin bangsa sudah tak berdaya sehingga hanya bisa hanyut mengikuti kecenderungan gerakan dunia.

Di dalam nation building, yang ingin dicapai kemerdekaan, kedaulatan, kesatuan, keadilan, dan kemakmuran. Perjuangan bangsa meraih kemerdekaan sebagaimana diproklamasikan bukanlah akhir, melainkan permulaan perjuangan mencapai kesejahteraan sebagaimana dicita-citakan.

Zaman menuntut reorientasi dan merekonstruksi kebangsaan berupa penegakan hak asasi manusia, keterbukaan dalam pelayanan masyarakat, dan pembasmian korupsi. Rekonstruksi kembali konsepsi kebangsaan mencakup perlawanan terhadap oknum dan kelompok yang mempertontonkan diri di atas hukum.

Tanggung jawab sosial juga tak boleh dinomorduakan. Keluhan tentang gedung sekolah yang ambruk, misalnya, harus secara refleks menimbulkan penyidikan untuk mencari mereka yang bertanggung jawab. Banjir, kemarau, gunung meletus, dan malapetaka lalu lintas harus segera diatasi. Rekonstruksi kebangsaan harus mampu melahirkan kembali kepercayaan rakyat kepada penyelenggara negara.

Adil Makmur

Perjuangan yang dituju adalah kesatuan bangsa dan kondisi adil makmur yang saling berkaitan. Perjuangan mewujudkannya juga dituntut seiring-sejalan. Dibutuhkan persatuan dalam berusaha mewujudkan keadilan dan kemakmuran. Demikian pula sebaliknya, dibutuhkan kemakmuran agar tercipta rasa menjadi satu bangsa. Hal ini dilandasi pemikiran bahwa terjadinya negara merupakan kehendak seluruh bangsa.

Sudah 68 tahun merdeka tapi bangsa belum sejahtera. Membubungnya harga kebutuhan pokok dan makin menyempitnya lapangan kerja belum juga teratasi, bahkan kian parah. Itulah yang mendorong masyarakat diajak merenungkan kembali "negara kesejahteraan"" sebagaimana dicita-citakan para pendiri bangsa.

Welfare state merupakan kreasi dan produk demokrasi untuk menciptakan kesempatan kerja guna mengurangi kesenjangan sosial ekonomi. Produksi dan penyediaan kesejahteraan warga tidak bisa sepenuhnya diserahkan kepada pasar. Perlu kebijakan yang dapat menopang keberlanjutan welfare regimes berupa penciptaan lapangan kerja yang penuh dan daya beli tinggi dari warga negara serta program-program jaminan sosial.

Pola hubungan pusat-daerah tidak atau belum menghasilkan sinergi sehingga gagal mendorong percepatan pembangunan di (sebagian besar) daerah. Segala persepsi mengenai pusat-daerah, sebuah kontras yang seakan tak terjembatani. Format hubungan keduanya atasan-bawahan, pemegang mutlak kebijakan-pelaksana, pemerintah-yang diperintah.

Pemerintah perlu menyadari bahwa skala urusan di bidang pertahanan dan keamanan, misalnya, bukanlah persoalan kecil. Berbagai persoalan begitu kompleks menyangkut keamanan wilayah yang begitu luas dan besar. Jika ingin mengerjakan sendiri urusan keamanan dan pertahanan terkait perbatasan, pemerintah harus mampu memahami berbagai ragam persoalan perbatasan.

Pancasila

Sebelum negara hadir, para pendiri bangsa (founding fathers) sudah berpikir serius guna menyiapkan area untuk mewujudkan cita-cita bernegara. Tanggal 1 Juni 1945 sisi kehidupan sebagai sebuah negara berhasil disusun. Sila-sila dari dasar negara dibuat berdasarkan kondisi dan nilai-nilai masyarakat. Semua dibangun dari realitas asli Indonesia.

Pandangan bahwa Pancasila sebagai dasar negara sudah dianggap final patut disepakati bersama sehingga tidak perlu buang-buang energi lagi untuk mempersoalkan. Yang terpenting menggunakan prinsip-prinsip dasar di dalamnya untuk menjalankan kehidupan bersama sebagai sebuah negara.

Indonesia memiliki jumlah penduduk besar, wilayah luas, serta kekayaan alam melimpah untuk mewujudkan mimpi-mimpi bangga. Pembukaan UUD 1945 mencerminkan the Indonesian dream yang hanya akan terwujud bila nilai-nilai Pancasila bisa dikukuhkan menjadi sebuah etos, pegangan.

Apakah Pancasila bisa menjadi pegangan? Pemahaman ini bisa dilihat relevansinya dengan konteks sekarang. Indonesia bukan negara sekuler atau agama. Indonesia menjunjung tinggi nilai-nilai setiap agama. Andai setiap umat beragama mampu mengamalkan ajaran agamanya dengan benar akan menjadi kekuatan luar biasa.

Indonesia menganut prinsip demokrasi perwakilan (representative democracy) dengan lebih mengedepankan prinsip musyawarah. Hal ini merupakan semangat untuk melindungi kelompok minoritas sehingga demokrasi tak berarti the winner takes all, sebagaimana demokrasi langsung (direct democracy).

Indonesia menyadari perlunya persatuan karena memiliki wilayah luas. Dengan persatuan Indonesia akan memiliki economic scale yang mampu bersaing di era globalisasi. Rakyat harus menjaga bahwa otonomi tidak akan membuat Indonesia fragmented.

Negeri ini sangat mendengungkan keadilan sosial yang merupakan satu-satunya sila dalam Pancasila yang dirumuskan dengan menggunakan kata kerja "mewujudkan" suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Rakyat bisa memberi sumbangan besar bagi rancang bangun kebangsaan. Di satu sisi, mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan NKRI di tengah kompleksitas krisis yang bukan main ruwetnya. Di sisi lain, mempersiapkan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang mampu memberi peluang luas bagi tumbuh kembangnya prakarsa dan kreativitas seluruh bangsa. Sudah terlalu banyak paparan tentang kekecewaan mendalam atas berbagai kejadian pada bangsa ini. Kini saatnya membulatkan tekad untuk bertindak bersama mengadakan perubahan. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar