Senin, 19 Desember 2011

Menuju Dekade Indonesia


Menuju Dekade Indonesia
Anis Bajrektarevic, PROFESSOR AND CHAIRPERSON INTERNATIONAL LAW AND GLOBAL POLITICAL STUDIES UNIVERSITY OF APPLIED SCIENCES IMC–KREMS, AUSTRIA
Sumber : SINDO, 19 Desember 2011




Dalam salah satu analisis sebelumnya,saya menyatakan bahwa tidak ada Abad Asia tanpa institusi pan-Asia (no Asian century without the pan-Asian institution).

Dengan cara yang sama, dengan menganalisis fakta-fakta saat ini, data dan tren Indonesia, serta membandingkannya baik secara horizontal (terhadap negara-negara lain) maupun secara vertikal (dengan Indonesia beberapa tahun dan dekade lalu),saya dapat menyatakan bahwa tahun 2012 mungkin saja menjadi Abad Indonesia.

Untuk lebih memahami pernyataan saya dan menerima penilaian ini, mari kita melihat gambaran global pada akhir tahun 2011. Di tahun 2011 para agen berita global disesatkan meledaknya kesuksesan media sosial dan para reporter TV yang tidak mendalami persoalan sehingga kebingungan dengan dua istilah: pemberontakan dan revolusi (revolt and revolution). Mereka kemudian gagal menghubungkan bail-outing besar-besaran Uni Eropa dan looting-out Inggris Raya.

Pesan umum apa yang bisa diambil dari Arab “Spring”, London “Summer”, dan Wall Street “Autumn” untuk Asia umumnya dan Indonesia khususnya? Ada beberapa pesan.Kontrak sosial lintas generasi tidak boleh diabaikan,tetapi juga tidak boleh dibangun berdasarkan cara hidup McFB yang konsumtif, antiintelektual, brutal, dan menyepelekan.

Lalu, apakah Asia Tenggara mampu mencegah “Middle Eastern Spring”-nya, “London Summer”-nya, dan “Occupying Autumn”-nya dalam konteks kohesi sosial seperti Fukushima-Daiichi yang meleleh? Asia Tenggara sebagai salah satu wilayah kecil dunia dengan posisi Indonesia berada di tengah-tengahnya sejauh ini memegang apa yang hilang pada dua wilayah dunia lainnya (Arab dan Eropa)––pertumbuhan demografi yang stabil dan pertumbuhan ekonomi yang mengesankan.

Namun, pertumbuhan demografi dan ekonomi tersebut menimbulkan tekanan pada lingkungan yang––jika tanpa pengawasan—mungkin mengakibatkan kebijakan dan praktik konfrontatif yang bertujuan memaksimalkan pengerukan sumber daya yang langka. Untuk mendapatkan pengakuan di masa mendatang, suatu keharusan bagi Indonesia dengan Asia Tenggara-nya melanggengkan hubungan dan mewujudnyatakan nya di tahun 2012 dan dekadedekade yang akan datang.

Beberapa hal yang harus menjadi perhatian utama adalah kemakmuran, solidaritas, serta keamanan. Sejauh ini Indonesia sudah menjalankan demokrasi yang sebenarnya.Dengan ukuran dan tingkat kebebasan sipil yang nyata, kebebasan media, dan rentang partisipan dalam proses demokrasi, Indonesia tidak hanya berada pada peringkat atas negara ASEAN, tetapi juga berada di antara peringkat tertinggi di seluruh Asia.

Bahkan untuk standar Eropa,Indonesia dapat berkompetisi dengan baik––berdasarkan krisis Euro sebagai pembanding,kami di Uni Eropa sejauh ini memiliki dua pemerintahan yang baru saja jatuh,yaitu Yunani dan Italia. Indonesia harus terus menggunakan keahlian dan reputasi dalam hubungan multilateralisme dengan menginspirasi dan menghidupkan proses integrasi ASEAN.

Hingga saat ini Indonesia berhasil memajukan segala sesuatunya dengan sabar dan terampil tanpa dianggap menggurui atau ambisius oleh negara ASEAN. Indonesia dapat menawarkan banyak hal dalam menghadapi isu-isu global. Indonesia sangat dihormati dan dihargai oleh lembaga-lembaga internasional sebagai “jagoan” di bidang hubungan multilateralisme. Memasuki 2012 Indonesia harus merengkuh dekade miliknya.

Untuk memperkuat usaha itu,masyarakat Indonesia harus melakukan dua hal: memberikan kepercayaan lebih kepada pemerintah (pemerintah yang bukan ditakuti,melainkan dihormati karena perbuatannya) serta memberikan kepercayaan kepada produk dan keahlian lokal.

Krisis Uni Eropa dapat menjadi pelajaran: overfinancialization berarti lepas dari tenaga kerja (labor). Indonesia harus bergantung pada sumber dayanya, lebih percaya diri, dan tetap mengambil sikap laborcentered bukan capital dependent, serta mengambil langkah berjangka untuk mengakomodasi kedatangan kelas menegah dalam jumlah besar.

Akomodasi yang dimaksud adalah akomodasi sosial, budaya, politik, dan ekonomi kelas menengah yang baru berurbanisasi dan terbentuk. Akhirnya, pertanyaan yang paling penting untuk Indonesia adalah bagaimana para elite saat ini menentukan arah sosial budaya,ekonomi,ideologi, dan politik untuk kedatangan besar-besaran kelas menengah dan budaya politik mana yang akan berkembang.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar