Rabu, 04 September 2013

Konsumsi dalam Pertumbuhan

Konsumsi dalam Pertumbuhan
Rostamaji Korniawan  Bekerja sebagai Staf Pemerintahan
di Bagian Manajemen Opini Publik
SUARA KARYA, 03 September 2013


Konsumsi menjadi unsur yang paling menentukan dalam mengukur pendapatan nasional bruto dan pertumbuhan ekonomi. Dari tahun ke tahun, konsumsi masih menjadi key indicators dalam merumuskan asumsi dan kinerja makro ekonomi sebuah negara. Pada dasarnya konsumsi lebih banyak didominasi oleh pengeluaran rumah tangga, sehingga hal itu menjadi incaran setiap pelaku ekonomi, tidak terkecuali pemerintah sebagai pengelola kebijakan ekonomi nasional.

Bahkan, beberapa waktu yang lalu seorang menteri memberikan semangat kepada masyarakat melalui anekdot dari sebuah pepatah di mana konsumsi akan menjadikan masyarakat lebih kaya. Bagi sebagian masyarakat yang berpendapatan kelas menengah ke bawah, hal itu bukan merupakan sebuah pilihan yang harus dilakukan mengingat keterbatasan pendapatan mereka. Namun, ada kalanya masyarakat dari status sosial tersebut melakukan konsumsi secara berlebihan akibat dorongan life style di sekitarnya yang sebenarnya tidak sepadan dengan status mereka.

Di lain pihak, konsumsi yang dilakukan oleh masyarakat kelas atas juga turut memberikan kontribusi bagi pertumbuhan konsumsi di Tanah Air. Hanya saja, konsumsi masyarakat tersebut tidak sebanyak masyarakat berpendapatan kelas menengah ke bawah. Perbedaan jumlah konsumsi antara dua kelas masyarakat tersebut menjadi motivasi bagi para pelaku ekonomi untuk memasarkan komoditas dagangannya agar terjangkau bagi mereka masing-masing.

Berdasarkan data BPS, konsumsi masyarakat Indonesia tahun 1999 masih didominasi oleh konsumsi bahan makanan (62.9%). Padi-padian atau beras merupakan bahan makanan utama yang menjadi komoditas paling tinggi dalam pengeluaran rumah tangga (16.8%). Dua belas tahun kemudian, tepatnya 2011, pola konsumsi masyarakat telah bergeser di mana konsumsi bahan non-pangan lebih mendominasi dibandingkan dengan konsumsi bahan pangan (52.3%). Dari jumlah itu, 19.9% di antaranya dikonsumsi untuk membeli kebutuhan perumahan dan fasilitas rumah tangga.

Kebutuhan tempat tinggal tampaknya mempengaruhi perubahan life style seseorang sehingga pemenuhan kebutuhan primer yang satu ini telah mengungkap identitas kehidupan mereka sendiri. Kebutuhan perumahan saat ini bukan hanya memenuhi kebutuhan primer. Keterlibatan pengetahuan, teknologi, lingkungan, turut membangun karakteristik konsumsi masyarakat. Pergeseran kecenderungan ini memperlihatkan bahwa komoditas non pangan, selain kebutuhan perumahan dan rumah tangga, tampaknya bisa menjadi komsumsi potensial yang akan merubah kecenderungan life style masyarakat Indonesia.

Konsumsi Terarah

Porsi konsumsi yang cukup besar dalam segmen produk nasional bruto menunjukkan bahwa konsumsi masih merupakan pemain yang krusial. Karena itu, kebijakan pemerintah pun mendorong masyarakat untuk mengkonsumsi pendapatannya. Perkembangan konsumsi dan kebijakan pemerintah yang mendorong masyarakat untuk memperbesar konsumsi setidaknya harus mengarahkan masyarakat pada pola konsumsi terarah, yang terencana dan strategis.

Konsumsi tidak seharusnya dilakukan tanpa perhitungan, sebab apabila konsumsi dilakukan tanpa memperhatikan kebutuhan prioritas akan membuat sebuah lubang jebakan bagi kelangsungan ekonomi rumah tangga itu sendiri. Masyarakat pada dasarnya telah memahami konsep konsumsi terarah dalam hal ini. Namun, sebagian masyarakat masih terkungkung dengan hasrat yang lebih besar daripada kemampuan dalam merealisasikan kebutuhan maupun hasratnya tersebut.

Konsumsi terarah di sini tidak bermaksud untuk menghambat laju pertumbuhan ekonomi yang ingin dicapai, tetapi kami mencoba mengarahkan masyarakat untuk memilih dan memutuskan sebuah tindakan yang rasional. Namun, apabila masyarakat memiliki perspektif yang berbeda terhadap pernyataan tersebut, konsumsi bisa berjalan lambat akibat sikap kritis konsumen dan kemampuan daya beli masyarakat yang menurun.

Penilaian kapabilitas konsumen dalam membelanjakan pendapatannya sangatlah wajar karena konsumen ataupun masyarakat tidak memiliki tingkat kemampuan daya beli yang sama. Kelambatan tersebut tentunya akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional.

Namun demikian, masyarakat tetap dapat berpartisipasi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan melakukan pendekatan konsumsi yang bermanfaat (useful consumption). Maksudnya, konsumsi yang memiliki nilai tambah bagi tumbuh kembangnya ekonomi rumah tangga. Apalagi, masyarakat mempunyai strategic power untuk melakukan reselling point dari konsumsi yang telah mereka lakukan. 
Maka, multiplier effect dari konsumsi akan memberikan kontribusi yang positif bagi peningkatan ekonomi.

Sudah saatnya konsumsi tidak hanya menjadi satu-satunya alat untuk menentukan arah kebijakan ekonomi makro. Pemerintah seharusnya melihat indikator lainnya dalam memberikan penilaian ekonomi. Pertumbuhan ekonomi sudah menjadi mindset yang tidak terpisahkan dalam melihat pengelolaan ekonomi sebuah bangsa. Apabila indikator ekonomi lainnya dapat disepakati bersama, maka konsumsi sebagai salah satu penggerak pertumbuhan ekonomi akan bisa merenggangkan dirinya sejenak dari tekanan yang menuntut konsumsi yang berlebihan.

Para pelaku usaha melihat pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi pada suatu negara merupakan petunjuk bahwa negara tersebut sangat menjanjikan. Apabila pertumbuhan ekonomi dapat disandingkan dengan indikator lainnya sebagai penilaian kinerja ekonomi maka para pelaku usaha dapat mempercayakan indikator ekonomi lainnya tersebut untuk menjadi bahan analisa dalam merealisasikan usaha mereka, sebagai contoh indeks agregat kepuasan konsumen. ●  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar