Kamis, 05 September 2013

Indomie Made in Kazakhstan

Indomie Made in Kazakhstan
Zaenal A Budiyono  ;   Asisten Staf Khusus Presiden, Anggota Delegasi Kunjungan Kenegaraan Presiden RI ke Kazakhstan
KORAN TEMPO, 05 September 2013


Misi ekonomi menjadi fokus utama delegasi Indonesia dalam kunjungan kenegaraan ke Astana, Kazakhstan, 1-3 September 2013, di luar beberapa kerja sama bidang lain. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menekankan hal tersebut seusai bilateral meeting dengan Presiden Nursultan Nazarbayev di Istana Kepresidenan Ak-Orda, Astana. Sebagai negara anggota G-20, Indonesia tampaknya mulai menunjukkan "kekuatannya" dengan mendorong perusahaan-perusahaan nasional untuk berekspansi ke sejumlah kawasan. 
Di Kazakhstan, sebagaimana Memorandum of Understanding (MoU) di antara kedua belah pihak, perusahaan makanan sekelas PT Indofood Tbk, PT Pertamina (Persero), dan perusahaan ban nasional akan "mengibarkan" Merah Putih dengan aktivitas industri, dan mendorong volume ekspor ke kawasan Asia Tengah. Pengalaman Indonesia dalam industri mi instan yang sudah puluhan tahun mendorong Presiden Nazarbayev mengundang Indofood untuk masuk ke negara pecahan Uni Soviet tersebut.
Visi melihat keluar (outward-looking) memang terus ditekankan Presiden SBY kepada kalangan pengusaha nasional. Hal ini strategis, mengingat dalam sejarahnya tak ada perusahaan mapan dunia yang hanya eksis di negaranya sendiri. Sebut saja kampiun otomotif sekelas Toyota maupun BMW. Kedua merek tersebut seolah bisa kita temukan di berbagai penjuru dunia, tak hanya di Jepang dan Jerman. Indomie sejauh ini sudah menunjukkan kelasnya dengan kinerja ekspor ke sekitar 80 negara tujuan. 
Sebagaimana data Gabungan Perusahaan Makanan dan Minuman (Gapmmi), pada 2006 nilai ekspor mi instan Indonesia mencapai nilai US$ 36,5 juta. Angka itu melonjak menjadi US$ 95 juta pada 2009 dan melesat lagi ke level US$ 140 juta pada 2010. Namun membangun pabrik di negara lain menjadi lompatan penting untuk makin menguatkan brand Indonesia di dunia. Pilihan untuk berinvestasi di Kazakhstan juga terasa tepat, mengingat negara itu adalah salah satu penghasil utama gandum. Dengan demikian, akses Indomie terhadap bahan baku lebih mudah.
Akan halnya Pertamina, perusahaan minyak negara ini sejauh ini terus menunjukkan kinerja yang membanggakan. Pengakuan datang dari dunia, Juli 2013, saat untuk pertama kalinya Pertamina masuk daftar 500 perusahaan terbesar dunia versi majalah Fortune (Fortune Global 500). Seperti dirilis oleh majalah Fortune edisi Juli 2013, Pertamina menempati posisi ke-122, atau termasuk papan atas dari 500 perusahaan dunia lainnya. Pertamina sekaligus merupakan satu-satunya company dari Indonesia yang berhasil tercatat dalam daftar bergengsi ini. Di level ASEAN, prestasi Pertamina bahkan melebihi company Singapura, seperti Wilmar International, yang menduduki peringkat ke-224, dan Flextronics International di ranking ke-492.
Adapun untuk sektor industri ban, Indonesia memiliki sumber daya alam berupa karet yang cukup berlimpah. Dengan pertumbuhan ekonomi Kazakhstan yang cukup tinggi (9 persen per tahun) dan adanya opportunity berupa Rusia Economic Integrity, kita optimistis pabrik ban nasional mampu mengembangkan usahanya di sana. Secara akumulatif, investasi Indonesia yang tengah didiskusikan Presiden SBY dan Presiden Nazarbayev mencapai sekitar US$ 500 juta-US$ 1 miliar, atau lebih dari Rp10 triliun. Dengan nilai sebesar itu, Indonesia tak akan lagi dikenal sebagai "pengekspor" TKI dan bahan mentah saja, tetapi juga mengirim perusahaan-perusahaan ke berbagai belahan dunia. Imbasnya, diperkirakan volume perdagangan Indonesia-Kazakhstan akan menembus angka US$ 100 juta pada 2017. Hal ini diperkuat dengan peningkatan nilai perdagangan selama 5 tahun terakhir-2008 sampai dengan 2012-di mana volume perdagangan naik dua kali lipat dari US$ 34 juta menjadi US$ 64 juta.
Neraca perdagangan kedua negara pada 2012, merujuk pada data Kementerian Perdagangan, mencapai US$ 63,156 juta, atau meningkat 90,5 persen dibanding angka pada 2011. Ekspor utama Indonesia ke Kazakhstan terdiri atas alat percetakan, produk elektronik, tembakau, minyak kelapa sawit, dan suku cadang kendaraan. Sementara impor kita utamanya seng, besi, timbal halus, dan kapas. Potensi besar peningkatan kerja sama ekonomi kedua negara disadari betul, baik oleh Presiden SBY maupun Nazarbayev. Untuk itu, kedua belah pihak akan mengeluarkan policy yang bisa menjadi katalisator peningkatan perdagangan kedua belah pihak.
Dukungan penuh diberikan pemerintah Kazakhstan terkait dengan masuknya investor dari Indonesia. Presiden Nazarbayev berkomitmen akan membantu beroperasinya Indomie dan Pertamina di negara Asia Tengah tersebut. Nazarbayev juga melihat Indonesia sebagai negara penting dan berpengaruh di Asia Tenggara. Dengan demikian, menurut dia, sangat tepat meningkatkan kemitraan antara Jakarta dan Astana, khususnya di bidang ekonomi. Dan ini bukanlah pekerjaan semalam jadi, melainkan proses panjang yang dijajaki di antara kedua pemimpin negara. 
Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri Indonesia dan mitranya di Kazakhstan telah merampungkan persetujuan bebas visa diplomatik dan dinas antara Indonesia dan Kazakhstan. Persetujuan ini mulai diberlakukan sejak 26 Januari 2013. Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Astana juga aktif mendorong awareness kelas menengah Kazakhstan terhadap pariwisata Indonesia. Tahun lalu, KBRI mengadakan fam trip ke Bali yang diikuti travel operator, maskapai penerbangan Air Astana, dan sejumlah jurnalis Kazakhstan. Dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, diharapkan makin banyak wisatawan Kazakhstan yang berkunjung ke Indonesia di waktu-waktu mendatang. Ini merupakan langkah-langkah kreatif yang oleh Presiden SBY disebut sebagai people-to-people contact.
Dengan berbagai terobosan tersebut, kita harapkan di masa depan makin banyak pelaku bisnis Tanah Air yang bisa eksis dan berekspansi ke sejumlah kawasan. Maka, jangan heran kalau nanti ada mi instan buatan Indomie tapi made in Kazakhstan. Itu bukan sesuatu yang utopis. ●  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar