Sabtu, 21 September 2013

Menjaga Kewibawaan MK

Menjaga Kewibawaan MK
M Akil Mochtar ;  Ketua Mahkamah Konstitusi
SUARA KARYA, 20 September 2013


Beberapa hari lalu, tepatnya tanggal 13 Agustus 2013, Mahkamah Konstitusi (MK) genap berusia 10 tahun. Tanggal itu ditetapkan sebagai hari lahir MK dengan mengambil momentum waktu pengesahan Undang-Undang MK, yaitu 13 Agustus 2003, sekaligus pengundangannya pada hari yang sama ke dalam Lembaran Negara. Undang-undang itu merupakan amanat Pasal 24C dan Pasal III Aturan Peralihan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengamanatkan pembentukan MK selambat-lambatnya pada 17 Agustus 2003.

Dalam usianya yang telah mencapai satu dasawarsa, MK hadir dan berkiprah bersama-sama dengan lembaga dan elemen negara yang lain dalam membangun dan mengembangkan tatanan negara Indonesia yang lebih demokratis. MK pun terus berkiprah dan terus tumbuh menjadi lembaga negara yang dinamis dengan kewibawaan dan citra yang amat baik di mata publik. Hal ini dapat dilihat dari tingkat kepercayaan dan harapan masyarakat yang tinggi kepada MK untuk menyelesaikan perkara-perkara konstitusi yang menjadi wewenangnya. Putusan-putusan MK pun diterima dan dilaksanakan oleh semua pihak.

Sesudah 10 tahun berdiri, MK telah mencapai banyak keberhasilan. Di bidang pelaksanaan kewenangan konstitusional, MK telah memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusional yang mencakup perkara pengujian undang-undang terhadap UUD, sengketa kewenangan lembaga negara, dan perselisihan hasil pemilihan umum, baik pemilihan anggota legislatif, pemilihan presiden dan wakil presiden, maupun pemilihan kepala daerah.

Dari sisi substansi, putusan MK dinilai memberikan kontribusi dan pengaruh positif terhadap pembangunan hukum dan penegakan demokrasi di Indonesia. Bahkan, diakui banyak pihak, MK mampu mengembalikan marwah lembaga peradilan pada penegakan hukum dan keadilan substansial.

Demikian pula di bidang tata kelola lembaga peradilan, MK mampu menempatkan diri sebagai pengadilan yang modern dan tepercaya. Pelayanan yang cepat, ramah namun tegas, serta bersih dari unsur-unsur KKN menjadi ciri MK yang terus dijaga, dipertahankan, dan ditingkatkan.

Sebagai pengawal konstitusi, pada dasarnya MK sekaligus merupakan pengawal demokrasi. Kedudukan konstitusi sebagai hukum tertinggi diperoleh karena sifat demokratis dari konstitusi itu sendiri, yaitu bahwa konstitusi merupakan perjanjian seluruh rakyat. Di dalam konstitusi itulah, nilai-nilai demokrasi bersemayam. Oleh karena itu, demokrasi merupakan gagasan utama yang melandasi konstitusi. 

Sebaliknya, konstitusi merupakan legitimasi bagi demokrasi. Berpadunya konstitusionalisme dan demokrasi itu diyakini akan menciptakan demokrasi konstitusional, sistem demokrasi yang berdasarkan konstitusi.

Untuk mewujudkannya, maka keberadaan MK menjadi sangat signifikan. Apalagi, demokrasi di Indonesia saat ini baru berjalan di tataran prosedural dengan pola-polanya yang bersifat simbolik sehingga belum menyentuh aspek-aspek substansial. Hal ini menunjukkan bahwa ke depan, tantangan besar demokratisasi negara ini terletak pada bagaimana mendekatkan interval titik demokrasi prosedural ke titik demokrasi yang lebih substansial. Dalam hal ini, kesadaran kolektif yang harus dimiliki seluruh komponen bangsa ialah bahwa demokrasi yang kita perjuangkan dan ingin kita wujudkan adalah demokrasi sebagaimana yang digariskan UUD 1945.


Untuk mewujudkan hal itu, mutlak diperlukan MK yang memiliki kewibawaan sebagai lembaga peradilan. Karena itu, segala ikhtiar untuk menjaga dan menguatkan kewibawaan MK harus dilakukan. Sebaliknya, segala bentuk tindakan yang dapat mengancam kewibawaan MK harus dicegah dan dijauhkan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar