Pengarusutamaan
Ekonomi Syariah
Rahmat Hidayat ;
Bekerja di Kemenpera
dan Anggota Pleno DSN MUI
|
REPUBLIKA,
13 Agustus 2014
Indonesia
merupakan negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia. Ini merupakan pasar
yang besar dan potensial bagi perkembangan ekonomi syariah. Dengan demikian,
sesungguhnya Indonesia berpotensi dan berpeluang menjadi kekuatan ekonomi
syariah terbesar di dunia.
Berbicara
tentang ekonomi syariah spektrumnya sangat luas, yaitu segala upaya untuk
memenuhi kebutuhan hidup, baik kebutuhan dasar/pokok (addharuriyat), kebutuhan sekunder (al-hajiyat), maupun kebutuhan tersier (attahsiniyat) sesuai dengan prinsip syariah. Pemenuhan kebutuhan
hidup tersebut dapat dilakukan melalui kegiatan produksi, konsumsi,
investasi, perdagangan, dan jasa.
Dalam
praktiknya, ekonomi syariah mencakup industri keuangan syariah seperti
perbankan, asuransi, pasar modal, lembaga pembiayaan, dan sukuk; pariwisata syariah, termasuk di dalamnya
hotel syariah, salon dan spa syariah;
halal food termasuk bahan pangan, pangan, obat-obatan, kosmetik, dan
produk olahan lainnya; pelayanan
kesehatan seperti rumah sakit dan laboratorium; life style seperti fashion serta
lembaga/instrumen sosial, seperti zakat, infak, sedekah, dan wakaf.
Ekonomi
syariah dikembangkan dalam rangka memenuhi (mengakomodasi) kebutuhan
masyarakat, khususnya umat Islam yang
ingin bertransaksi, berinvestasi, dan memenuhi kebutuhan hidupnya sesuai
dengan prinsip syariah (sharia
compliance).
Seiring
dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk bermuamalat sesusai
syariah, kegiatan ekonomi syariah terutama dalam 20 tahun terakhir tumbuh
secara signifikan, baik dari sisi kelembagaan, regulasi, maupun bisnis.
Dari
sisi kelembagaan banyak sekali berdiri lembaga keuangan syariah (LKS), mulai
dari perbankan, asuransi, re-asuransi, lembaga pembiayaan, pasar modal,
reksadana, lembaga penjaminan, koperasi syariah, BMT, dan lembaga wakaf. Dan
dari sisi kelembagaan ini, Indonesia
yang paling banyak dan variatif di dunia.
Dari
sisi regulasi, lahir sejumlah peraturan perundang-undangan di bidang ekonomi
syariah, seperti UU Perbankan Syariah, UU Surat Berharga Syariah Negara
(SBSN), Peraturan Bank Indonesia (PBI), dan Surat Edaran BI yang terkait
dengan Perbankan Syariah, Peraturan Jasa Koperasi Keuangan Syariah, Peraturan
Menteri Keuangn (PMK) yang terkait dengan Lembaga Keuangan Syariah (LKS),
Peraturan OJK, dan juga berbagai fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI.
Dari
sisi bisnis, perbankan syariah di Indonesia tumbuh sekitar 30-40 persen yoy,
sementara perbankan konvesional berkisar 18-21 persen per tahun. Asuransi syariah tumbuh sekitar
45 persen yoy dan pembiayaan syariah tumbuh 27,22 persen yoy. Nilai kapitalisasi
pasar saham syariah mencapai Rp 2.618,1 triliun atau 58,4 persen dari
kapitalisasai pasar BEI dan sampai Oktober 2013 mencapai Rp 4.485
triliun (OJK, 10 Desember 2013). Total
penerbitan sukuk negara (SBSN) sampai Juli 2014 telah mencapai Rp 233,1 triliun
(Kemenkeu, 15 Juli 2014) dan menjadi salah satu sumber potensial
pembiayaan APBN-untuk menutup defisit APBN.
Namun
demikian, pangsa pasar (market share)
ekonomi syariah di Indonesia masih rendah. Untuk perbankan baru sekitar 4,9
persen dari industri perbankan nasional. Demikian pula market share industri
keuangan syariah non-bank masih berkisar 3,01 persen. Padahal, potensi
ekonomi syariah di Indonesia sangat besar.
Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono dalam amanatnya padat acara peresmian Gerakan Ekonomi
Syariah (GRES) di silang Monas tahun 2013 menyampaikan optimisme terhadap
prospek perkembangan ekonomi syariah di Indonesia dan menjadikan Indonesia
sebagai Pusat Ekonomi Dunia. Mengingat, Indonesia merupakan negara
berpenduduk Muslim terbesar di dunia, serta semakin meningkatkan kesadaran
masyarakat untuk bermuamalat sesuai dengan prinsip syariah.
Selama
ini perkembangan ekonomi syariah di Indonesia lebih banyak didorong oleh
masyarakat (buttom-up) dan peran pemerintah
dirasakan masih kurang. Berdasarkan pengalaman beberapa negara di mana
ekonomi syariahnya tumbuh secara meyakinkan dan pangsa pasarnya cukup besar,
seperti Malaysia, Arab Saudi, Iran, dan UEA, peran dan kebijakan
pemerintahnya sangat nyata mendorong perkembangan ekonomi syariah di beberapa
negara tersebut.
Oleh
karena itu, agar ekonomi syariah tumbuh secara lebih baik di Idonesia dan market share-nya meningkat secara
signifikan, pemerintah harus memberikan dukungan secara lebih nyata melalui
berbagai kebijakan pro syariah yaitu "pengarusutamaan ekonomi
syariah" (sharia mainstreaming).
Kebijakan tersebut dirumuskan dan dilakukan secara sistematis, komprehensif,
integratif, dan sinergis antarpemangku kepentingan, mencakup: (1) peningkatan
koordinasi, kerja sama dan sinergi berbagai pihak untuk mendukung
pengembangan ekonomi syariah di Indonesia; (2) pemberian iklim yang kondusif (friendly) baik di tataran makro maupun mikro, agar ekonomi
syariah dapat berkembang secara lebih baik dan cepat di Indonesia; (3) harmonisasi kebijakan dan peraturan
perundang-undangan termasuk kepastian hukum tentang pengenaan atau pembebasan
pajak atas produk/jasa industri keuangan syariah di Indonesia; (4) pengembangan/inovasi produk industri
keuangan syariah untuk mendukung pendanaan pembangunan infrastruktur; (5)
pengembangan sarana prasarana serta infrastruktur industri keuangan syariah
untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat; (6) memastikan dana haji
ditempatkan di perbankan syariah; (7) mendorong berkembanganya
lembaga-lembaga pengumpul dan pengelola dana sosial keagamaan seperti BAZNAS
dan BWI, serta memastikan lembaga-lembaga tersebut bekerja secara lebih
profesioanal, akuntabel, dan amanah; (8) penempatan sebagian dana APBN dan
BUMN di perbankan syariah, sehingga menjadi dana murah bagi pengembangan
perbankan syariah; (9) harus didorong berkembanganya industri pariwisata
syariah, halal food, dan fashion syariah; (10) peningkatan kualitas SDM
ekonomi syariah; dan (11) peningkatan
kesadaran masyarakat untuk bermuamalat sesuai dengan syariah.
Untuk
itu, sepatutnya ada kementerian yang dapat melakukan peran sharia
mainstreaming dengan melakukan koordinasi, sinkronisasi serta hamonisasi
kebijakan dan program, agar ekonomi
syariah di Indonesia dapat berkembang lebih baik, mampu bersaing baik di kancah
regional ASEAN maupun global, menjadi
yang terbesar di dunia, serta memberikan maslahah
kepada umat, bangsa, dan negara. Amin.
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar