Antisipasi
Risiko Ekonomi 2013
Firmanzah ; Staf Khusus Presiden
Bidang Ekonomi dan Pembangunan
|
SINDO,
03 Januari 2013
Pembelajaran
terhadap perjalanan ekonomi Indonesia pascareformasi adalah kemampuan adaptif
nasional (national adaptive capacity)
terhadap setiap ancaman krisis, baik yang bersumber dari tantangan domestik
maupun global.
Kemampuan beradaptasi penting untuk identifikasi awal sekaligus memitigasi dampak negatif dari setiap potensi gejolak ekonomi. Daya tahan ekonomi selama ini sangat ditentukan oleh kualitas dan kecepatan untuk membuat kebijakan (policy respons) baik dari pemerintah maupun pelaku usaha. Antisipasi atas risiko ekonomi akan kita butuhkan ketika perekonomian dunia 2013 sarat dengan ketidakpastian atas pemulihan ekonomi di Zona Eropa dan Amerika Serikat. Sesungguhnya perekonomian Indonesia telah mengalami serangkaian ujian internal dan external-shock pascapemulihan krisis 1997–1998. Kita masih ingat bagaimana situasi politik menjelang Pemilu 2004 dan 2009 yang pada saat itu dikhawatirkan menciptakan gangguan stabilitas politik- keamanan yang dapat mengurangi kinerja ekonomi. Kita juga mengalami sejumlah bencana alam mulai dari tsunami di Aceh hingga gempa berkala di sejumlah daerah di Indonesia. Namun, kedewasaan berdemokrasi serta kemampuan menghasilkan kebijakan yang tepat dan terukur telah menjadi kunci keberhasilan meningkatkan kinerja perekonomian nasional. Tercatat selama 9 tahun terakhir, sejumlah krisis ekonomi global terjadi dan berpotensi berdampak pada perekonomian nasional. Mulai dari krisis subprime mortgage di Amerika Serikat pada 2007–2008, naiknya harga minyak mentah dunia yang mencapai di atas USD130 per barel pada 2008 hingga yang terakhir krisis utang di Zona Eropa. Selain itu, sejumlah tantangan lain seperti tidak tercapainya produksi sejumlah negara utama produsen pangan dunia akibat perubahan iklim dan kekeringan. Misalnya, menurut Bank Dunia,pada Juli 2012 terjadi lonjakan kenaikan harga jagung dan kedelai dunia sebesar 25% dan kedelai sebesar 17%. Volatilitas harga pangan dunia pada saat itu dan di masa mendatang berpotensi memacu inflasi dan menurunkan daya beli masyarakat. Sering kali transmisi krisis global ke domestik melalui mekanisme industri keuangan dan pasar modal. Kita telah memiliki Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) yang beranggotakan Menteri Keuangan, Gubernur BI, LPS, dan OJK. Forum koordinasi akan memonitor secara permanen situasi perekonomian global, assessment stabilitas sistem keuangan, dan memperkuat pertahanan kalau terdapat gejolak ekonomi. Selain itu, penanganan manajemen krisis kita lakukan melalui penerapan berbagai protokol baik identifikasi maupun sistem penanganan krisis (crisis management protocol framework nation-wide). Dengan demikian proses penanganan ancaman krisis keuangan dapat dilakukan secara lebih komprehensif dengan harmonisasi kebijakan moneter dan fiskal. Belajar dari krisis yang terjadi di Zona Eropa akibat tingginya proporsi utang yang melampaui kemampuan negara sesuai dengan standar aman yang ditetapkan, kita perlu bersyukur, proporsi defisit/ PDB Indonesia tetap kita jaga pada level yang aman. Pemerintah dan DPR telah menyepakati defisit anggaran terhadap PDB pada 2013 sebesar 1,65% dan di bawah rule of thumb standar aman sebesar 3%. Sementara rasio utang terhadap PDB berada pada level 25%. Proporsi ini perlu terus kita jaga dan pertahankan untuk menciptakan fundamental ekonomi yang semakin kuat. Secara keseluruhan, perekonomian nasional telah menunjukkan daya tahan terhadap potensi dan risiko akibat hal-hal di atas. Apabila kita melihat sejumlah data terkait dengan pertumbuhan ekonomi, inflasi,cadangan devisa,investasi, pemerataan, pembangunan infrastruktur serta penyerapan tenaga kerja, semua itu telah menunjukkan perbaikan yang signifikan. Adanya MP3EI, misalnya, telah memberikan arah pembangunan sektor riil dan infrastruktur yang lebih jelas di luar Pulau Jawa. Sampai kuartal III/2012, realisasi investasi di luar Pulau Jawa meningkat menjadi Rp38,7 triliun (47,3%), lebih besar dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang berjumlah Rp24,3 triliun (37,2%). Pada 2013, nilai investasi pada MP3EI di luar koridor Jawa merepresentasikan 78% dari total nilai proyek yang ditargetkan groundbreaking. Pada 2013, perekonomian nasional akan tetap menghadapi dua tantangan sekaligus. Pertama, tantangan yang berasal dari dalam negeri. Kedua, tantangan pelemahan ekonomi global serta berlarutnya pemulihan krisis utang di Zona Eropa. Sementara pada saat yang bersamaan, ekonomi Indonesia diharapkan dapat tetap tumbuh dan semakin merata (inclusive growth). Berbekal pengalaman dan pembelajaran yang selama ini kita alami, tentunya kita berupaya agar ekonomi Indonesia dapat mengakhiri tahun 2013 dengan pencapaian kinerja ekonomi lebih baik dibandingkan 2012. Upaya ini hanya bisa kita wujudkan apabila terdapat dukungan dari segenap elemen bangsa ini. Terutama menjelang Pemilu 2014 yang tiap pihak akan mengoptimalkan tujuan dan kepentingan politik masing-masing. Kita berharap perjuangan kepentingan politik bukanlah akhir dari tujuan. Berpolitik perlu diletakkan dalam kerangka bertujuan yang lebih besar, yaitu berbangsa dan bernegara. Oleh karenanya, menjaga stabilitas politik dan keamanan selama persiapan Pemilu 2014 menjadi pekerjaan rumah bagi siapa pun. Kinerja ekonomi akan sangat tergantung pada seberapa jauh kita mampu menjaga stabilitas dan keamanan nasional. Kalau kita mampu menjaga stabilitas politik dan keamanan pada Pemilu 1999, 2004, dan 2009, maka upaya menciptakan stabilitas perlu terus kita jaga dan tingkatkan menjelang Pemilu 2014. Karena hal ini merupakan primecausa bagi tercapainya agenda pembangunan nasional. Selain menjaga stabilitas bagi terjaganya investasi, motor pertumbuhan ekonomi lainnya adalah belanja pemerintah (government expenditure). Presiden SBY telah menginstruksikan untuk meningkatkan penyerapan anggaran tidak hanya proporsi, tetapi juga kualitasnya. Seperti yang disampaikan dalam Pidato Hari Antikorupsi awal Desember 2012, Presiden SBY akan mengundang sejumlah lembaga seperti BPKP, BPK, KPK, kejaksaan, dan kepolisian untuk menjelaskan tataaturan terkait tindak korupsi bersama jajaran pemerintah pusat, gubernur, wali kota, dan bupati di seluruh Indonesia. Dengan semakin jelas dan transparannya aturan serta ketentuan mana tindakan yang dikategorikan korupsi dan mana yang bukan,ke depannya tidak akan ada lagi keraguraguan jajaran birokrasi dalam penggunaan anggaran bagi kepentingan rakyat. Selain itu, tantangan kita untuk tetap menjaga daya beli masyarakat juga mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. Konsumsi merupakan pilar penting bagi ekonomi nasional. Peningkatan kualitas produksi dan sistem logistik juga akan terus ditingkatkan untuk mengurangi volatilitas harga di tingkat konsumen.Peningkatan produktivitas tenaga kerja juga menjadi salah satu agenda penting menjelang berlakunya ASEAN Economic Community (AEC) pada akhir 2015. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar