Selasa, 06 Desember 2011

Mengendalikan Defisit Anggaran


Mengendalikan Defisit Anggaran
Makmun Syadullah, PENELITI UTAMA BADAN KEBIJAKAN FISKAL KEMENTERIAN KEUANGAN
Sumber : KORAN TEMPO, 5 Desember 2011



Kebijakan utang luar negeri telah ada sejak masa Orde Lama, namun pembengkakan utang terjadi pada masa ketika pemerintahan Orde Baru berkuasa. Pada saat itu mungkin tidak terpikirkan bahwa dampak utang luar negeri akan terus membebani dan
menggerus anggaran negara hingga masih terasa sampai saat ini. Akibatnya, alokasi anggaran untuk belanja pembangunan semakin minim.

Akumulasi utang luar negeri terus menggunung akibat bertambahnya jumlah utang luar
negeri, khususnya saat terjadi krisis moneter pada 1998. Krisis mengakibatkan rupiah terdepresiasi terhadap dolar AS, sehingga negara terbebani oleh membengkaknya jumlah utang. Kondisi ini ikut menyumbang keterpurukan anggaran negara dengan defisit yang semakin besar, belum lagi beban pembayaran bunga utang luar negeri setiap tahunnya.

Dalam RAPBN 2011, pemerintah mematok rasio utang terhadap PDB sebesar 1,8 persen. Namun, karena adanya perubahan sejumlah asumsi, terutama terkait dengan harga minyak global, Kementerian Keuangan memperkirakan defisit anggaran 2011 akan meningkat mencapai 2,1 persen atau setara dengan Rp 151,1 triliun. Padahal, sebelumnya, defisit anggaran hanya dipatok Rp 124,7 triliun.

Dilihat dari rasio utang terhadap PDB, yang merupakan salah satu indikator dari kondisi perekonomian suatu negara, rasio utang terhadap PDB saat ini sebesar 28,2 persen.
Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan pada masa krisis tahun 1998, yang
mencapai 151,2 persen. Pemerintah memperkirakan rasio utang terhadap PDB dapat
ditekan hingga 25 persen pada 2011.

Meskipun rasio utang terhadap PDB terus menurun, pemerintah perlu mewaspadai
dampak utang, mengingat pada 2012 ekonomi global terancam terkena dampak krisis Eropa dan Amerika. Dampak langsung dari krisis ini mungkin kecil, mengingat ekspor Indonesia ke kawasan Eropa hanya mencapai 10 persen, namun dampak tidak langsung diperkirakan cukup besar. Dampak tidak langsung ini datang melalui Jepang dan Singapura, di mana kedua negara ini diperkirakan akan terkena dampak krisis keuangan global itu. Apabila dampak krisis terhadap kedua negara ini cukup signifikan, secara tidak langsung Indonesia juga terkena imbasnya karena pasar ekspor utama Indonesia dewasa ini adalah Jepang dan Singapura.

Dampak ini dikhawatirkan akan memberi pengaruh yang sangat tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Apabila pertumbuhan ekonomi Indonesia terganggu, penerimaan negara juga berpotensi terganggu. Ujungujungnya adalah defisit keuangan negara perlu diwaspadai akibat risiko tidak tercapainya target penerimaan negara. Krisis global secara tidak langsung juga akan berdampak semakin mahalnya biaya penerbitan surat utang negara. Meskipun pada 2012 pemerintah tidak akan memanfaatkan sumber pembiayaan dari luar negeri, pemanfaatan dana dalam negeri pun akan kena imbas krisis global. Ini karena sumber-sumber dalam negeri sebenarnya juga berasal dari capital inflow.

Gambaran di atas mengisyaratkan bahwa APBN 2012 sangat rentan terhadap defisit. Di satu sisi volatilitas harga minyak global akan berdampak pada defisit anggaran negara, di sisi yang lain krisis yang melanda Amerika Serikat dan kawasan Eropa akan berdampak semakin mahalnya biaya untuk menutup defisit anggaran.

Tentunya, menghadapi kondisi seperti ini diperlukan kebijakan pemerintah yang super hati-hati. Pemerintah harus mencari alternatif lain untuk mencapai target pertumbuhan
ekonomi yang telah ditetapkan untuk 2012. Salah satu terobosan yang dapat ditempuh
adalah dengan memacu laju konsumsi dalam negeri. Dalam konteks inilah, pemerintah
tampak ragu dalam mengambil kebijakan apakah akan menaikkan harga bahan bakar
minyak, membatasi bahan bakar minyak bersubsidi, atau melakukan penjatahan bahan
bakar minyak bersubsidi. Apa pun pilihannya secara langsung akan berdampak pada daya beli masyarakat, yang ujung-ujungnya akan menurunkan laju konsumsi masyarakat.

Dalam konteks dengan utang, pemerintah sebaiknya terus berusaha menekan laju pertumbuhan defisit anggaran agar rasio utang terhadap PDB dapat diturunkan. Hal ini dapat ditempuh melalui keharusan, bukan sekadar imbauan, kepada seluruh kementerian, khususnya pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran pada kementerian/lembaga/pemerintah daerah untuk menghemat anggaran yang akan dialokasikan pada tahun 2012. Penghematan yang bisa dilakukan, misalnya, mengurangi frekuensi perjalanan dinas, baik dalam perjalanan dinas dalam negeri maupun luar negeri, yang tidak perlu dan tidak mendesak; mengurangi acara seminar, sosialisasi, dan rapat-rapat dinas di luar kota dengan menggunakan hotel mewah; dan sebagainya. Selama ini kegiatan-kegiatan seperti itu lebih bersifat untuk menambah penghasilan pegawai sehingga, kalaupun dikurangi, anggarannya tidak akan berdampak pada pencapaian target-target APBN.

Sementara itu, dari sisi belanja modal, dilakukan penghematan dengan mengkaji kembali hal-hal yang tidak perlu dan kurang bermanfaat, serta melakukan evaluasi atas standar berbagai jenis kegiatan, barang, dan jasa yang dapat ditugaskan kepada kementerian terkait untuk menutup ruang terjadinya penyimpangan oleh siapa pun yang bertanggung jawab atas program tersebut. Di lain pihak, pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran harus dapat mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan kepada kementerian/lembaga/pemerintah daerah secara transparan dan akuntabel.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar