Hoax
dari Era Nabi Muhammad hingga Medsos
Syaifullah Amin ; Wakil
Sekretaris Lembaga Dakwah PBNU
|
DETIKNEWS, 04 Januari
2017
Fenomena
hoax bukanlah hal baru, sejarah dunia pun banyak diisi oleh cerita-cerita
yang terbukti hoax di kemudian hari. Dunia sains, dunia militer bahkan dalam
urusan agama sekali pun terdapat banyak berita hoax yang bertebaran dari masa
ke masa. Dari hoax serius yang mempertaruhkan dan bahkan mengorbankan ribuan
nyawa hingga hoax sepele yang sekedar menggelikan para pembaca atau pendengar
sebuah cerita. Lucunya, ada hoax menggelikan yang terkadang bisa memicu
peperangan antar bangsa.
Maraknya
berita hoax yang akhir-akhir ini melanda dunia media sosial (medsos) kita
bukanlah hal baru. Dalam Islam, berita hoax bahkan sudah terjadi sejak zaman
Nabi Muhammad SAW masih hidup. Suasana peperangan yang tidak pasti sering
menjadikan berita-berita beterbangan lebih cepat nyaring dari denting pedang
dan lebih cepat dari anak panah melesat meninggalkan busurnya. Padahal zaman
dulu paling cepat juga orang hanya bisa naik kuda, nggak mungkin juga toh
naik anak panah? Apalagi menyalip hoax.
Orang-orang
Yahudi di Madinah pada zaman Nabi bahkan sudah menampakkan perilaku yang
tidak bersahabat dan tidak dapat dipercaya sama sekali. Hoax ini bukan
berita, tetapi hoax dalam bentuk sikap. Seorang pendeta Yahudi di Madinah
bernama Hushain bin Salam yang masuk Islam setelah menguji Nabi dengan
semacam ujian psikotest. Sang pendeta ini adalah orang terpandang dan
terkenal pandai dan jujur di lingkungan penduduk Yahudi Madinah.
Lalu
Nabi pun melakukan kroscek kepada orang-orang Yahudi lainnya, lucunya,
orang-orang Yahudi ini segera menganulir status sosial dan kependetaan
Hushain ini. Orang-orang Yahudi mengatakan kepada Nabi, "Engkau pendusta
wahai Hushain. Wahai Muhammad, Hushain ini adalah orang yang tidak memiliki
kedudukan di sisi kami. Tidak ada kebaikan pada dirinya," kata mereka
kemudian pergi meninggalkan Rasulullah.
Untung
saja Nabi kroscek, iya dong, kalau tidak, apa kata dunia? Betapa cepatnya
mereka update dan edit status.
Contoh
berita hoax lainnya yang pernah terjadi dalam sejarah Islam adalah berita
tentang tewasnya Sahabat Nabi yang bernama Utsman bin Affan. Saat itu, di
tahun keenam Hijriyah, Nabi Muhammad SAW menerima perintah perjalanan umrah.
Nabi pun bertolak bersama sekitar 1400-an sahabatnya dari Madinah. Perjalanan
ini bukan tanpa tantangan, berombongan di padang pasir melewati beberapa
tempat berbahaya dan persimpangan yang biasa dijadikan lahan pembegalan
besar-besaran.
Perjalanan
yang panjang di medan gurun membuat seringkali membuat para sahabat
hampir-hampir tak kuasa menahan amarah. Perjalanan umrah yang semestinya
bertujuan damai pun hampir-hampir diwarnai oleh beberapa pertumpahan darah.
Beberapa sahabat mengusulkan kepada Nabi untuk melawan
penghadangan-penghadangan dan gangguan-gangguan di perjalanan ibadah mereka.
Beberapa orang menghadap Nabi meminta izin untuk melakukan tindakan kekerasan
atau tindakan militer. Nggak kebayang kan bagaimana jadinya bila 1400-an
orang diizinkan membalas?
So,
untung ada seorang sahabat yang sangat bijak bernama Abu bakar yang selalu
mengingatkan Nabi, "Ya Rasulullah, engkau keluar untuk melaksanakan
umrah, bukan untuk memerangi siapapun. Maka fokuslah untuk itu! Siapa pun
yang menghalangi kita dari keinginan itu, maka baru kita perangi
mereka."
Nabi
bahkan terpaksa mengubah jalur untuk menghindari pertempuran dan penghadangan
dari orang Makkah dan sekutu-sekutu sang kafir Quraisy. Rasulullah berusaha
keras agar kedatangannya bersama rombongan ke Makkah dapat diterima dengan
baik, bahwa kedatangan mereka bukan untuk berperang. Rasulullah berunding
dengan perwakilan Quraisy yang menghadangnya di dekat kota Makkah dan
mengutus beberapa orang yang dipimpin sahabat Utsman untuk berunding dengan
para pemimpin Quraisy di pusat kota Makkah.
Pada
saat-saat genting tidak menentu inilah kabar hoax itu bermula di antara kaum
Muslimin. Beredar hoax yang entah diproduksi di mana, bahwa sahabat Utsman
telah tewas. Memang utusan sebelum Utsman bernama Khirasy bin Umayyah
al-Khuzai telah ditolak dan onta Nabi yang ditungganginya dibunuh. Masih
untung penunggangnya dibiarkan pergi. Pengalaman inilah yang membuat
rombongan galau tingkat dewa.
Mungkin
berdasar hal itu, kepergian Utsman yang cukup lama lalu memunculkan
ketidakpastian di hati para sahabat Nabi, hingga mereka pun mudah termakan
hoax. Padahal justru sahabat Utsman diterima baik oleh Quraisy Makkah dan
bahkan diizinkan untuk melaksanakan ibadah umrah. Akan tetapi Sahabat Utsman
menolaknya dengan halus, beliau nggak enak dengan kawan-kawannya, khususnya
dengan Nabi yang belum berhasil umrah dalam misi tersebut.
Menyikapi
hoax yang semakin memanas ini, Nabi mengambil inisiatif untuk merapatkan
barisan. Nabi meminta janji setia kepada para sahabatnya. Di mana inti janji
setia ini sungguh sangat memberatkan para pengikut Nabi Muhammad SAW yang
berbunyi, "Siapa saja yang datang ke Madinah dari kota Makkah harus di
kembalikan ke kota Makkah. Siapa saja dari penduduk Madinah yang datang ke
Makkah, maka tidak boleh dikembalikan ke Madinah." Duh, kayaknya nggak
adil kan?
Meski
begitu para sahabat tetap patuh, mereka setia pada janji untuk tetap saling
menguatkan, bukan saling menjatuhkan. Tetapi lihatlah saat ini, saat para
ulama sebagai para pewaris Nabi berbeda pendapat, yang kita lihat dan dengar,
tidak jarang muncul ungkapan saling menjatuhkan. Celakanya, masing-masing
yang berbeda pendapat ini, kita melihat banyak pengikut yang ceroboh. Mereka
sibuk dan sangat bersemangat untuk saling serang dan saling menjatuhkan.
Parahnya,
saat ini hoax menjadi senjata utama dalam aktifitas para pengikut ini. Hoax
menjadi amunisi kekinian yang ditembakkan lewat beragam aplikasi sosial media
yang kecepatannya melebihi jet-jet tempur Amerika dan Rusia sekalipun. Lalu
akankah kita berharap umat Islam menjadi pemenang dalam percaturan dunia,
bila para pengikutnya justru terlibat perang dan saling fitnah? Tentu tidak,
dan oleh karena itu kita harus mengakhiri era hoax ini. Kita harus menjadi
pribadi yang bijak yang saling menguatkan sesama saudara seiman.
Perbedaan
pendapat bukan pemicu untuk saling menghantam. Perbedaan pendapat mestinya
bisa digunakan untuk saling menopang. Lupakah kita pada sabda Nabi,
"Seorang Muslim dengan Muslim lainnya bagaikan sebuah bangunan yang
saling menguatkan." Meski beda pendapat tetap bisa saling menguatkan
toh? ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar