Selasa, 03 September 2013

Menunggu Amanat Ibu Bangsa

Menunggu Amanat Ibu Bangsa
J Kristiadi ;   Peneliti Senior CSIS
KOMPAS, 03 September 2013


Survei Kompas yang diumumkan secara berturut-turut pada akhir Agustus lalu mengonfirmasi hasil penelitian beberapa lembaga survei lain sebelumnya. Intinya, kecenderungan semakin menguatnya sentimen publik dan meningkatnya elektabilitas Joko Widodo, atau yang biasa dipanggil Jokowi, dalam Pemilihan Presiden 2014. Bahkan, hasil survei Kompas menunjukkan tingkat akselerasi peningkatan keterpilihan Jokowi selama setengah tahun terakhir, Desember 2012 sampai dengan Juni 2013, hampir mencapai 100 persen.
Banyak alasan yang dapat disebutkan, antara lain Jokowi tidak hanya mempunyai visi dan misi yang dipasang di dinding demi imaji pribadi, tetapi ia juga mempunyai obsesi dan empati yang muncul dari bisikan hati untuk membangun DKI Jakarta dan memperhatikan budaya warga Betawi. Ia juga berhasil meyakinkan publik bahwa ia tidak hanya pandai mengumbar janji, tetapi juga piawai dan berani melakukan eksekusi untuk mengukir prestasi.
Jokowi tidak peduli citra karena ia lebih mengutamakan kerja nyata yang kasatmata sehingga dapat dinikmati rakyat jelata. Ia juga berani memulai untuk bertindak tegas, tetapi tetap manusiawi terhadap warga yang selama ini mempunyai ”tradisi” melanggar regulasi dan dibiarkan para petinggi di DKI Jakarta sehingga menimbulkan perilaku anarkistis. Akumulasi dari faktor-faktor tersebut membuat Jokowi mempunyai daya gravitasi politik yang membuahkan simpati dan rekognisi publik sehingga meluap melampaui batas teritori DKI Jakarta.
Namun, elektabilitas yang semakin tinggi dan akumulasi prestasi belum menjamin Jokowi menjadi Presiden RI karena politik mempunyai hukumnya sendiri. Ganjalan pertama adalah perilaku politisi yang karena dorongan libidonya ingin menghalangi Jokowi maju dalam Pilpres 2014 dengan memanipulasi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Pasal 29 tentang kepala daerah dan wakil kepala daerah yang ingin berhenti karena kehendak sendiri. Meskipun ketentuan tersebut dengan tegas menyatakan mereka dapat mengundurkan diri dan kemudian diputus oleh DPRD, ternyata hak tersebut dapat ditolak oleh DPRD. Wakil gubernur DKI waktu itu, Prijanto, gagal mundur karena diganjal DPRD Provinsi DKI Jakarta. Tidak mustahil taktik yang sama akan dilakukan kepada Jokowi.
Namun, peluang Jokowi maju dalam pemilihan presiden tetap kuat karena UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pasal 6 menyatakan, pejabat negara yang diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik sebagai calon presiden atau calon wakil presiden harus mengundurkan diri dari jabatannya.
Selain itu, sementara kalangan meragukan validitas elektabilitas Jokowi karena maksim ”Jokowi Effect”, karena dianggap tidak ampuh mendongkrak perolehan suara kandidat kepala daerah PDI-P di beberapa wilayah, misalnya di Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan sebagainya. Namun, hal itu tidak dapat dijadikan ukuran karena preferensi publik adalah Jokowi untuk Presiden 2014, bukan sebagai kepala daerah.
Ibu Bangsa
Sementara itu, perilaku jahil lawan politik perlu diperhatikan. Mereka tidak mustahil akan memprovokasi lingkaran dalam PDI-P, terutama kader PDI-P yang dianggap dekat dengan Megawati Soekarnoputri dan berharap kedekatannya dapat lebih menguntungkan dirinya kalau Megawati menjadi presiden. Oleh karena itu, mereka membujuk Megawati maju sebagai kandidat dalam Pilpres 2014.
Kalkulasi politik lawan politiknya adalah lebih mudah mengalahkan Megawati daripada Jokowi. Provokasi diperkirakan akan semakin kencang kalau PDI-P dalam pemilu legislatif memperoleh proporsi perolehan jumlah suara mendekati 40 persen. Jumlah dukungan itu akan memberikan amunisi bagi lawan politik untuk lebih meyakinkan Megawati supaya maju dalam Pilpres 2014.
Akan tetapi, tampaknya pengandaian tersebut terlalu berlebihan. Selama ini Megawati selalu dapat membuktikan diri kalau sudah mempunyai sikap, ia akan memegang komitmen tersebut, apa pun risikonya.
Namun, jika semua persyaratan tersebut dipenuhi, persyaratan lain yang sangat penting adalah restu dan amanat dari Ibu Bangsa, Megawati Soekarnoputri. Sebagai seorang yang memegang teguh janji dan mempunyai integritas pribadi, Jokowi sebagai kader PDI-P sangat hormat kepada Megawati. Sejauh ini, bahasa verbal dan isyarat-isyarat Ketua Umum PDI-P dalam melakukan kebijakan internal partai tampaknya cenderung untuk melakukan regenerasi.
Megawati sudah saatnya mempunyai tempat yang sangat terhormat sebagai Ibu Bangsa. Pengalaman suka dan duka, serta pahit dan getir, baik sebagai politisi dan negarawan maupun sebagai putri seorang pendiri bangsa, Megawati mempunyai segala persyaratan menjadi Ibu Bangsa. Sementara itu, di kalangan PDI-P sendiri, dia diharapkan dapat menjadi jangkar dan mercu suar ideologi nasionalisme yang dapat bersenyawa dengan keragaman rakyat Indonesia.
Karena itu, semakin dekat dengan Pilpres 2014, puluhan juta pemilih dan potensi pemilih Jokowi yang cenderung semakin meningkat menunggu dengan antusias Ibu Bangsa memberikan restu kepada Jokowi menjadi kandidat presiden untuk Pilpres 2014. Rakyat Indonesia di wilayah lain juga merasa berhak untuk menikmati kepemimpinan Jokowi yang rajin mengukir prestasi karena janji dan imaji tanpa prestasi sudah basi. Dengan posisi yang sangat bermartabat itu, tampaknya Megawati akan menugaskan Jokowi menjadi kandidat presiden dalam Pilpres 2014. ●  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar