|
Survei Kompas yang
diumumkan secara berturut-turut pada akhir Agustus lalu mengonfirmasi hasil
penelitian beberapa lembaga survei lain sebelumnya. Intinya, kecenderungan
semakin menguatnya sentimen publik dan meningkatnya elektabilitas Joko Widodo,
atau yang biasa dipanggil Jokowi, dalam Pemilihan Presiden 2014. Bahkan, hasil
survei Kompas menunjukkan tingkat akselerasi peningkatan keterpilihan
Jokowi selama setengah tahun terakhir, Desember 2012 sampai dengan Juni 2013,
hampir mencapai 100 persen.
Banyak alasan
yang dapat disebutkan, antara lain Jokowi tidak hanya mempunyai visi dan misi
yang dipasang di dinding demi imaji pribadi, tetapi ia juga mempunyai obsesi
dan empati yang muncul dari bisikan hati untuk membangun DKI Jakarta dan
memperhatikan budaya warga Betawi. Ia juga berhasil meyakinkan publik bahwa ia
tidak hanya pandai mengumbar janji, tetapi juga piawai dan berani melakukan
eksekusi untuk mengukir prestasi.
Jokowi tidak
peduli citra karena ia lebih mengutamakan kerja nyata yang kasatmata sehingga
dapat dinikmati rakyat jelata. Ia juga berani memulai untuk bertindak tegas,
tetapi tetap manusiawi terhadap warga yang selama ini mempunyai ”tradisi”
melanggar regulasi dan dibiarkan para petinggi di DKI Jakarta sehingga
menimbulkan perilaku anarkistis. Akumulasi dari faktor-faktor tersebut membuat
Jokowi mempunyai daya gravitasi politik yang membuahkan simpati dan rekognisi
publik sehingga meluap melampaui batas teritori DKI Jakarta.
Namun,
elektabilitas yang semakin tinggi dan akumulasi prestasi belum menjamin Jokowi
menjadi Presiden RI karena politik mempunyai hukumnya sendiri. Ganjalan pertama
adalah perilaku politisi yang karena dorongan libidonya ingin menghalangi
Jokowi maju dalam Pilpres 2014 dengan memanipulasi Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004, Pasal 29 tentang kepala daerah dan wakil kepala daerah yang ingin
berhenti karena kehendak sendiri. Meskipun ketentuan tersebut dengan tegas
menyatakan mereka dapat mengundurkan diri dan kemudian diputus oleh DPRD,
ternyata hak tersebut dapat ditolak oleh DPRD. Wakil gubernur DKI waktu itu,
Prijanto, gagal mundur karena diganjal DPRD Provinsi DKI Jakarta. Tidak
mustahil taktik yang sama akan dilakukan kepada Jokowi.
Namun, peluang
Jokowi maju dalam pemilihan presiden tetap kuat karena UU Nomor 42 Tahun 2008
tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pasal 6 menyatakan, pejabat
negara yang diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik sebagai
calon presiden atau calon wakil presiden harus mengundurkan diri dari
jabatannya.
Selain itu,
sementara kalangan meragukan validitas elektabilitas Jokowi karena maksim
”Jokowi Effect”, karena dianggap tidak ampuh mendongkrak perolehan suara
kandidat kepala daerah PDI-P di beberapa wilayah, misalnya di Jawa Barat, Jawa
Timur, Sumatera Utara, dan sebagainya. Namun, hal itu tidak dapat dijadikan
ukuran karena preferensi publik adalah Jokowi untuk Presiden 2014, bukan
sebagai kepala daerah.
Ibu Bangsa
Sementara itu,
perilaku jahil lawan politik perlu diperhatikan. Mereka tidak mustahil akan
memprovokasi lingkaran dalam PDI-P, terutama kader PDI-P yang dianggap dekat
dengan Megawati Soekarnoputri dan berharap kedekatannya dapat lebih
menguntungkan dirinya kalau Megawati menjadi presiden. Oleh karena itu, mereka
membujuk Megawati maju sebagai kandidat dalam Pilpres 2014.
Kalkulasi
politik lawan politiknya adalah lebih mudah mengalahkan Megawati daripada
Jokowi. Provokasi diperkirakan akan semakin kencang kalau PDI-P dalam pemilu
legislatif memperoleh proporsi perolehan jumlah suara mendekati 40 persen.
Jumlah dukungan itu akan memberikan amunisi bagi lawan politik untuk lebih
meyakinkan Megawati supaya maju dalam Pilpres 2014.
Akan tetapi,
tampaknya pengandaian tersebut terlalu berlebihan. Selama ini Megawati selalu
dapat membuktikan diri kalau sudah mempunyai sikap, ia akan memegang komitmen
tersebut, apa pun risikonya.
Namun, jika
semua persyaratan tersebut dipenuhi, persyaratan lain yang sangat penting
adalah restu dan amanat dari Ibu Bangsa, Megawati Soekarnoputri. Sebagai
seorang yang memegang teguh janji dan mempunyai integritas pribadi, Jokowi
sebagai kader PDI-P sangat hormat kepada Megawati. Sejauh ini, bahasa verbal
dan isyarat-isyarat Ketua Umum PDI-P dalam melakukan kebijakan internal partai
tampaknya cenderung untuk melakukan regenerasi.
Megawati sudah
saatnya mempunyai tempat yang sangat terhormat sebagai Ibu Bangsa. Pengalaman
suka dan duka, serta pahit dan getir, baik sebagai politisi dan negarawan
maupun sebagai putri seorang pendiri bangsa, Megawati mempunyai segala
persyaratan menjadi Ibu Bangsa. Sementara itu, di kalangan PDI-P sendiri, dia
diharapkan dapat menjadi jangkar dan mercu suar ideologi nasionalisme yang
dapat bersenyawa dengan keragaman rakyat Indonesia.
Karena itu,
semakin dekat dengan Pilpres 2014, puluhan juta pemilih dan potensi pemilih
Jokowi yang cenderung semakin meningkat menunggu dengan antusias Ibu Bangsa
memberikan restu kepada Jokowi menjadi kandidat presiden untuk Pilpres 2014.
Rakyat Indonesia di wilayah lain juga merasa berhak untuk menikmati
kepemimpinan Jokowi yang rajin mengukir prestasi karena janji dan imaji tanpa
prestasi sudah basi. Dengan posisi yang sangat bermartabat itu, tampaknya
Megawati akan menugaskan Jokowi menjadi kandidat presiden dalam Pilpres 2014. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar