Senin, 09 September 2013

Dul, Masuk Penjara atau Kembali ke Ahmad Dhani?

Dul, Masuk Penjara atau Kembali ke Ahmad Dhani?
Prija Djatmika ;   Ketua Program Magister Ilmu Hukum Pascasarjana
FH Universitas Brawijaya, Malang
JAWA POS, 09 September 2013



ENAM nyawa orang melayang sia-sia Minggu dini hari kemarin (8/9). Ini terjadi karena mobil yang mereka tumpangi, Gran Max, ditabrak secara frontal dan keras dari arah berlawanan oleh mobil Mitsubishi Lancer B 80 SAL yang dikemudikan Ahmad Abdul Kodir Jaelani, putra bungsu musisi Ahmad Dhani, yang masih berusia 13 tahun. Selain enam orang tewas dalam kecelakaan di Tol Jagorawi Km 8 Jakarta itu, sembilan orang juga luka, termasuk Ahmad Abdul Kodir Jaelani alias Dul.

Polisi kini masih menyelidiki peristiwa kecelakaan lalu lintas yang mengenaskan itu. Selain memeriksa darah dan urine Dul, apakah menggunakan narkoba atau tidak saat mengemudi, juga memeriksa apakah Dul punya surat izin mengemudi atau tidak. "Kalau usianya masih 13 tahun, logikanya belum punya SIM," kata seorang petugas lantas sebagaimana dimuat di salah satu media online kemarin siang.

Seorang teman yang geram atas peristiwa kecelakaan itu menelepon saya dan mengatakan bapaknya saja - maksudnya musisi Ahmad Dhani- yang dihukum karena membiarkan atau membolehkan anaknya yang masih berusia 13 tahun mengemudikan mobil.

Tentu saja, kegeraman seperti itu boleh-boleh saja. Namun, dalam konteks hukum pidana, penanggung jawab pidana atas tindak pidana yang dilakukan individu (bukan perusahaan atau korporasi) ya pelakunya sendiri berdasar kesalahan (schuld) yang telah dia lakukan. Atau dikenal dengan pertanggungjawaban pidana berdasar kesalahan (liability base on fault).

Tanggung jawab pidana pengganti (vicarious liability) yang didasarkan pada tanggung jawab mutlak (strict liability atau liability without fault) hanya berlaku untuk tindak pidana yang dilakukan oleh perusahaan, seperti pencemaran atau penggelapan pajak. Direktur utama perusahaan meski tidak ikut melakukan kejahatan itu wajib ikut bertanggung jawab secara pidana karena tanggung jawab hukum berdasar jabatannya.

Namun, Ahmad Dhani tidak berarti bisa lepas tangan begitu saja. Secara perdata (tanggung jawab perdata), dia tetap bertanggung jawab atas kerugian dan ganti rugi, juga kompensasi kepada korban atas terjadinya tindak pidana yang dilakukan oleh anaknya, yang masih di bawah umur dan masih menjadi tanggung jawabnya secara keperdataan.

Secara tanggung jawab pidana, si Dul sendirilah yang harus menanggung. Dalam hukum pidana kita, ada dua sistem sanksi, yang lazim dikenal sebagai double track system, yakni sanksi pidana (straft, punishment) yang bersifat penderitaan dan tindakan tata tertib (maatregel, treatment) yang secara relatif lebih bermuatan pendidikan.

Terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak, yang dalam UU Sistem Peradilan Pidana Anak (UU No. 11 Th 2012) dirumuskan sebagai anak yang telah berusia 12 tahun tetapi belum berumur 18 tahun, seperti si Dul ini, pendekatan hukum pidana kita lebih pada tindakan atau treatment daripada penjatuhan sanksi pidana yang menderitakan.

Meski Dul telah menewaskan enam orang, secara hukum dia tidak boleh ditahan. Pasal 32 (2) UU Sistem Peradilan Anak mengatur penahanan terhadap anak hanya dapat dilakukan dengan syarat berikut: a. anak telah berumur 14 (empat belas) tahun atau lebih; dan b. diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 7 (tujuh) tahun.

Selain Dul masih berusia 13 tahun, tindak pidananya yang diatur dalam pasal 310 ayat 4 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yakni karena kelalaiannya (dalam mengemudikan kendaraan) mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 12.000.000.

Dul mungkin juga tidak akan masuk penjara karena prinsip utama sistem peradilan pidana anak mengutamakan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice), yakni keadilan yang mengembalikan keadaan kembali seperti semula sebelum kejahatan terjadi, yang berorientasi pada kebaikan bagi pelaku, korban, dan masyarakat, serta terciptanya keharmonisan dan kohesi sosial. Bukan keadilan retributif (retributive justice), yang esensinya adalah membalas kejahatan pelaku dengan penderitaan yang setimpal.

Proses diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan anak pelaku tindak pidana dan orang tua/walinya, korban dan/atau orang tua/walinya, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional berdasar pendekatan keadilan restoratif.

Kalau proses diversi ini berhasil, yakni ada kesepakatan para pihak di atas dengan menemukan formula win-win solution, proses penyidikannya berhenti. 

Sekarang terserah pada keluarga para korban yang ditabrak mobil yang dikemudikan Dul. Apakah mau diajak berunding dalam proses mediasi untuk merumuskan hasil kesepakatan diversi yang salah satu bentuknya bisa berupa perdamaian dengan atau tanpa ganti kerugian.

Kita tunggu saja perkembangannya. Menurut berita di media online, Ahmad Dhani siap membiayai semua biaya rumah sakit, pemakaman, dan biaya-biaya lain. Tetapi, kata seorang istri korban, pengembalian biaya berapa pun tidak akan mengembalikan suaminya hidup. Apakah mereka akan menuntut Dul masuk penjara anak? Hanya Tuhan yang tahu apa yang terjadi nanti. Pelajarannya, jangan membolehkan atau membiarkan anak kita di bawah umur mengemudi. ●  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar