Jumat, 09 Desember 2011

Dihantui Krisis Eropa


Dihantui Krisis Eropa
A.  Prasetyantoko, KETUA LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT (LPPM), UNIKA ATMA JAYA, JAKARTA
Sumber : KOMPAS, 9 Desember 2011



Bagaimana proyeksi ekonomi Indonesia tahun 2012? Tampaknya krisis Eropa masih menghantui perekonomian dunia tahun depan.

Untuk keempat kalinya dalam setahun, para pemimpin Eropa bertemu di Brussel pada 8-9 Desember. Mereka masih berkutat soal mekanisme penyelesaian krisis. Tema spesifiknya seputar ”paket komprehensif” penyelamatan perekonomian Eropa.

Duet Jerman (Angela Merkel) dan Perancis (Nicolas Sarkozy) atau ”Merkozy” masih menjadi penyangga masa depan 27 negara Uni Eropa, khususnya 17 negara pengguna mata uang euro.

Dalam hal ini ada dua pusaran masalah. Pertama, mereka akan menentukan nasib Uni Eropa dan mata uang euro. Kedua, setiap negara juga bergulat dengan masa depannya sendiri. Bahkan, Perancis berpotensi kehilangan peringkat utang AAA.

Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), seperti dikutip majalah The Economist (3/12/2011), telah mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi Perancis dari 2,1 persen menjadi 0,3 persen pada 2012. Lembaga pemeringkat asal Perancis, Fitch, juga memberi outlook negatif kepada negaranya.

Kini, dari 17 negara pengguna mata uang euro, hanya enam negara yang memiliki peringkat AAA. Jika satu per satu negara melorot peringkat utangnya, masa depan Eropa benar-benar di ujung tanduk.

Masih amankah Indonesia di tengah bayang-bayang krisis Eropa? Meski ekonomi kita akan terus tumbuh karena permintaan domestik yang kuat, harus ada antisipasi, baik jangka pendek maupun panjang, agar kita tidak termakan oleh siklus krisis itu.

Dilema Eropa

Mekanisme penyelesaian krisis menjadi salah satu topik terpanas di antara petinggi Eropa. Wacana pendirian European Stability Mechanism (ESM) sebagai lembaga permanen pemberi dana talangan (bail out) bagi negara terkena krisis masih belum mencapai konsensus. ESM direncanakan mulai bekerja 2013 dan menggantikan fungsi European Financial Stability Facility (EFSF) yang ada saat ini. Untuk itu, harus ada amandemen Maastricht Treaty dengan traktat Uni Eropa baru.

Meskipun Merkel termasuk pelopor ESM, di dalam negeri pendapatnya tidak populer. Free Democratic Party (FDP), partai terbesar di parlemen, keberatan dengan gagasan tersebut. Christian Democratic Union (CDU), partai di mana Merkel berasal, juga cenderung menolak. Bahkan, partai ini mengusung wacana agar Jerman keluar dari zona euro karena dianggap membebani uang pajak masyarakat.

Demikian pula di Perancis. Meskipun Sarkozy ngotot memperjuangkan mekanisme integrasi fiskal yang lebih dalam, posisinya dalam Pemilu April 2012 tidak cukup aman. Francois Hollande, kandidat Presiden Partai Sosialis, diprediksi akan memperoleh banyak suara, mengalahkan Sarkozy.

Proses politik setiap negara menunjukkan adanya fragmentasi sosial-politik seiring dengan fragmentasi ekonomi. Sangat masuk akal karena masyarakat yang selama ini dimanjakan dengan sejumlah jaminan sosial harus kehilangan fasilitas gara-gara kecerobohan negara lain. Tunjangan mereka akan berkurang, ada perpanjangan waktu pensiun, penambahan jam kerja, dan sebagainya. Orientasi politik pun berubah, dan partai berkuasa cenderung tidak dipilih kembali.

Sebenarnya ada tiga kata kunci restrukturisasi perekonomian Eropa. Pertama, pengurangan defisit anggaran setiap negara. Kedua, membayar kembali utang, baik utang swasta (private debt) maupun pemerintah (sovereign debt). Ketiga, meningkatkan daya saing perekonomian. Negara-negara maju kini harus berpikir keras untuk meningkatkan daya saing produk di pasar global. Mereka harus mampu menjual lebih banyak barang untuk menambah devisa. Itulah satu-satunya cara bertahan hidup. Bisa dibayangkan akan terjadi pertarungan perdagangan global yang sengit setelah ini.

Momentum

Meski dibayangi krisis Eropa, prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tergolong bagus. Morgan Stanley memprediksi China akan melambat dari perkiraan sebelumnya, 8,7 persen menjadi 8,4 persen, dan India 6,9 persen dari perkiraan sebelumnya 7,4 persen. Pertumbuhan Indonesia hanya terkoreksi dari 5,8 persen menjadi 5,6 persen.

Menurut Bank Indonesia, ekonomi Indonesia masih mampu tumbuh 6,3 persen pada 2012. OECD memproyeksikan Indonesia akan memiliki pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,6 persen pada 2012-2016. Berarti Indonesia menjadi negara dengan pertumbuhan paling tinggi di ASEAN.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia akan sangat tergantung pada permintaan domestik yang proporsinya hampir 70 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Meskipun dilanda krisis, tetap saja perusahaan-perusahaan berbasis konsumsi meningkat labanya.

Sejumlah penyalur kebutuhan kelas menengah atas, seperti Mitra Adiperkasa (MAP), Debenhams, Zara, juga Starbucks, akan terus ekspansi di Indonesia. Tahun 2010, emiten sektor barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia (BEI) menempati kinerja teratas, naik 63 persen dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) meningkat 46 persen. Hingga pertengahan 2011, meski IHSG terkoreksi 2 persen, sektor konsumsi justru naik 16,3 persen.

Tumbuh di Indonesia

Meski dihantui krisis Eropa, L’Oreal tetap saja membangun pabrik terbesarnya di Indonesia. Unilever juga memperbesar belanja modal (capex) sebesar Rp 4,4 triliun pada 2010-2013. Tidak hanya itu, Grup Lotte juga berencana menambah investasi Rp 270 miliar guna menambah outlet. Belum lagi Toyota yang berencana membangun pabrik baru senilai Rp 3,3 triliun.

Piagio, produsen Vespa yang pernah meninggalkan pasar Indonesia pada 1980-an, kini hadir kembali. Tahun 2010 terjual Scooters sekitar 8 juta unit, sementara di Thailand hanya 1,7 juta. Di India terjual 11,3 juta unit dan di China 16 juta unit.

Harian Financial Times (24/11/2011) menurunkan berita tentang banyaknya orang-orang kaya Indonesia yang membeli jet pribadi, Ferrari, yacht, dan apartemen mewah di London.
Perekonomian Indonesia 2012 akan sangat tergantung pada permintaan domestik dengan dukungan daya beli kelas menengah yang terus meningkat. Namun, jika tidak dikelola dengan baik, hal ini tidak akan bertahan lama. Inflasi harus terkendali, sementara pasokan infrastruktur untuk memperbaiki kondisi logistik harus ditambah. Jika tidak, ekonomi Indonesia akan berujung gelembung (bubble economy).

Di luar itu, kawasan Afrika oleh The Economist (3/12/2011) dianggap sebagai pesaing serius Asia. Sama dengan Indonesia, negara-negara di Afrika umumnya juga kaya sumber daya alam dan komoditas serta memiliki dividen demografi yang besar. Masalahnya pun sama dengan kita, yaitu pemerintah yang tak berdaya. Maka, seberapa cepat Indonesia mampu melakukan reformasi birokrasi, hal itu akan menjadi salah satu kunci keberhasilan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar