|
PREDIKSI Editorial Media Indonesia (23/8) soal rencana
penyampaian hasil audit Hambalang oleh BPK ternyata benar. Ketua BPK Hadi
Poernomo disertai anggota BPK Ali Masykur Musa menyampaikan hasil audit kepada
Ketua DPR Marzuki Alie yang didampingi Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso.
Ada
beberapa hal menarik dari hasil audit tersebut, antara lain; pertama, soal
penyimpangan pengurusan sertifikat sebagai bukti hak atas tanah di areal
Hambalang tersebut; kedua, adanya penyimpangan soal program pembangunan Pusat
Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON); ketiga, adanya
penyimpangan proses pengadaan barang atau penyelenggaraan proses lelang;
keempat, penyimpangan dalam persetujuan rencana kegiatan dan anggaran
kementerian/lembaga (RKAKL) serta kontrak tahun jamak; kelima, penyimpangan
pelaksanaan proyek konstruksi yakni bangunan tidak bisa digunakan karena tidak
layak, serta; keenam, adanya penyimpangan pada saat mekanisme pembayaran dan
aliran dana yang diikuti akuntansi.
Selain
enam penyimpangan tersebut, dugaan tersangkutnya 15 anggota Komisi X DPR dalam
hasil audit BPK jilid II tersebut tentunya membuat publik tercengang. Hal itu
melibatkan sebuah komisi yang membidangi pemuda dan olahraga yang disebut-sebut
ikut mengetahui dan menyetujui perubahan bujet pembangunan megaproyek yang
direncanakan menelan biaya Rp 2,5 triliun tersebut. Yang tidak kalah menantang
ialah ditemukannya potensi kerugian negara sebesar Rp 463,66 miliar. Nilai itu
dihitung dari selisih Rp 471,707 miliar setelah dikurangi dari anggaran yang tersisa
di kerja sama operasional (KSO) Adhi Karya dan Wijaya Karya sebesar Rp 7
miliar. Hasil itu dapat dipakai sebagai pegangan ataupun rujukan bahwa benar
telah terjadi kerugian negara secara sistematis dan masif, baik oleh para
pelaku maupun sistem pembobolan uang negara tersebut.
Di
samping itu, masih ada potensi penyimpangan, di antaranya indikasi penyimpangan
perundang-undangan seperti UU Lingkungan Hidup, peraturan presiden (perpres)
yang berkait dengan pengadaan barang dan jasa pemerintah (yang sekarang diatur
dalam Perpres 70 Tahun 2012), dan peraturan yang berkait dengan penataan tata
ruang dan wilayah. Dalam laporan audit tahap I itu juga ditemukan adanya pe
nyalahgunaan kewenangan yang dilakukan berbagai pihak secara masif dan
terstruktur dari Kementerian Keuangan, d Kemenpora, panitia pengadaan K barang
dan jasa pemerintah, pejabat pertanahan, serta anggota legislatif dan pihak
swasta pelaku usaha yang secara bersama-sama atau sendiri-sendiri, dan secara
legal tidaklah gampang ditelusuri.
Silang pendapat
Dalam
menanggapi hasil audit tersebut, Komisi X memutuskan untuk mengirimkan surat
agar pimpinan DPR mengadakan pertemuan konsultasi dengan BPK guna
mengklarifikasi informasi penyebutan nama 15 anggota Komisi X dari laporan
audit BPK. Anggota Komisi X I Wayan Koster menyatakan, dalam audit BPK yang
diserahkan ke DPR, tidak ditemukan adanya dugaan keterlibatan 15 rekannya dalam
memuluskan proyek Hambalang.
Ketua
BPK, dalam rilisnya (30/8), menyatakan pada Laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK
tidak disebutkan nama-nama oknum anggota DPR yang diduga terlibat kasus
Hambalang. Namanama oknum wakil rakyat yang terlibat kasus tersebut tercantum
di kertas kerja lapangan (KKL) yang bisa diminta aparat penegak hukum. Dalam
KKL akan diketahui semuanya, siapa melakukan apa, dan KKL memang tidak
diberikan kepada DPR.
Terdapat
perbedaan pada pernyataan anggota Komisi X dan Ketua BPK tersebut jika
dibandingkan dengan informasi hasil audit yang dikutip banyak media massa, saat
Hadi Poernomo menyerahkan hasil audit II ke DPR. Terlebih bila mengutip apa
yang disampaikan Muhammad Nazaruddin selepas diperiksa KPK (29/8), yang
menyatakan dalam salinan audit Hambalang II disebutkan ada 15 anggota DPR yang
terlibat proyek Hambalang. Keterlibatan mereka diduga dalam pengaturan dan
pelaksanaan penganggaran untuk proyek pembangunan sarana dan prasarana P3SON.
Pernyataan terpidana suap Wisma Atlet SEA Games tersebut juga menyebut
nama-nama anggota Komisi X. Di samping itu, Nazaruddin menyatakan proses
pengaturan terjadi pada proyek-proyek lainnya.
Pernyataan
mantan Bendahara Umum Partai Demokrat tersebut seolah mengingatkan kepada kita
apa yang pernah ia sampaikan sete lah diperiksa KPK, Rabu (31/7), yang
mengatakan setidaktidaknya ada 11 proyek yang menyeret anggota DPR.
Sejumlah
proyek yang disebutkan Nazaruddin antara lain proyek pengadaan kartu tanda
penduduk elektronik (e-KTP), pesawat Merpati MA-60, dan proyek-proyek
pembangunan gedung-gedung institusi pemerintah. Pada bagian lain, Nazaruddin
juga mengungkapkan akan membuka kasus penunjukan langsung proyek gedung MK
(Mahkamah Konstitusi), gedung diklat (pendidikan dan pelatihan) MK, juga proyek
pembangunan gedung pajak yang juga dibagi-bagi fee-nya. Walaupun cukup banyak apa yang disampaikan mantan orang
dekat Anas Urbaningrum itu, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menganggap
dokumen Nazaruddin soal 11 proyek yang melibatkan anggota DPR tersebut tidak
lengkap dan tidak rinci.
Memang
harus diakui, cukup banyak ragam penilaian publik atas pernyataan Nazaruddin
tersebut. Publik masih belum lupa bagaimana sejak awal dengan begitu yakinnya
Nazaruddin bahwa Anas Urbaningrum mantan Ketua Umum Partai Demokrat--juga
terlibat dalam kasus Hambalang. Pada waktu itu, publik kurang percaya atas
pernyataan tersebut. Seakan mengulangi kebingungan kala itu, kini penilaian pub
lik atas beberapa pernyataan Nazarruddin pun beragam.
Ada yang meyakini kata-kata itu benar, setengah yakin, setengah tidak yakin,
serta sama sekali tidak yakin. Namun,
harus diingat bahwa sebagai mantan orang yang dipercaya dan kuat di Partai
Demokrat, serta sebagai mantan anggota DPR, dia tahu benar hitam putihnya
politik dan perilaku politisi Senayan. Amat naif bila KPK sebagai aparat
penegak hukum yang dianggap sangat kredibel selalu bertumpu pada alasan kurang
lengkap dan tidak rinci datanya. Sudah saatnya KPK melakukan
terobosan-terobosan dengan mempertimbangkan suatu ungkapan walau sapu itu
kotor, dapat digunakan untuk mem bersihkan rumah agar bersih. Penulis
berpendapat untuk menentukan benar-tidaknya atau terkait-tidaknya pihak yang
disebut-sebut dalam hasil audit Hambalang II tersebut, nantinya akan tunggu
episode berikutnya dalam sebuah panggung pertunjukan pengadilan yang transparan
dan akuntabel.
Menunggu apa lagi?
Setelah
selesai menyampaikan hasil audit kepada DPR, BPK menyerahkan hasil audit
tersebut kepada Ketua KPK Abraham M Samad. Dalam pemahaman penulis, apa yang
dilakukan Ketua BPK seolah-olah ingin menjelaskan bahwa BPK mewakili dan
menyuarakan keinginan rakyat Indonesia mendorong KPK segera menuntaskan skandal
Hambalang. Dalam menangani kasus Hambalang, KPK seolah-olah jalan di tempat
jika dibandingkan dengan kasus-kasus besar yang menyeruak secara nasional
periode 2011-2013. Sebut saja kasus impor daging sapi yang melibatkan mantan
Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq atau kasus proyek
pembangunan gedung PON di Riau yang melibatkan Gubernur Riau Rusli Zainal dari
Partai Golongan Karya.
Dalam
dua kasus tersebut, KPK melakukan langkah sangat cepat dan segera bergegas
seolah-olah ingin mewujudkan suatu tujuan kekuasaan kehakiman di Indonesia,
yakni peradilan yang cepat, sederhana, dan berbiaya murah.
Dengan
kondisi demikian, seolah ada pembenaran atas kinerja KPK yang baru melakukan
`tindakan represif' dengan menahan Deddy Kusdinar dan Wafid Muharam. KPK
melakukan soft law diplomation
terhadap keduanya yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Barulah kemudian
mantan Menpora Andi Alifian Mallarangeng yang juga mantan Sekretaris Dewan
Pembina Partai Demokrat ditetapkan sebagai tersangka (6 Desember 2012) dan Anas
pada 22 Februari 2013.
Seolah
KPK lamban serta enggan menindaklanjuti dengan due process of law Andi dan Anas dengan berbagai dalih, antara
lain, belum dapat menentukan berapa besar kerugian negara yang riil. Kini,
Ketua BPK sudah menyodorkan amunisi dan peluru baru kepada KPK bahwa sebenarnya
telah terjadi potensi kerugian negara secara nyata. Publik kini menunggu
realisasi ucapan Abraham M Samad setelah menerima hasil audit Hambalang jilid
II untuk segera menindaklanjuti kasus tersebut. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar