Mampukah
Kapitalisme Modern Bertahan?
Kenneth Rogoff, GURU
BESAR EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK PADA HARVARD UNIVERSITY, MANTAN EKONOM
KEPALA PADA IMF
Sumber
: KORAN TEMPO, 12 Desember 2011
Saya sering ditanya apakah krisis keuangan global yang terjadi
saat ini menandai awal berakhirnya kapitalisme modern. Suatu pertanyaan yang menggelitik,
karena ia tampaknya beranggapan bahwa sudah ada penggantinya yang menunggu di
balik ayar. Sebenarnya, untuk saat ini, satu-satunya alternatif yang serius
untuk menggantikan paradigma Anglo-Amerika yang saat ini dominan adalah bentuk
lain dari kapitalisme itu
sendiri.
Kapitalisme kontinental Eropa, yang menggabungkan tunjangan sosial
dan kesehatan yang murah hati dengan jam kerja yang wajar, cuti yang panjang, pensiun
muda, dan distribusi pendapatan yang relatif merata, tampaknya memiliki segalanya
yang bisa diterima—kecuali kesinambungannya. Kapitalisme Cina, yang keras,
dengan persaingan yang ketat di antara perusahaan-perusahaan ekspor negeri itu
dan jaring pengaman sosial yang lemah serta campur tangan pemerintah yang luas,
banyak disebut-sebut sebagai ahli waris tak terelakkan dari kapitalisme Barat.
Ini bukan hanya karena luasnya negeri itu serta laju pertumbuhannya yang konsisten
tetap tinggi. Tapi sistem ekonomi Cina itu sendiri juga terus mengalami evolusi.
Sesungguhnya tidak jelas seberapa jauh struktur politik, ekonomi,
dan keuangan Cina ini bakal terus bertransformasi, dan apakah Cina pada
akhirnya akan berubah menjadi lembaran kapitalisme baru. Bagaimanapun, Cina
masih dibebani kerentanan sosial, ekonomi, dan keuangan suatu negara
berpenghasilan rendah yang tumbuh dengan pesat.
Barangkali persoalan yang sebenarnya adalah bahwa, dalam lingkup
sejarah, semua bentuk kapitalisme sekarang ini pada akhirnya bakal mengalami
transisi. Kapitalisme modern sudah mengalami perjalanan yang luar biasa panjangnya
sejak dimulainya revolusi Industri dua abad yang lalu, yang berhasil mengangkat
miliaran manusia awam dari lembah kemiskinan. Bandingkan dengan Marxisme dan
sosialisme, yang punya catatan yang penuh bencana. Tapi, sementara industrialisasi
dan kemajuan teknologi menyebar ke Asia (dan sekarang ke Afrika), suatu hari
kelak perjuangan untuk hidup itu bakal tidak lagi menjadi tujuan utama,
sementara berbagai cacat kapitalisme terlihat makin terang-benderang.
Pertama, bahkan ekonomi-ekonomi utama kapitalis telah gagal
mengenakan harga pada public goods, seperti udara dan air yang bersih,
dengan efektif. Gagalnya upaya mencapai kesepakatan yang baru mengenai
perubahan iklim menunjukkan gejala-gejala kelumpuhan ini.
Kedua, bersama dengan berlimpahnya kekayaan, kapitalisme telah
menghasilkan tingkatan ketidakmerataan yang luar biasa. Kesenjangan yang
semakin lebar sebagian merupakan produk sampingan dari inovasi dan
kewiraswastaan. Orang tidak mengeluh mengenai keberhasilan Steve Jobs;
sumbangan yang diberikannya jelas. Tapi tidak selalu begitu: kekayaan yang
berlimpah telah memberi jalan bagi kelompok-kelompok dan individu-individu untuk
membeli kekuasaan dan pengaruh politik, yang kemudian digunakan untuk menambah
kekayaan. Cuma segelintir negara—Swedia, misalnya—yang berhasil mengekang
lingkaran setan itu tanpa menyebabkan lumpuhnya pertumbuhan.
Persoalan ketiga adalah penyediaan dan distribusi layanan medis,
suatu pasar yang gagal memenuhi kebutuhan dasar mekanisme harga yang
menghasilkan efisiensi ekonomi, dimulai dari sulitnya konsumen menilai kualitas
perawatan medis yang mereka terima.
Masalah ini cuma bakal bertambah buruk: biaya layanan kesehatan
dibandingkan dengan proporsi pendapatan pasti meningkat, sementara masyarakat
semakin kaya dan semakin tua, mungkin lebih dari 30 persen dari PDB dalam
beberapa dekade. Dalam layanan kesehatan, yang mungkin lebih daripada pasar
lainnya mana pun, banyak negara menghadapi dilema moral bagaimana
mempertahankan insentif produksi dan konsumsi dengan efisien tanpa menimbulkan
disparitas yang tidak bisa diterima dalam akses memperoleh layanan kesehatan
ini.
Ironisnya, masyarakat kapitalis modern gigih melakukan kampanye
publik yang menganjurkan orang agar lebih memperhatikan kesehatan mereka,
sementara di sisi lain mendorong suatu ekosistem ekonomi yang memikat konsumen
melakukan diet atau cara makan yang tidak sehat. Menurut Centers for Disease
Control di Amerika Serikat, 34 persen rakyat negeri itu mengalami obesitas.
Jelas, pertumbuhan ekonomi menurut ukuran konvensional, yang ditekankan pada
tingginya konsumsi, tidak bisa menjadi tujuan yang hendak dicapai itu sendiri.
Keempat, sistem kapitalis saat ini sangat tidak menghargai
kesejahteraan generasi yang belum lahir. Sepanjang sejarah sejak Revolusi
Industri, hal ini tidak dianggap
penting. Sedangkan manfaat kemajuan teknologi telah dijadikan
alasan diberlakukannya kebijakan-kebijakan yang dangkal. Secara keseluruhan,
tiap generasi
mengalami hidup yang lebih dari generasi sebelumnya, Tapi, dengan
melonjaknya jumlah penduduk dunia yang sekarang sudah mencapai lebih dari tujuh
miliar, serta ancaman kendala sumber daya yang tampak semakin nyata, tidak ada
jaminan bahwa kemajuan ini bisa terus dipertahankan.
Krisis keuangan jelas merupakan masalah kelima, mungkin masalah
yang telah menimbulkan pemikiran yang mendalam akhir-akhir ini. Dalam dunia
keuangan, inovasi teknologi yang terus-menerus itu tidak berhasil mengurangi
risiko, dan mungkin bahkan telah memperbesarnya.
Pada prinsipnya, tidak ada di antara masalah-masalah kapitalisme
itu yang tidak bisa diatasi, dan para ekonom telah menawarkan berbagai solusi
berbasis pasar. Dikenakannya harga karbon secara global akan mendorong
perusahaan-perusahaan
dan individu-individu menginternalisasi ongkos berbagai kegiatan
yang menimbulkan solusi. Sistem perpajakan bisa dirancang untuk memberikan
ruang yang lebih luas bagi redistribusi pendapatan tanpa perlu melibatkan
langkah-langkah ang mendistorsi keadaan, dengan mengurangi pengeluaran dana
pajak yang tidak transparan dan menekan tingkat laba. Pengenaan harga layanan
kesehatan yang efektif bisa mendorong keseimbangan yang lebih baik antara
pemerataan dan efisiensi. Sistem keuangan bisa diregulasi dengan lebih baik,
dengan perhatian yang lebih ketat diberikan pada akumulasi utang yang
berlebihan.
Akankah kapitalisme menjadi korban dari keberhasilannya sendiri
dalam memberikan
kelimpahan kekayaan? Di saat topik berakhirnya kapitalisme banyak
dibicarakan, kecil kemungkinan hal itu akan terjadi. Meski demikian, sementara
polusi, ketidakstabilan
keuangan, masalah kesehatan, dan ketidakmerataan terus meningkat,
dan sementara sistem politik mengalami kelumpuhan, masa depan kapitalisme
tampaknya tidak begitu pasti seperti terlihat sekarang. ●
HAK CIPTA: PROJECT SYNDICATE, 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar