Senin, 09 September 2013

Jangan Salah Kelola Ekonomi

Jangan Salah Kelola Ekonomi
Pande Radja Silalahi ;   Peneliti Senior CSIS
SUARA KARYA, 09 September 2013


Dengan perkembangan gejolak harga produk pertanian yang terjadi belakangan ini, sudah saatnya dipertanyakan apakah ukuran "nilai tukar" petani yang selama ini digunakan masih dapat dipertahankan.
Setelah mengkaji lebih dalam, mungkin tidak salah untuk menyatakan bahwa manfaat kenaikan harga produk-produk pertanian dan khususnya bahan makanan menjelang hari-hari penting nasional (seperti di bulan puasa, Natal, dan tahun baru) sebagian terbesar dinikmati oleh para pedagang tertentu dan spekulan dan bukannya para petani.

Berbagai hasil studi menunjukkan perbaikan infrastruktur ekonomi seperti jalan, jembatan, alat pengangkutan, tenaga listrik, selain memberi kontribusi pada pertumbuhan ekonomi, ternyata dapat memengaruhi distribusi pendapatan masyarakat. Dewasa ini pemerintah memang sedang berusaha keras untuk membangun infrastruktur dan untuk ini mengajak pihak swasta untuk mengambil bagian.

Terkait dengan ini, perlu diingatkan kembali bahwa keterlibatan pihak swasta seyogianya jangan sampai meniadakan manfaat sebenarnya dari pembangunan infrastruktur yang dimaksudkan. Kalau pembangunan infrastruktur utamanya dimaksudkan untuk tujuan pemerataan, maka pemerintah diharapkan tetap konsisten dan tetap meyakini bahwa pihak swasta dengan rela akan turut terlibat manakala pekerjaan itu adalah pilihan yang menguntungkan juga bagi mereka.

Kenaikan harga yang terjadi mulai bulan Juni lalu menyebabkan masyarakat menjerit dan menuding kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM merupakan biang keladi. Tudingan bahwa pemerintah "bebal" tidak terhindarkan, terutama karena penyesuaian harga BBM bersubsidi dilaksanakan pada waktu yang tidak tepat, yaitu menjelang puasa dan tahun ajaran baru. Padahal, sudah sejak dua tahun lalu para pemerhati atau pengamat telah berulang kali menyarankan agar pemerintah menaikkan harga BBM.

Kenaikan harga tidak terelakkan lagi mulai medio 2013 dengan inflasi total atau umum mencapai 1,03 persen, tetapi kenaikan harga makanan ternyata lebih tinggi dan mencapai 1,17 persen sehingga selama satu semester tahun 2013, bahan makanan telah mengalami kenaikan 7,19 persen. Pada bulan Juli, Agustus hingga September ini, harga bahan makanan, makanan jadi, dan minuman pun tetap membubung.

Perkembangan ini tentu saja akan terasa sangat menekan golongan masyarakat berpendapatan rendah. Di mana pun di dunia ini proporsi pengeluaran masyarakat golongan bawah untuk keperluan makanan sangat besar sehingga kenaikan harga bahan makanan dan makanan jadi akan sangat membebani.


Memasuki tahun politik dewasa ini, kemampuan Indonesia untuk mengelola ekonominya, termasuk mengelola inflasi agar tidak berakibat terlalu membebani masyarakat, sangat ditentukan oleh perilaku dari para pembuat keputusan dan elite masyarakat. Oleh karena itu, segala tindakan yang dapat memicu kenaikan harga berlebih sebaiknya diminimalisasi kalau tidak mungkin dihilangkan. ●  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar