Rabu, 04 September 2013

Memenangkan Masa Depan

Memenangkan Masa Depan
Ahan Syahrul A  Ketua PB HMI Periode 2013-2015,
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Indonesia
SINAR HARAPAN, 02 September 2013


Dentum perubahan adalah keniscayaan yang tak bisa dihalangi. Berbagai perubahan ide, wacana, pemikiran dan gagasan, hilir mudik, datang silih berganti.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong perubahan begitu dahsyat terjadi. Perubahan melintas dengan cepat. Siapa gagap, tak bisa membaca sinyal perubahan, maka selanjutnya siap-siap terlindas.

Dalam masyarakat informasi, perubahan besar dimulai sejak ditemukan mesin cetak oleh Gutenberg pada 1962. Implikasinya, industrialisasi media mengubah tata cara komunikasi.

Percepatan perubahan makin dahsyat begitu ditemukan internet. Dunia tak lagi menjadi seluas yang dibayangkan orang. Peristiwa di pojok dunia yang dulunya tidak pernah kita ketahui dengan relatif murah dapat kita jangkau.

Dunia yang Terlipat

Tak perlu berlayar mengarungi samudra bak Columbus untuk mengetahui perkembangan di seberang dunia. Cukup hanya surfing di internet, dunia dapat dilintasi dengan sekali klik Google. Jarak kemudian tak menjadi masalah yang berarti, aktivitas bisnis pun meningkat. Informasi melimpah ruah, walaupun banyak sampah.

Dunia telah menjadi datar tak lagi lonjong, Mc Luhan menyebutnya Global Village, desa kecil yang akses kejadiannya dapat kita monitor dengan lekas, akurat dan terjangkau. Nyaris tak ada yang dapat disembunyikan. Semua terhampar secara gamblang, terbuka dan serba-transparan.

Di era milenium ini, jarak, ruang dan waktu semakin dilipat dengan mekarnya jaring-jaring media sosial, seperti Youtube, Facebook, dan Twitter. Kemajuan ilmu pengetahuan bak pedang bermata dua. Di satu sisi, ia bak sihir Harry Potter yang mampu menyulap informasi menjadi sangat cepat terdistribusi. Kabar tersebar dengan cepat.

Tweet Daniel Tumiwa yang pertama kali berada di titik nol Hotel JW Marriott Jakarta menyadarkan kita akan pentingnya fungsi jejaring sosial untuk menyebarkan informasi dengan cepat dan akurat.
Tak jarang, media-media sosial berfungsi sebagai sarana untuk menggalang dukungan, solidaritas, menyuarakan kebenaran, hingga memberikan kabar duka. Selain itu, jejaring sosial mampu menggerakkan kekuatan serta menyebarkan kebaikan hingga memantik perubahan serta membingkai revolusi sosial.

Revolusi Mesir yang diprakarsai Wael Ghonim melalui status dalam akun Facebook-nya yang bertuliskan “We are all Khaled Said” telah menjadi sumber inspirasi demonstran.
Ditambah pula, tiga hesteg yang santer di Twitter #cairo, #25jan, dan #suez, masyarakat Mesir tergerak menumbangkan rezim otoriter Hosni Mubarak yang telah berkuasa 30 tahun. Realitas ini menunjukkan bagaimana pengaruh jejaring sosial mampu membalik keadaan suatu negeri.

Namun, tak jarang media sosial malah membikin susah dan kemudaratan. Kasus curhat Prita Mulyasari mengenai RS OMNI yang mengantarkannya berurusan dengan hukum jelas merupakan kabar yang tidak sedap dari kemajuan yang dibawa ilmu pengetahuan dan teknologi.

Bahkan, kemudaratan dari media sosial bisa dijadikan sarana untuk menjelek-jelekkan orang lain, memfitnah, menyebarkan berita bohong tanpa pertanggungjawaban. Akun @TrioMacan2000 merupakan salah satu bintang yang paling ditunggu tuitnya. Informasinya sering kali membuat merah telinga pejabat.

Media sosial kini bahkan menjadi perangkat utama yang jadi tren bagi perkembangan informasi. Informasi melimpah ruah bahkan yang sampah maupun yang emas. Diperlukan klarifikasi dan validitas terhadap informasi yang tergelar tanpa batas dan ruang sebelum membuat mata kesimpulan.

Generasi Turun Tangan

Menyibak berbagai tantangan perubahan, membutuhkan strategi jitu untuk menaklukkan. Oleh karena itu, tak cukup hanya perdebatan wacana dan ide kebangkitan bangsa bisa diperoleh. Kejayaan akan bisa dirasakan secara nyata ketika ide-ide besar yang berasal dari diskusi, perdebatan dan pergumulan-pergumulan wacana dikonversi menjadi aksi nyata.

Bangsa ini, sebagaimana dikatakan Anies Baswedan, membutuhkan generasi yang memiliki inisiatif. Generasi yang bergelut dalam ide dan melakukannya dalam aksi nyata. Tidak hanya berdebat dalam ruang diskusi, melainkan mengubahnya menjadi nilai tindakan.

Ide dan gagasan akhirnya tidak hanya bersarang di menara gading pengetahuan, tetapi membumi, menjadi aktivitas yang bermanfaat, inovatif dan memberikan aspek fungsional bagi masyarakat dan lingkungannya.

Gejala masa depan yang tampak terlihat, jelas memerlukan tangan terampil, manusia cerdas berkualitas, berkeahlian dan memiliki integritas. Generasi yang siap turun tangan. Generasi yang mau berkeringat demi kemajuan.

Hal ini mengingat peringatan Prof Dr Dorodjatun Kuntjoro-Jakti dalam buku Menerawang Indonesia, yang menyebut tahun 2014 sebagai titik cut off, di mana peranan generasi abad 20 akan digantikan dengan generasi baru.

Generasi muda, generasi yang paling menentukan dalam babakan kehidupan berbangsa dan bernegara. Pasalnya, sekitar 50 juta pemilih dalam pemilu mendatang adalah anak-anak muda. Para pemilih pemula.
Untuk itulah, cakrawala pengetahuan, wawasan, imajinasi anak-anak muda harus ditatar untuk merebut masa depan. Tentunya, masa depan yang jaya bisa berada di genggaman ketika sumber daya manusia (SDM) bangsa terus ditingkatkan, dikembangkan, dimaksimalkan terutama generasi produktif yang akan berada di puncak piramida penduduk. Komponen SDM yang berkualitas akan memegang peranan sangat menentukan dalam menghadapi persaingan global.

Tanpa SDM yang mumpuni, bangsa Indonesia hanya akan terkatung-katung dalam kancah persaingan bebas. Hanya dijadikan penonton dalam pertarungan. Menjadi kuli bagi kemajuan bangsa-bangsa yang secara kualitas SDM lebih tinggi, lebih ahli dan kompeten.

Apalagi mengingat besarnya kuantitas penduduk Indonesia. Tanpa SDM yang memadai, Indonesia hanya dijadikan pasar bagi barang-barang produksi negara lain. Persaingan global membutuhkan kualitas manusia unggul, manusia tercerahkan. ●  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar