Pelajaran dari
Prancis
Rakhmat Hidayat ; Dosen Jurusan Sosiologi UNJ, Sedang
Menyelesaikan Program Doktoral di Universite Lumiere Lyon, Prancis
SUMBER : REPUBLIKA,
12 Mei 2012
Rakyat
Prancis akan segera dipimpin oleh presiden baru, Francois Hollande. Hollande
akan menggantikan Nicholas Sarkozy yang menjabat presiden sejak 2007.
Rencananya Hollande akan dilantik pada Selasa, 15 Mei 2012.
Terpilihnya
Hollande sudah diprediksi oleh berbagai kalangan, khususnya pengamat politik
dan beberapa lembaga survei. Hollande adalah presiden kedua Prancis yang
berasal dari Partai Sosialis. Adapun presiden pertama dari Partai So sialis
adalah Jacques Mitterand.
Sementara
itu, Sarkozy berasal dari Partai Uni Gerakan Populer (UMP). Hollande yang
mengusung slogan Saatnya Perubahan (Le
changement c’est maintenant) mampu memberikan angin segar bagi harapan
jutaan rakyat Prancis dengan berbagai agenda proposal perubahan dalam berbagai
bidang.
Di
sisi lain, Sarkozy semakin ter de sak oleh terpaan krisis Zona Eropa yang
berada dalam bayang-bayang kanselir Jerman, Angela Merkel. Tidak heran jika ko
laborasi Merkel dan Sarkozy dalam meng atasi krisis tersebut melahirkan ‘duo
Merkozy’.
Kalangan
oposisi menganggap bahwa Sarkozy berada dalam kendali Merkel. Dominasi Merkel
tersebut yang membuat harga diri rakyat Prancis terasa tidak berharga. Hollande
merespons kebijakan Sarkozy tersebut sekaligus mengartikula sikan ekspresi
kelompok oposisi itu.
Dengan
tegas, Hollande banyak meng kritik kebijakan duo Merkozy tersebut. Merkel
merasa tidak nyaman dengan berbagai tawaran konsep perubahan Hollande selama
berkampanye.
Pemilu
Prancis telah usai. Sehari setelah Hollande terpilih, masyarakat Prancis tampak
wajah sumringah. Tidak sedikit masyarakat mengucapkan selamat atas terpilihnya
Hollande yang dianggap akan membawa warna baru bagi kehidupan masyarakat
Prancis.
Semua
surat kabar di Prancis menulis tajuk utama terpilihnya Hollande. Banyak
pelajaran penting dari pemilu Prancis untuk pelaksanaan pemilihan presiden di
Indonesia 2014 mendatang.
Debat Terbuka
Selama
pemilu berlangsung, para tim sukses maupun kandidat presiden melakukan debat
terbuka di televisi. Debat berlangsung secara kritis, dialogis, maupun
konstruktif. Setiap tim sukses berdebat mengusung berbagai tawaran maupun
konsep jika kandidatnya terpilih menjadi presiden. Meskipun debat berlangsung,
ada juga pihak yang mengatakan bahwa adanya debat tidak menjamin pilihan
masyarakat Prancis terhadap kandidat pilihannya.
Debat
kandidat presiden menjelang putaran kedua berlangsung pada 2 Mei 2012 antara
Sarkozy dan Hollande. Debat tersebut berlangsung tiga jam yang disiarkan
langsung oleh televisi. Hampir 45 juta rakyat Prancis menyaksikan debat yang
dianggap paling panas setelah debat Pemilu 1988 antara Francois Mitterrand dan
Jacques Chirac.
Ada
dua hal yang menarik pada saat berlangsungnya debat tersebut. Pertama, kedua
kandidat berhadap-hadapan secara langsung setelah sekian lama berlangsung. Pada
momen debat tersebut tampak kelihatan ekspresi sesungguhnya dua kandidat dengan
gesture maupun body language-nya.
Hollande
yang sudah diprediksi berbagai polling akan terpilih, tampak lebih rileks
dibandingkan dengan sang petahana. Tidak heran jika komentator debat menggambarkan
Sarkozy seperti petinju, sementara Hollande merespons layaknya pejudo.
Kedua,
sehari setelah berlangsungnya debat, surat kabar di Prancis tampil dengan
berbagai analisis debat tersebut. Analisis tersebut yang menjadikan pemilu
semakin menarik dan penuh dinamika. Apalagi jika bukan menganalisis posisi
petahana yang semakin terpojok. Sementara Hollande semakin berada di atas
angin.
Kampanye Damai
Selama
kampanye berlangsung semua berlangsung lancar, aman, dan damai. Memang, ada
kampanye terbuka. Tetapi, itu berlangsung dalam kondisi yang aman dan
terkendali. Selama Maret hingga satu minggu sebelum berlang sungnya putaran
perta ma (22 April 2012) berlangsung beberapa kampanye yang melibatkan massa.
Tidak sedikit massa yang hadir berjumlah ribuan, terutama dari kandidat yang
diunggulkan. Semua berlangsung damai dan tanpa kekerasan.
Kampanye
juga berlangsung dua hari menjelang putaran kedua yang dilaksanakan pada Ahad,
6 Mei 2012. Sarkozy menggelar kampanye di Toulon, sementara Hollande
berkampanye di Toulouse.
Selama
kampanye, banyak poster kandidat bertebaran di berbagai tempat umum. Di sekitar
halte bus kota maupun jalan raya. Tetapi, berbagai poster tersebut dipasang
secara tertib, bersih, dan bertanggung jawab.
Menjelang
pemilu putaran kedua berlangsung, sudah tak ada lagi poster-poster yang
bertebaran. Para kandidat secara massif menggunakan media internet untuk
menyosialisasikan visimisinya. Tidak sedikit juga, kandidat yang melakukan
kampanye secara door to door ke
setiap apartemen maupun perumahan dengan melibatkan ratusan relawannya.
Pascakandidat
terpilih dinyatakan menang. Hal menarik adalah pidatonya Sarkozy di depan
publik merespons terpilihnya Hollande. Pidato Sarkozy ini tentu saja
ditunggu-tunggu oleh publik selain pidato kemenangan Hollande sebagaimana
menjadi tradisi dalam kontestasi politik.
Ada
dua substansi pidato Sarkozy. Pertama, Sarkozy dengan elegan mengakui
kekalahannya dan menerima kemenangan Hollande. Sarkozy bahkan mengatakan, dia
akan kembali menjadi warga negara biasa seperti warga negara lainnya di
Prancis. Kedua, dengan elegan juga Sarkozy mengatakan agar pendukungnya selama
pemilu berlangsung untuk mendukung Hollande dalam pemerintahan.
Begitu indahnya pengalaman pemilu Prancis
dengan berbagai proses pendewasaan politik yang sejatinya dapat men jadi
masukan dan pelajaran penting dalam pentas politik nasional, khususnya
menjelang Pemilu 2014. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar