Politik
Pertanian sebagai Ilmu
Sjamsoe’oed Sadjad ; Guru
Besar Emeritus Budidaya Pertanian IPB
SUMBER : KOMPAS, 16
Mei 2012
Pertanian adalah suatu bidang usaha yang
prosesnya sebagai industri. Ada lahan garapan, bahan baku, dan sarana produksi.
Ada proses, produk, dan sistem manajerial. Tentu saja butuh permodalan juga.
Petani pelaksana usaha tani tidak ubahnya
seorang pengusaha industri. Sekecil apa pun lahan garapannya, petani adalah
industriawan. Pekerjanya disebut buruh tani. Ini tidak beda dengan industri
rumah tangga yang memproduksi tahu goreng dan mempekerjakan satu-dua karyawan
sehingga digolongkan industri mikro atau industri kecil.
Kehidupan masyarakat pertanian inilah yang
sebaiknya diatur dengan bijak dalam perundangan dan perilaku politik, baik
secara mikro maupun makro, yang secara keseluruhan bisa kita sebut sebagai
politik pertanian.
Bagaimana mengatur pertanian dalam
hubungannya dengan pemangku kepentingan, misalnya, dalam kebijaksanaan pangan
nasional atau dengan pemerintahan—baik institusi yang paling rendah sampai yang
paling tinggi—dan bagaimana menguasai segenap perundangan yang berlaku bagi
bidang pertanian, semua itu merupakan ranah makro dalam politik pertanian.
Pemikiran Konseptual
Kebijakan makro mencakup pemikiran konseptual
dalam memberi arahan kehidupan masyarakat petani supaya bisa lebih sejahtera.
Semua itu berkisar pada komoditas yang dikelola petani, baik berbentuk
pertanian rakyat atau perkebunan, korporasi atau koperasi, dan spesifik untuk setiap
komoditas kelolaan.
Adapun secara vertikal politik pertanian
dapat distratifikasi atas dasar situasi dan kondisi lahan garapan, proses,
maupun produk. Misalnya, bagaimana kebijakan yang akan dianut terhadap lahan
garapan di dataran tinggi atau rendah, di tegalan atau pesawahan, di pesisir
atau pegunungan.
Dalam proses, stratifikasi inilah kemudian
dapat diadakan antara lain pengelolaan budidaya intensif atau ekstensif,
pemanfaatan benih varietas lokal atau varietas bersertifikat, pemupukan organik
atau anorganik.
Stratifikasi dalam produk juga bisa
dilakukan, misalnya produk yang diorientasikan untuk ekspor atau untuk
kepentingan domestik, penting tidaknya pemilahan (grading), dan perhatian terhadap pengepakan produk.
Semuanya itu merupakan stratifikasi vertikal
dalam politik pertanian. Dalam mengembangkan politik pertanian sebagai ilmu,
tentunya sampai pada pemikiran bagaimana ideologi pertanian perlu diciptakan
sehingga pembangunan pertanian bukan saja meraih posisi ekonomi yang
menguntungkan, melainkan juga tetap menjaga budaya masyarakat petani yang serba
manusiawi.
Pembangunan ekonomi dan budaya perlu tetap
menjadi isi keilmuan politik pertanian yang diemban dan dikembangkan. Secara
vertikal dicapai modernisasi melalui teknologi maju, dan secara horizontal
tidak mengabaikan sosial-budayanya.
Pertanian subsisten memang sudah tidak sesuai
lagi dalam konstelasi ekonomi modern. Namun, semaju apa pun kondisi masyarakat
tani, ideologi petani adalah membawa bidang pertanian agar menghidupi dan
mumpuni. Seorang sarjana pertanian sebaiknya menguasai keilmuannya dengan
pengetahuan ideologi pertanian.
Agropolitik
Ilmu untuk berkembang hanya bisa dicapai
melalui kegiatan berbagai penelitian. Begitu pula politik pertanian sebagai
ilmu harus ditunjang oleh berbagai penelitian agar bisa terus berkembang dan
akhirnya bisa memajukan masyarakat petani.
Di samping majunya agribisnis yang
digelorakan dalam bisnis petani, perlu ada agropolitik yang diserapkan di
kalangan masyarakat. Dengan demikian, orang memandang pertanian tidak sekadar
cukup bila melihat hamparan sawah dari tepi jalan.
Agropolitik atau politik pertanian sebagai
ilmu mengajarkan kita berpikir konseptual untuk bidang pertanian. Pertanian
bukan suatu bidang yang cukup dihadapi secara reaktif saja dan secara pragmatis
bisa dicarikan solusi sesaat, kemudian dianggap selesai permasalahannya.
Pertanian dengan pemilikan lahan kurang dari
0,5 hektar selalu dinyatakan gurem karena dengan lahan seluas itu bagaimana dia
bisa dibawa maju. Kalau lahan itu berupa pesawahan dan bisa ditanami padi dua
kali setahun, petani pengelola lahan itu toh tidak bisa terlepas dari belenggu
kemiskinan.
Dengan berbasis pemikiran luas lahan garapan
demikian saja, barangkali pertanian baru bisa tidak memiskinkan kalau lahan
petani bisa lebih luas sehingga mencapai 10 hektar. Bagaimana bisa sampai ke
sana, diharapkan ilmu agropolitik bisa menjawabnya secara konseptual.
Puluhan petani gurem itu bisa mengelompok dan
membentuk kelompok tani sehingga memudahkan penyaluran subsidi sarana produksi.
Petani bisa menaikkan produksi padinya dan membisniskan produk berupa gabah
kering panen ke Bulog. Sampai di situ sajakah yang dinamakan agribisnis petani?
Ilmu agropolitik harus bisa menelurkan
pemikiran konseptual bagaimana petani sebagai industriawan tidak hanya puas
dengan bisnis produk mentahan. Ke depan, agropolitik berperan mengubah
pandangan tradisional pertanian itu menjadi rasional industrial yang bisnis
produk industrinya juga menjadi bisnis petani dan membudaya.
Begitu juga terhadap petani dengan produk
hortikultura. Perlu pemikiran konseptual dalam agropolitik sehingga perilaku
industrial mengubah budaya yang menjadikan stigma pertanian hortikultur tidak
sekadar sampai proses produksi mentahan.
Nilai Tambah
Pemikiran konseptual dalam ilmu politik
pertanian yang kemudian saya sebut dengan istilah agropolitik juga sampai pada
bagaimana mencapai nilai tambah. Secara tradisional petani sebenarnya sudah
meresapi pengertian nilai.
Kepuasan dalam mencapai suatu nilai lebih
bisa dihayati meski nilai tidak terukur. Maka, dalam mencapai nilai yang lebih
baik kepuasan bisa diwujudkan jadi nilai tambah yang lebih realistis dan
konkret.
Artinya, pertanian dengan basis pemikiran
industrial yang berteknologi maju merupakan sistem dari hulu sampai hilir
dengan orientasi nilai tambah yang senantiasa bertambah besar, baik melalui
peningkatan mutu maupun efisiensi kerja.
Dengan wacana seperti yang saya kemukakan di
atas, rasa-rasanya pendidikan pertanian Fakultas Pertanian saat ini
(mudah-mudahan saya salah) kurang memperhatikan pengembangan agropolitik atau
ilmu politik pertanian dalam pendidikannya.
Berpikir secara parsial-sektoral memang
tercapai, tetapi menelurkan menjadi pemikiran konseptual budaya masih kurang
bisa dikuasai. Mudah-mudahan dalam era modernisasi saat ini, baik dalam
teknologi informasi dan komunikasi maupun bioteknologi, politik pertanian atau
agropolitik sebagai ilmu perlu lebih diperhatikan para pendidik.
Dengan demikian, lahir sarjana-sarjana
pertanian yang mampu memajukan pembangunan pertanian tidak hanya dalam bisnis
ekonomi, tetapi juga seutuhnya dalam pembangunan budaya,
agrikultur-agropolitik-agribisnis. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar