|
Memberikan hadiah mobil BMW, Jaguar, dan Lancer bagi
anak-anak di bawah umur bukan limpahan kebaikan hati, melainkan rakitan bom
waktu.
"Jangan biarkan orang datang
menemuimu jika saat dia pergi
tidak menjadi lebih baik dan bahagia."
- Bunda Teresa
menemuimu jika saat dia pergi
tidak menjadi lebih baik dan bahagia."
- Bunda Teresa
Sepasang suami-istri berkebangsaan Amerika bersama
keluarganya berlibur di Italia. Liburan itu berubah menjadi petaka karena salah
satu anaknya menjadi korban aksi penembakan penjahat brutal. Alih-alih berlarat
dalam duka, kedua orang itu mendonorkan liver anaknya untuk seorang anak Italia
yang sedang sekarat digerogoti sirosis.
Pengidap kanker hati itu akhirnya selamat. Bapak-ibu murah hati ini menjadi
inspirasi masyarakat di seluruh dunia. Banyak orang tergerak dan mengulurkan
bantuan bagi yayasan yang berdiri berkat ayah-ibu dermawan itu.
Al Gore menjadi pejuang lingkungan hidup gara-gara anaknya
tertabrak mobil. Mantan Wakil Presiden Amerika Serikat itu menjadi tokoh
anti-pemanasan global karena kecelakaan maut yang merenggut nyawa anaknya.
Kecelakaan itu tidak perlu terjadi bila, menjelang prahara, si bapak sigap
mencegah anak menyeberang jalan. Kejadiannya spontan saat keluarga Al Gore
sedang berlibur. Analoginya setali tiga uang dengan global warming. Pemanasan global tidak perlu terjadi bila bangsa AS
tidak teledor. Bayangkan, 5 persen penduduk AS menyumbang 25 persen emisi gas
buangan.
Al Gore dan turis murah hati itu preseden bagus bagi Ahmad
Dani. Memberikan hadiah mobil BMW, Jaguar, dan Lancer bagi anak-anak di bawah
umur bukan limpahan kebaikan hati, melainkan rakitan bom waktu. Tabrakan maut
di Jagorawi, yang melibatkan AQJ, anak bungsu musikus masyhur itu, masuk
kategori penyimpangan perilaku (deviasi sosial) berat. Deviasi sosial merupakan
perilaku tercela yang sudah tidak bisa ditoleransi masyarakat. Pelanggaran
hukum serius, karena merenggut banyak korban jiwa.
Perilaku menyimpang itu disebabkan oleh sosialisasi yang
tidak sempurna. Dalam keluarga yang dirundung perceraian, anak-anak mengalami
kesulitan membatinkan nilai-nilai dan norma-norma sosial akibat krisis
keteladanan orang tua. Sosialisasi tidak sempurna menghasilkan anak-anak dengan
kepribadian bermasalah yang gemar berperilaku menyimpang. Sebagai kompensasi
atas ketidakmampuan orang tua menjadi suri teladan, biasanya anak-anak diumbar
dengan fasilitas dan kemewahan.
Perilaku menyimpang bisa juga bersumber dari pergaulan
berbeda. Penyimpangan dipelajari pelaku melalui proses alih budaya menyimpang (deviance sub-culture). Sudah menjadi
pengetahuan umum, remaja dari kalangan menengah-atas hidup permisif, serba
bebas dan serba boleh. Usia SMP sudah diperbolehkan mengemudi mobil, termasuk
mendapatkan SIM dengan menembak. Inilah sub-kebudayaan menyimpang yang
dipelajari kaum remaja dari keluarga tajir.
Padahal anak-anak SMP masih berada dalam tahap meniru dan
bermain peran. Secara psikologis, mereka belum memiliki kematangan emosional
untuk mengambil peran beneran sebagai seorang pengemudi profesional. Orang tua
cenderung memperlakukan anak-anak sebagai fotokopi mereka. Kurang ada kesadaran
dari orang tua bahwa anak-anak mereka yang masih remaja belum dewasa secara
mental. Dengan demikian, semestinya ia tidak bisa dibiarkan begitu saja
melenggang di jalan tol dengan mobil berkecepatan maksimum.
Perilaku menyimpang yang dilakukan seorang remaja yang
menyetir ugal-ugalan di jalan tol itu adalah akibat. Sosialisasi yang tidak
sempurna dalam keluarga dan proses alih budaya menyimpang itu adalah sebab.
Keluarga dan teman sebaya (peer group)
dengan demikian menyumbang peran besar dalam membentuk kepribadian
remaja-sebagai konformis yang berperilaku sejalan dengan norma maupun devian
yang menegasikan norma.
Deviasi sosial terjadi sebagai akibat tidak terelakkan dari
adanya ketidakteraturan. Bencana di jalan tol bermula dari perilaku-perilaku
menyimpang berskala kecil (broken window)
yang terjadi di rumah dan di sekolah yang didiamkan orang tua atau guru.
Seperti mengabaikan nasihat orang tua dan bolos sekolah. Perilaku vandalisme,
menurut teori broken window, jika
didiamkan pasti mengundang aksi corat-coret dan keonaran yang lebih masif,
bukan? Penyimpangan primer yang didiamkan menimbulkan kesan ketidakpedulian.
Seorang remaja yang sering bolos sekolah dan terus dimanja serta difasilitasi
kemewahan, kelak ia pasti mendatangkan kesulitan bagi banyak orang. Tabrakan
maut di Jagorawi terjadi sebagai akumulasi pembiaran penyimpangan primer.
Sudah menjadi salah kaprah umum bahwa seorang filantropis
itu orang yang mendermakan banyak uang dan harta. Padahal filantropis berasal
dari dua kata Yunani, philos (penuh
cinta) dan anthropos (manusia). Orang
yang berkelimpahan cinta. Setiap orang bisa menjadi filantropis tanpa kecuali
orang tua. Remaja zaman sekarang hidup di era paradoksal. Bergelimang fasilitas
tapi kering kerontang spiritualitas. Berkelimpahan materi tapi busung lapar
rohani. Inilah manfaat limpahan cinta orang tua filantropis. Di dunia yang
beritanya didominasi kekacauan yang mengerdilkan hati, kaum remaja tetap bisa
merasa beruntung karena setiap hari penuh perhatian orang tua.
Di masa ketika banyak terjadi skandal dan pelanggaran
etika, kaum remaja tetap bisa merasa beruntung karena memiliki orang tua yang
punya integritas. Di zaman ketika kejahatan, perang, bencana alam, dan penyakit
merajalela, anak-anak masih bisa beruntung merasakan pengorbanan orang tua dan
kelemahlembutan cinta yang merawat.
Di era yang ditandai kedudukan orang tua serta ikatan
keluarga tengah dirundung cobaan dahsyat, anak-anak tetap merasa beruntung
karena memiliki orang tua berbudi pekerti luhur. Di kala kaum muda dibombardir
pelbagai paham negatif dan dilema sosial sensitif, mereka tetap merasa
beruntung memiliki orang tua penuh dedikasi. Dengan demikian, kasus BMW maut
anak menteri dan Lancer maut anak musikus bisa dicegah dengan pola asuh
keluarga filantropis. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar