Rabu, 11 September 2013

Momentum yang Tidak Boleh Lepas

Momentum yang Tidak Boleh Lepas
Marwan Mas  ;    Guru Besar Ilmu Hukum Universitas 45, Makassar
KORAN SINDO, 11 September 2013


Apresiasi patut diberikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menangkap Rudi Rubiandini, kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas). 

Sukses KPK bukan hanya karena jumlah uang terbesar yang disita sepanjang sejarah operasi tangkap tangan, tetapi juga pertama kali dugaan korupsi di sektor migas disentuh. Betapa tidak, mafia migas sudah menjadi cerita lama. Praktik yang selama ini tertutup rapat dan mulai terkuak menjadi ”momentum terbaik” yang tidak boleh lagi lepas, seperti pada kasus sebelumnya. 

Patut dicatat, kasus Bank Century, mafia pajak, dan Wisma Atlet adalah kasus besar merupakan momentum untuk membongkar kecurangan elite politik dan kekuasaan, tetapi lepas begitu saja. Begitu banyak praktik tercela dan uang besar yang mengucur ke para pejabat dari kasus besar itu. Penangkapan Rudi harus dijadikan langkah awal untuk membongkar tuntas sepak terjang para penjahat di bidang migas. 

Start Gemilang 

Rudi hanyalah pemain kelas teri, masih banyak pemain yang lebih besar, bahkan lebih ganas. Indikasinya dapat dilihat pada temuan uang USD200 ribu saat KPK menggeledah ruang sekjen Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Mengapa sekjen ESDM menyimpan mata uang asing yang begitu banyak? Apakah betul untuk operasional seperti yang diucapkan Menteri ESDM Jero Wacik? Wajar jika publik menduga-duga bukan cuma Rudi, uang sogok juga mengalir ke petinggi-petinggi ESDM. 

Sulit ditepis bahwa ada persoalan mendasar dari pengelolaan migas. Ada masalah dalam tubuh SKK Migas yang berimplikasi pada pemasukan negara. Sinyal itu sudah dibaca oleh Mahkamah Konstitusi melalui putusannya agar BP Migas dihapus lantaran bertentangan dengan konstitusi. Tetapi pemerintah malah melakukan langkah tanggung, BP Migas disulap menjadi SKK Migas yang pola kerjanya hanya sekadar ganti baju. Namun, prestasi KPK mengungkap jaringan mafia migas tidak akan bermakna, jika start gemilang hanya mentok pada Rudi. 

Prestasi itu hanya akan paripurna kalau KPK membongkar sampai ke akar-akarnya. Penangkapan Rudi bukan sekadar menangani kasus biasa, melainkan bagian dari upaya membongkar kasus yang lebih besar, yakni kartel migas. Pemerintah juga harus sadar bahwa kekuasaan besar yang diberikan pada Rudi telah merusak kredibilitas seorang akademisi yang pernah mendapat penghargaan dosen teladan di Institut Teknologi Bandung. 

Kutipan legendaris Lord Acton, sejarawan dan politikus Inggris pada abad ke-19 bahwa power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely, semakin terbukti kebenarannya. Begitulah realita korupsi di negeri ini yang sudah sistemik sehingga profesor sekalipun bisa terjebak dalam kubangan korupsi. Ini merupakan pukulan telak sekaligus memalukan bagi bangsa dan dunia kampus yang sering dicap lumbungnya orang-orang jujur, berintegritas, dan kredibel. 

Sistem yang korup tidak bisa dijinakkan oleh profesor sekalipun. Tetapi kita tidak boleh menyerah untuk keluar dari kubangan korupsi. Sistem dan moral bobrok hanya bisa dilawan jika perang terhadap korupsi dilakukan bersama dan tanpa pandang status. Semoga Rudi mau membuka yang sebenarnya terjadi secara transparan. 

Kotak Pandora 

Manakala berpijak pada pentingnya momentum, saatnyalah KPK membuka kotak pandora secara terang benderang. KPK adalah pandora yang harus berani membuka kotak kartel migas yang boleh jadi membuat banyak elite politik dan kekuasaan gelisah. Tidak boleh lagi abai dan begitu gampang kehilangan momentum yang semestinya mendorong terjadinya perubahan dalam mengungkap kasus korupsi besar. 

Momentum bagi KPK jilid tiga sudah terpampang lebar, tidak boleh disia-siakan dengan terjebak pada permainan politisi. Upaya luar biasa memerangi korupsi harus berefek pada pengungkapan semua yang diduga terlibat. Mengungkap dugaan korupsi migas tentu bukan persoalan gampang. Tetapi dukungan publik harus dijadikan motivasi, jangan sampai KPK kembali terjebak dengan pola kerja yang hanya mahir mengungkap kasus, tetapi tidak pernah dituntaskan sampai ke akarnya. 

Misalnya hanya pelaku kecil yang ditangkap sebagai sampel untuk sekadar memuaskan publik bahwa KPK membongkar kasus besar. Sudah cukup lama rasa keadilan rakyat dirampas oleh para koruptor. KPK tidak boleh bekerja seperti lembaga survei yang hanya mengambil sampel dari seluruh populasi, kemudian menyimpulkan telah menangani kasus tersebut. Mengungkap kasus korupsi besar yang melibatkan banyak orang dan menjadi perhatian publik, semua populasi (yang diduga terlibat) harus diusut keterlibatannya. 

Jika ada bukti-bukti permulaan yang kuat, harus dibawa ke pengadilan untuk dibuktikan apakah mereka bersalah atau tidak. Akal para mafioso begitu lihai dan memiliki banyak jaringan. Kotak pandora kartel migas yang nilai ekonomisnya tinggi akan ditutup rapat. Bisa dengan cara negosiasi kekuasaan dengan mengorbankan Rudi seorang diri. Atau paling banter hanya sampai pada sekjen ESDM. Boleh jadi Rudi akan tutup mulut, sebab tidak sama wataknya dengan Nazaruddin yang mau membeberkan semua yang diketahuinya. KPK tidak boleh terjebak efek politis yang timbul. 

Jika itu yang terjadi, semua kasus korupsi tidak akan pernah ditangani lantaran hampir semua kasus korupsi besar melibatkan kalangan politisi dan kekuasaan. Kita berharap KPK lebih agresif mengantisipasi mekanisme kerja mafia yang berani mempertaruhkan proses hukum melenceng dari jalurnya. Maka itu, momentum yang terbuka lebar harus dijadikan pintu masuk untuk membuka pintu lain. ●  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar