Minggu, 15 September 2013

Menjadi Orang Tua Filantropis

Menjadi Orang Tua Filantropis
J Sumardianta  ;   Guru SMA Kolese De Britto, Yogyakarta,
Penulis buku “Guru Gokil Murid Unyu: Pendidik Hebat Zaman Lebay” (2013)
KORAN TEMPO, 14 September 2013


Memberikan hadiah mobil BMW, Jaguar, dan Lancer bagi anak-anak di bawah umur bukan limpahan kebaikan hati, melainkan rakitan bom waktu.
"Jangan biarkan orang datang 
menemuimu jika saat dia pergi 
tidak menjadi lebih baik dan bahagia." 

- Bunda Teresa
Sepasang suami-istri berkebangsaan Amerika bersama keluarganya berlibur di Italia. Liburan itu berubah menjadi petaka karena salah satu anaknya menjadi korban aksi penembakan penjahat brutal. Alih-alih berlarat dalam duka, kedua orang itu mendonorkan liver anaknya untuk seorang anak Italia yang sedang sekarat digerogoti sirosis. Pengidap kanker hati itu akhirnya selamat. Bapak-ibu murah hati ini menjadi inspirasi masyarakat di seluruh dunia. Banyak orang tergerak dan mengulurkan bantuan bagi yayasan yang berdiri berkat ayah-ibu dermawan itu.
Al Gore menjadi pejuang lingkungan hidup gara-gara anaknya tertabrak mobil. Mantan Wakil Presiden Amerika Serikat itu menjadi tokoh anti-pemanasan global karena kecelakaan maut yang merenggut nyawa anaknya. Kecelakaan itu tidak perlu terjadi bila, menjelang prahara, si bapak sigap mencegah anak menyeberang jalan. Kejadiannya spontan saat keluarga Al Gore sedang berlibur. Analoginya setali tiga uang dengan global warming. Pemanasan global tidak perlu terjadi bila bangsa AS tidak teledor. Bayangkan, 5 persen penduduk AS menyumbang 25 persen emisi gas buangan.
Al Gore dan turis murah hati itu preseden bagus bagi Ahmad Dani. Memberikan hadiah mobil BMW, Jaguar, dan Lancer bagi anak-anak di bawah umur bukan limpahan kebaikan hati, melainkan rakitan bom waktu. Tabrakan maut di Jagorawi, yang melibatkan AQJ, anak bungsu musikus masyhur itu, masuk kategori penyimpangan perilaku (deviasi sosial) berat. Deviasi sosial merupakan perilaku tercela yang sudah tidak bisa ditoleransi masyarakat. Pelanggaran hukum serius, karena merenggut banyak korban jiwa.
Perilaku menyimpang itu disebabkan oleh sosialisasi yang tidak sempurna. Dalam keluarga yang dirundung perceraian, anak-anak mengalami kesulitan membatinkan nilai-nilai dan norma-norma sosial akibat krisis keteladanan orang tua. Sosialisasi tidak sempurna menghasilkan anak-anak dengan kepribadian bermasalah yang gemar berperilaku menyimpang. Sebagai kompensasi atas ketidakmampuan orang tua menjadi suri teladan, biasanya anak-anak diumbar dengan fasilitas dan kemewahan.
Perilaku menyimpang bisa juga bersumber dari pergaulan berbeda. Penyimpangan dipelajari pelaku melalui proses alih budaya menyimpang (deviance sub-culture). Sudah menjadi pengetahuan umum, remaja dari kalangan menengah-atas hidup permisif, serba bebas dan serba boleh. Usia SMP sudah diperbolehkan mengemudi mobil, termasuk mendapatkan SIM dengan menembak. Inilah sub-kebudayaan menyimpang yang dipelajari kaum remaja dari keluarga tajir.
Padahal anak-anak SMP masih berada dalam tahap meniru dan bermain peran. Secara psikologis, mereka belum memiliki kematangan emosional untuk mengambil peran beneran sebagai seorang pengemudi profesional. Orang tua cenderung memperlakukan anak-anak sebagai fotokopi mereka. Kurang ada kesadaran dari orang tua bahwa anak-anak mereka yang masih remaja belum dewasa secara mental. Dengan demikian, semestinya ia tidak bisa dibiarkan begitu saja melenggang di jalan tol dengan mobil berkecepatan maksimum.
Perilaku menyimpang yang dilakukan seorang remaja yang menyetir ugal-ugalan di jalan tol itu adalah akibat. Sosialisasi yang tidak sempurna dalam keluarga dan proses alih budaya menyimpang itu adalah sebab. Keluarga dan teman sebaya (peer group) dengan demikian menyumbang peran besar dalam membentuk kepribadi­an remaja-sebagai konformis yang berperilaku sejalan dengan norma maupun devian yang menegasikan norma.
Deviasi sosial terjadi sebagai akibat tidak terelakkan dari adanya ketidakteraturan. Bencana di jalan tol bermula dari perilaku-perilaku menyimpang berskala kecil (broken window) yang terjadi di rumah dan di sekolah yang didiamkan orang tua atau guru. Seperti mengabaikan nasihat orang tua dan bolos sekolah. Perilaku vandalisme, menurut teori broken window, jika didiamkan pasti mengundang aksi corat-coret dan keonaran yang lebih masif, bukan? Penyimpangan primer yang didiamkan menimbulkan kesan ketidakpedulian. Seorang remaja yang sering bolos sekolah dan terus dimanja serta difasilitasi kemewahan, kelak ia pasti mendatangkan kesulitan bagi banyak orang. Tabrakan maut di Jagorawi terjadi sebagai akumulasi pembiaran penyimpangan primer.
Sudah menjadi salah kaprah umum bahwa seorang filantropis itu orang yang mendermakan banyak uang dan harta. Padahal filantropis berasal dari dua kata Yunani, philos (penuh cinta) dan anthropos (manusia). Orang yang berkelimpahan cinta. Setiap orang bisa menjadi filantropis tanpa kecuali orang tua. Remaja zaman sekarang hidup di era paradoksal. Bergelimang fasilitas tapi kering kerontang spiritualitas. Berkelimpahan materi tapi busung lapar rohani. Inilah manfaat limpahan cinta orang tua filantropis. Di dunia yang beritanya didominasi kekacauan yang mengerdilkan hati, kaum remaja tetap bisa merasa beruntung karena setiap hari penuh perhatian orang tua. 
Di masa ketika banyak terjadi skandal dan pelanggaran etika, kaum remaja tetap bisa merasa beruntung karena memiliki orang tua yang punya integritas. Di zaman ketika kejahatan, perang, bencana alam, dan penyakit merajalela, anak-anak masih bisa beruntung merasakan pengorbanan orang tua dan kelemahlembutan cinta yang merawat. 

Di era yang ditandai kedudukan orang tua serta ikatan keluarga tengah dirundung cobaan dahsyat, anak-anak tetap merasa beruntung karena memiliki orang tua berbudi pekerti luhur. Di kala kaum muda dibombardir pelbagai paham negatif dan dilema sosial sensitif, mereka tetap merasa beruntung memiliki orang tua penuh dedikasi. Dengan demikian, kasus BMW maut anak menteri dan Lancer maut anak musikus bisa dicegah dengan pola asuh keluarga filantropis. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar