Rabu, 23 Januari 2013

Menimbang Kembali Kredit Mahasiswa


Menimbang Kembali Kredit Mahasiswa
Widigdo Sukarman & Paul Sutaryono ;  Berturut-turut Bankir Senior                      dan Pengamat Perbankan
SINDO, 23 Januari 2013



Pemerintah sedang mencari model kredit atau pinjaman tanpa bunga bagi mahasiswa yang tidak mampu. Hal ini sesuai UU Perguruan Tinggi Tahun 2012. 

Hanya, hingga kini belum ditemukan bentuk dan mekanisme yang ideal. Pada 1982, pemerintah mempunyai program kredit mahasiswa Indonesia (KMI). Oleh Bank Indonesia (BI), KMI diluncurkan sebagai kredit likuiditas kepada Bank Negara Indonesia 1946 yang kini PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk alias BNI sebagai satusatunya bank penyalur KMI. KMI diberikan kepada mahasiswa yang perkasa secara akademis, tetapi lemah secara ekonomis. 

Ketika mahasiswa telah lulus sarjana dan bekerja, mahasiswa wajib mengembalikan KMI. Namun banyak KMI macet. Mengapa? Karena mahasiswa tidak membayar KMI, padahal bank terus menyimpan ijazah mahasiswa sebagai jaminan sampai akhir zaman. Sebab lainnya, karena ada perusahaan yang tidak mensyaratkan penyerahan asli ijazah sarjana. Apakah kredit mahasiswa hanya adadiIndonesia? O, tidak. Kredit mahasiswa juga ada di negara tetangga. 

Sebut saja, Australia, China, Hong Kong, India, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand (Maureen Woodhall, 1991). Studi itu menunjukkan bahwa paling tidak terdapat empat alasan pemberian kredit mahasiswa. Pertama, terbatasnya anggaran publik. Artinya, pemerintah mencari aneka cara untuk meningkatkan kontribusi swasta terhadap perguruan tinggi. Kedua, mengubah prioritas pendidikan yang mengakibatkan pemerintah mau memberikan prioritas lebih tinggi pada pendidikan tinggi dan mencoba meningkatkan pengembalian biaya. 

Ketiga, berupaya untuk mendorong efisiensi perguruan tinggi. Keempat, mendorong kesadaran bahwa pemberian kredit mahasiswa lebih patut daripada sistem bantuan lunak (grants), beasiswa, dan bebas biaya yang dibiayai dari pendapatan pemerintah. Lebih lanjut studi itu menegaskan bahwa ternyata tingkat pengembalian kredit (repayment rate) mahasiswa di India dan beberapa negara lain tampak rendah. Sebaliknya, tingkat pengembalian kredit mahasiswa di Hong Kong, Jepang, dan Singapura tercatat sangat memuaskan. Kini yang menjadi perhatian utama bagi banyak negara adalah bagaimana kiat untuk menurunkan gagal bayar (default) kredit mahasiswa.

Aneka Kiat 

Bagaimanakah kiat untuk menekan kredit macet KMI? Pertama, meningkatkan kesadaran mahasiswa akan kredit. Bank nasional perlu turun ke kampus untuk mengadakan sosialisasi KMI. Sosialisasi itu bertujuan menggenjot tingkat kesadaran mahasiswa akan manfaat dan pentingnya KMI. KMI itu bukan bantuan gratis, melainkan kredit yang wajib dikembalikan pada saatnya. 

Perlu ditegaskan pula bahwa pemerintah ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi lebih tinggi melalui industrialisasi dan diversifikasi sehingga membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Karena itu, perguruan tinggi sangat diharapkan dapat mengisi kebutuhan itu dengan menyediakan lulusan sarjana yang unggul. Peningkatan kesadaran ini sebagai upaya mitigasi risiko kredit macet (non performing loan/NPL). Kedua, melibatkan bank swasta.

Perlu ditekankan bahwa KMI harus dilihat sebagai upaya nasional untuk mencetak sarjana berkualitas tinggi. Ringkas tutur, hal itu bukan hanya tugas bank pemerintah. Dengan kata lain, sudah sepatutnya BI mewajibkan bank nasional papan atas, BUMN maupun bank swasta, untuk mengucurkan KMI. Ingat, kini bank nasional sedang panen raya dengan meraih laba segunung. Katakanlah, BRI mampu mencetak laba bersih Rp13,17 triliun mengungguli Bank Mandiri Rp11 triliun, BCA Rp 8,3triliun, BNI Rp 5,03 triliun, CIMB Niaga Rp3,1 triliun, Bank Permata Rp 1,09 triliun, BII Rp 922 miliar, OCBC NISP Rp 656 miliar per kuartal III 2012.

Sarinya, likuiditas bank nasional itu di atas angin. Bagaimana masing-masing kelompok bank dalam mencetak laba? Statistik Perbankan Indonesia edisi terakhir yang terbit 11 Januari 2013 menunjukkan, dari sisi kualitatif Kelompok Bank Campuran mampu merajai dengan laba sebelum pajak 42,95% dari Rp3,19 triliun per November 2011 menjadi Rp4,56 triliun per November 2012. Kinerja jempol itu dibayangi Kelompok Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) Non-Devisa 38,16% dari Rp2,28 triliun menjadi Rp3,15 triliun, Bank Persero 25,13% dari Rp40,98 triliun menjadi Rp51,28 triliun dan BUSN Devisa 21,67% dari Rp31,01 triliun menjadi Rp37,73 triliun. 

Itu disusul Bank Pembangunan Daerah (BPD) 10,40% dari Rp9,71 triliun menjadi Rp10,72 triliun dan Bank Asing 4,95% dari Rp8,49 triliun menjadi Rp8,91 triliun.Namun dari sisi kuantitatif, Bank Persero unggul dengan laba sebelum pajak tertinggi Rp51,28 triliun. Ketiga,tanggung jawab sosial perusahaan (social corporate responsibility/CSR). Kontribusi bank nasional bukan hanya diberikan dalam bentuk KMI, namun juga dapat berbentuk CSR.

Tegasnya, bank nasional dapat membagi pengetahuan, keterampilan, dan pengetahuan tentang perbankan kepada mahasiswa tingkat akhir sebelum memasuki dunia karya. Akan lebih baik kalau dilengkapi dengan magang minimal tiga bulan. Model ini bakal menjadi kontribusi yang tepat dan efektif bagi mahasiswa yang belum memahami dunia karya yang nyata. Dengan demikian, mahasiswa tidak buta sama sekali dalam meniti karier di industri perbankan nasional dalam menyongsong masa depan yang cerah. 

Keempat, kredit mikro mahasiswa. Saat ini Indonesia baru memiliki wiraswasta di bawah 10% dari 237 juta penduduk. Padahal wiraswasta sesungguhnya merupakan pilar penting bagi ekonomi nasional terlebih ketika diterpa krisis. Karena itu, bank nasional dapat pula menyediakan kredit mikro mahasiswa (KMM). Bolehlah kita menengok KKM di Universiti Teknologi Malaysia.

KMM ini bertujuan untuk memberi kemudahan kepada mahasiswa untuk berbisnis, mengembangkan bakat, minat, kompetensi dan daya kreativitas mahasiswa dalam berbisnis dan melahirkan teknousahawan muda yang cemerlang dan berjaya. KMM ini maksimal mencapai RM3.000 (sekitar Rp10juta) setahun dengan tenor 12 bulan tanpa bunga. Hal ini juga sudah dirintis beberapa kampus di Nusantara. 

Langkah strategis ini diharapkan dapat menciptakan wiraswasta muda lebih banyak lagi sehingga pemerintah terbantu dalam menciptakan kesempatan kerja baru.Data Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2012 yang diumumkan pada 5 November 2012 mencatat, tingkat pengangguran terbuka (TPT) menurun dari 6,56% per Agustus 2011 menjadi 6,14% per Agustus2012. Angkatan kerja berstatus penganggur menurun dari 7,7 juta orang menjadi 7,24 juta orang alias pengangguran menipis 460.000 orang setahun. Padahal, ekonomi nasional tumbuh 6,17% per kuartal III 2012.

Menurut Bank Dunia, setiap 1% pertumbuhan ekonomi diharapkan dapat mencetak lapangan kerja baru 500.000 orang. Maka, Indonesia seharusnya mampu mencetak lapangan kerja baru untuk 3.085.000 orang. Itulah tantangan sejati bagi pemerintah untuk meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonomi. Lantas, apa peran bank nasional? Mendongkrak kredit produktif (kredit modal kerja dan kredit investasi). 

Bank nasional pun dituntut untuk mengerek kredit infrastruktur dengan membiayai proyek seperti bandara, pelabuhan laut, pusat tenaga listrik, jembatan, irigasi, pemukiman dan jalan tol. Hal ini bertujuan untuk memperkencang roda sektor riil. Berbekal aneka kiat tersebut, KMI akan lebih prospektif dengan NPL rendah. KMI diharapkan menjadi dana bergulir untuk mencetak sarjana yang bukan hanya pintar, tetapi juga berintegritas tinggi dan siap menjadi wiraswasta muda ulung. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar