Tenaga
Kerja Ilegal Asal Tiongkok
Fadli Zon ; Wakil Ketua DPR RI
|
KOMPAS, 21 Januari
2017
Kecurigaan
publik atas tenaga kerja asing ilegal asal Tiongkok menyangkut tiga persoalan
sekaligus: ekonomi, politik, keamanan.
Menguatnya
perekonomian Tiongkok dan sikapnya yang agresif menjalin diplomasi ekonomi
jadi daya tarik sendiri bagi Indonesia yang tengah giat membangun
infrastruktur dan butuh investasi besar. Sayang, kerja sama yang telah
dijalin belum diiringi dengan hasil optimal.
Dari
data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), periode kuartal 2016 realisasi
dari Tiongkok mencapai 464 juta dollar AS yang terdiri atas 339 proyek.
Namun, posisi Tiongkok bukanlah yang pertama. Sebagai investor, saat ini
Tiongkok hanya menempati urutan ke-9 negara dengan investasi terbesar di
Indonesia. Sebagai kreditor, Tiongkok hanya menempati urutan ke-5. Posisi
Tiongkok kalah dari Singapura, Jepang, AS, dan Belanda. Namun, jumlah tenaga
kerja asing kita didominasi oleh asal Tiongkok, hingga 23 persen.
Persoalan
kedua menyangkut politik. Kita pernah punya problem sejarah terkait konflik
etnisitas yang melibatkan Tionghoa, baik pada masa kolonial maupun sesudah
kemerdekaan. Isu mengenai tenaga kerja asing ilegal asal Tiongkok mudah
menjadi isu sensitif.
Persoalan
ketiga terkait keamanan. Kita tentu belum lupa pada kasus diterobosnya area
militer Halim Perdanakusuma oleh tenaga kerja asing asal Tiongkok dalam
proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Di Bogor empat warga negara Tiongkok
ditemukan sebagai petani yang menanam cabai dengan kandungan bakteri
berbahaya, tanpa status visa yang tepat. Ini ancaman keamanan nasional yang
serius. Sebab, pada era sekarang, ancaman keamanan kepada negara bukan lagi
hanya berupa ancaman militer. Juga nirmiliter, mulai dari lingkungan, pangan,
energi, hingga ekonomi.
Bebas visa
Besarnya
jumlah tenaga kerja asing ilegal Tiongkok yang masuk ke Indonesia saat ini
didorong dua faktor. Faktor pemicu pertama adalah diterapkannya Peraturan
Presiden Nomor 21 Tahun 2016 tentang kebijakan bebas visa kunjungan bagi 169
negara.
Perpres
ini didesain untuk mendorong target pemerintah meningkatkan devisa turis
asing, tetapi ia juga memperbesar potensi ancaman keamanan domestik. Banyak
bukti yang menunjukkan penyalahgunaan kebijakan bebas visa. Para tenaga kerja
yang tak memenuhi syarat mendapat visa tenaga kerja memanfaatkan visa turis
untuk bisa masuk ke Indonesia yang kemudian bekerja di perusahaan asal negeri
mereka. Potensi penyalahgunaan visa turis asing ini juga semakin besar mengingat
masih sedikitnya jumlah tenaga pengawas ketenagakerjaan. Status visa tenaga
kerja asing yang bekerja di perusahaan negara asal mereka tidak dapat
maksimal terawasi.
Faktor
pemicu kedua ialah semakin longgarnya peraturan bagi tenaga kerja asing untuk
masuk ke Indonesia. Terutama setelah adanya revisi Permenaker Nomor 16 Tahun
2015 yang kemudian direvisi kembali menjadi No 35/2015. Perubahan permenaker
ini memiliki beberapa poin krusial.
Pertama,
dihilangkannya ketentuan kemampuan berbahasa Indonesia sebagaimana yang
sebelumnya ada pada Permenakertrans No 12/2013. Kedua, dihapuskannya
ketentuan kewajiban perusahaan merekrut 10 pekerja lokal setiap mempekerjakan
satu tenaga kerja asing. Ini diperparah dengan tak adanya ketentuan tegas
dalam permenakertrans perihal dilarangnya mempekerjakan tenaga kerja asing
sebagai buruh kasar. Perubahan ini membuat semakin longgarnya pintu masuk
tenaga kerja asing yang tak memiliki keahlian sama sekali untuk masuk ke
Indonesia.
Pemerintah
perlu melakukan upaya yang bukan saja kuratif, melainkan juga preventif.
Deportasi terhadap tenaga kerja asing ilegal yang dilakukan Kementerian
Ketenagakerjaan positif adanya. Begitupun dengan imbauan pemerintah kepada
masyarakat untuk secara aktif melakukan pelaporan jika ditemukan tenaga kerja
asing ilegal di lingkungannya. Namun, itu saja tidak cukup. Perlu upaya
penyelesaian lebih strategis.
Langkah
pertama, mengevaluasi dan meninjau kembali kebijakan bebas visa terhadap 169
negara sebagaimana yang tertuang dalam Perpres No 21/2016. Perlu dilihat
negara mana saja yang menjadi penyumbang terbesar turis ke Indonesia sehingga
selektif dan terarah. Juga perlu meninjau kesiapan tenaga pengawasan di dalam
wilayah yurisdiksi Indonesia untuk mencegah penyalahgunaan izin tinggal oleh
warga negara asing.
Langkah
strategis berikutnya adalah menjalin komunikasi politik yang sehat dengan
negara sahabat. Upaya preventif dapat dilakukan dengan membangun komitmen
bersama negara-negara sahabat dalam menangani persoalan tenaga kerja asing ilegal.
Dengan demikian, ada mekanisme politik kepada pihak perusahaan asing untuk
tidak menerima tenaga kerja asing tanpa status izin yang jelas. Ada pelibatan
lintas aktor, state, business, and society.. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar