Bisnis
Emas di Timika Membuka Peluang dan Konflik
Jozep Ojong, DOKTER
YANG BERTUGAS DI PAPUA SEJAK 1983
Sumber : SINAR HARAPAN, 17 Desember 2011
Siapa yang tidak kenal nama Freeport di
Papua? Boleh dikata hampir semua orang di Papua sampai ke pelosok pedalaman
kenal nama Freeport, perusahaan raksasa dari Amerika Serikat yang mengelola
tambang emas dan tembaga tiga terbesar di dunia.
Perusahaan yang hadir di bumi Papua sejak
1969 tersebut patut dikagumi dalam kiprahnya karena kontribusinya untuk PDB
Kabupaten Mimika tahun 2010, tempat perusahaan ini beroperasi, mencapai 96
persen, dan untuk Provinsi Papua mencapai lebih dari 50 persen.
Kehadiran perusahaan tersebut sangat tampak
di Timika, ibu kota Kabupaten Mimika, dimulai saat kita mendarat di Bandar
Udara International Mozes Kilangin (milik perusahaan itu).
Di Papua banyak siswa yang memperoleh
beasiswa untuk belajar dari perusahaan tersebut, baik yang sekolah di Jayapura
maupun luar Papua melalui LPMAK (Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan
Kamoro).
LPMAK mengelola dana untuk kegiatan
pendidikan, kesehatan, media massa, pengembangan ekonomi, dan sebagainya.
Pembangunan di daerah pedalaman Papua yang berdekatan dengan tambang pun
merupakan dampak kehadiran Freeport, melalui pembangunan lapangan terbang
perintis, gereja, pengembangan ekonomi, dan sebagainya.
Peningkatan pendapatan bagi para keluarga
karyawan Papua pun terasa secara signifkan. Diperkirakan, sekitar 28 persen
dari karyawannya adalah orang Papua.
Dampak Migrasi
Freeport telah menarik berbagai lapisan
masyarakat dan perusahaan dari seluruh Indonesia, bahkan seluruh dunia, untuk
datang mencari kerja dan peluang usaha.
Karena itu tidak heran kalau Kota Timika
mencatat pertumbuhan penduduk terbesar di Indonesia dan kini telah menjadi kota
berpenduduk sekitar 200.000 orang, dari semula hanya ratusan orang di 1980-an.
Pertumbuhan yang pesat akibat migrasi itu juga menimbulkan pengangguran di
Timika setelah 2000-an.
Pertumbuhan penduduk yang sangat cepat juga
menimbulkan konflik sosial sebagai buah kesenjangan sosial antara penduduk asli
Papua yang termarginalisasi dengan para pendatang.
Konflik makin tinggi menyusul perkembangan
berbagai kegiatan ekonomi lain, seperti pendulangan emas, peredaran minuman
beralkohol, perjudian, dan prostitusi. Pertumbuhan kasus HIV/AIDS di Timika
yang tertinggi di Indonesia.
Karena tingginya angka pengangguran, segala
cara ditempuh untuk memperoleh nafkah.
Semula usaha pendulangan emas tidak ada,
namun dengan timbulnya ide mengolah tailing (limbah tambang) mulailah
era pendulangan sejak 2002, yang diperkirakan menghasilkan perputaran uang
sekitar US$ 100 juta per tahun. Jumlah orang di pendulangan pun tak kalah
dengan jumlah karyawan Freeport.
Dampak migrasi dan segala kaitannya akhirnya
memudahkan timbulnya friksi dan konflik kepentingan antarberbagai kelompok
maupun individu, karena pemainnya makin banyak sementara hasil tidak bertambah
dan masuknya pemain yang lebih besar.
Bisnis Emas
Sebetulnya seluruh lokasi perusahaan dijaga
aparat keamanan, sehingga seharusnya tidak sembarang orang dapat masuk wilayah
tambang, apalagi para pendulang. Semasa Orde Baru, tanggung jawab keamanan di
wilayah kerja perusahaan diserahkan kepada aparat TNI, namun di era reformasi
secara bertahap dialihkan kepada Polri, terutama satuan Brimob.
Sepanjang jalan dari pelabuhan, di sini
konsentrat dimuat di Mile 1 sampai lokasi pabrik pengolahan di Mile 74 dan
Gunung Grasberg. Penjaga keamanan adalah polisi dengan belasan pos penjagaan
dan ratusan anggota.
Namun hal itu tidak menjamin keamanan karena
sejak Juli 2009 sampai kini terjadi berkali-kali kasus teror penembakan para
karyawan dengan korban tewas 13 orang, yang sampai kini tidak pernah terungkap
siapa dalang maupun pelakunya.
Ketika pendulangan menjadi suatu bagian
kehidupan yang mau tidak mau harus diterima perusahaan, lokasi pendulangan
mulai terkonsentrasi di tempat yang memberi hasil terbaik, yaitu antara Mile 74
sampai 68 dan antara Mile 50 sampai 32.
Pembagian wilayah pendulangan: penduduk asli
pegunungan mendulang di Mile 74 sampai 68 atau lokasi Kota Tembagapura karena
dianggap wilayah tersebut merupakan tanah hak ulayat suku Amungme; di Mile 50
sampai 32 para pendulang dari beragam suku yang sama-sama mengadu untung walau
awalnya hanya orang Papua.
Penghasilan para pendulang cukup bagus,
khususnya di lokasi dekat muara pembuangan limbah tambang di pegunungan (Mile
74 sampai 68) dan sekitar Mile 50 sampai 32, di mana arus sungainya sudah
melambat dan sudah terjadi sedimentasi tailing.
Bersamaan dengan maraknya pendulangan,
menjamurlah berbagai macam usaha di lokasi pendulangan, seperti tenda warung
makan, aneka kelontong, sembako, miras, prostitusi, dan apa saja yang
dibutuhkan para pendulang, mulai dari yang legal sampai ilegal.
Dampak Pemogokan
Pemogokan karyawan perusahaan yang
berlangsung beberapa bulan dan baru berakhir pekan ini secara tidak langsung
memberi peluang pada penjarahan pipa konsentrat perusahaan, karena sepotong
pipa panjang sejengkal tangan masih mengandung emas yang bernilai Rp 30-40
juta.
Pipa yang telah dipotong dan mengandung
konsentrat dikerok agar diperoleh emasnya dengan memisahkannya dari campuran
konsentrat. Kegiatan ini menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi para perajin
di Timika.
Sejak pemogokan 15 September lalu, telah
terjadi penjarahan pipa secara berjemaah dari Mile 3 sampai Mile 21, karena di
lokasi itu kadar emasnya paling tinggi, mengingat lokasinya sudah dekat pabrik
penyimpanan di Mile 1. Akibatnya, banyak orang kaya mendadak.
Akibat terputusnya pipa penyaluran
konsentrat, praktis tambang telah berhenti produksi sejak Oktober lalu, dan
berakibat terhentinya juga mata pencarian para pendulang dan penerimaan bagi
Mimika, Papua, dan negara. Tiba-tiba saja roda perekonomian Timika tidak lagi
secerah sebelumnya, perputaran uang seperti berhenti mendadak bersamaan dengan
aksi pemogokan.
Jadi, PT Freeport Indonesia bukan saja
menjadi tempat pemberi kerja bagi karyawan yang berkualifikasi, namun
kehadirannya juga memberi berkah bagi mereka yang tidak berkualifikasi.
Kesemuanya telah menggerakkan roda kehidupan Kota Timika. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar