Jumat, 15 Agustus 2014

Pengarusutamaan Ekonomi Syariah

                          Pengarusutamaan Ekonomi Syariah

Rahmat Hidayat  ;   Bekerja di Kemenpera dan  Anggota Pleno DSN MUI
REPUBLIKA, 13 Agustus 2014
                                                


Indonesia merupakan negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia. Ini merupakan pasar yang besar dan potensial bagi perkembangan ekonomi syariah. Dengan demikian, sesungguhnya Indonesia berpotensi dan berpeluang menjadi kekuatan ekonomi syariah terbesar di dunia.

Berbicara tentang ekonomi syariah spektrumnya sangat luas, yaitu segala upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup, baik kebutuhan dasar/pokok (addharuriyat), kebutuhan sekunder (al-hajiyat), maupun kebutuhan tersier (attahsiniyat) sesuai dengan prinsip syariah. Pemenuhan kebutuhan hidup tersebut dapat dilakukan melalui kegiatan produksi, konsumsi, investasi, perdagangan, dan jasa.

Dalam praktiknya, ekonomi syariah mencakup industri keuangan syariah seperti perbankan, asuransi, pasar modal, lembaga pembiayaan, dan sukuk;  pariwisata syariah, termasuk di dalamnya hotel syariah, salon dan spa syariah;  halal food termasuk bahan pangan, pangan, obat-obatan, kosmetik, dan produk olahan lainnya;  pelayanan kesehatan seperti rumah sakit dan laboratorium;  life style seperti fashion serta lembaga/instrumen sosial, seperti zakat, infak, sedekah, dan wakaf.

Ekonomi syariah dikembangkan dalam rangka memenuhi (mengakomodasi) kebutuhan masyarakat, khususnya  umat Islam yang ingin bertransaksi, berinvestasi, dan memenuhi kebutuhan hidupnya sesuai dengan prinsip syariah (sharia compliance).

Seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk bermuamalat sesusai syariah, kegiatan ekonomi syariah terutama dalam 20 tahun terakhir tumbuh secara signifikan, baik dari sisi kelembagaan, regulasi, maupun bisnis.

Dari sisi kelembagaan banyak sekali berdiri lembaga keuangan syariah (LKS), mulai dari perbankan, asuransi, re-asuransi, lembaga pembiayaan, pasar modal, reksadana, lembaga penjaminan, koperasi syariah, BMT, dan lembaga wakaf. Dan dari sisi kelembagaan ini,  Indonesia yang paling banyak dan variatif di dunia.

Dari sisi regulasi, lahir sejumlah peraturan perundang-undangan di bidang ekonomi syariah, seperti UU Perbankan Syariah, UU Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), Peraturan Bank Indonesia (PBI), dan Surat Edaran BI yang terkait dengan Perbankan Syariah, Peraturan Jasa Koperasi Keuangan Syariah, Peraturan Menteri Keuangn (PMK) yang terkait dengan Lembaga Keuangan Syariah (LKS), Peraturan OJK, dan juga berbagai fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI.

Dari sisi bisnis, perbankan syariah di Indonesia tumbuh sekitar 30-40 persen yoy, sementara perbankan konvesional berkisar 18-21 persen  per tahun. Asuransi syariah tumbuh sekitar 45 persen yoy dan pembiayaan syariah tumbuh 27,22 persen yoy. Nilai kapitalisasi pasar saham syariah mencapai Rp 2.618,1 triliun atau 58,4 persen dari kapitalisasai pasar BEI dan sampai Oktober 2013 mencapai Rp 4.485 triliun  (OJK, 10 Desember 2013). Total penerbitan sukuk negara (SBSN) sampai Juli 2014 telah mencapai Rp 233,1 triliun (Kemenkeu, 15 Juli 2014) dan  menjadi salah satu sumber potensial pembiayaan APBN-untuk menutup defisit APBN.

Namun demikian, pangsa pasar (market share) ekonomi syariah di Indonesia masih rendah. Untuk perbankan baru sekitar 4,9 persen dari industri perbankan nasional. Demikian pula market share industri keuangan syariah non-bank masih berkisar 3,01 persen. Padahal, potensi ekonomi syariah di Indonesia sangat besar.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam amanatnya padat acara peresmian Gerakan Ekonomi Syariah (GRES) di silang Monas tahun 2013 menyampaikan optimisme terhadap prospek perkembangan ekonomi syariah di Indonesia dan menjadikan Indonesia sebagai Pusat Ekonomi Dunia. Mengingat, Indonesia merupakan negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, serta semakin meningkatkan kesadaran masyarakat untuk bermuamalat sesuai dengan prinsip syariah.

Selama ini perkembangan ekonomi syariah di Indonesia lebih banyak didorong oleh masyarakat (buttom-up) dan peran pemerintah dirasakan masih kurang. Berdasarkan pengalaman beberapa negara di mana ekonomi syariahnya tumbuh secara meyakinkan dan pangsa pasarnya cukup besar, seperti Malaysia, Arab Saudi, Iran, dan UEA, peran dan kebijakan pemerintahnya sangat nyata mendorong perkembangan ekonomi syariah di beberapa negara tersebut.

Oleh karena itu, agar ekonomi syariah tumbuh secara lebih baik di Idonesia dan market share-nya meningkat secara signifikan, pemerintah harus memberikan dukungan secara lebih nyata melalui berbagai kebijakan pro syariah yaitu "pengarusutamaan ekonomi syariah" (sharia mainstreaming). Kebijakan tersebut dirumuskan dan dilakukan secara sistematis, komprehensif, integratif, dan sinergis antarpemangku kepentingan, mencakup: (1) peningkatan koordinasi, kerja sama dan sinergi berbagai pihak untuk mendukung pengembangan ekonomi syariah di Indonesia; (2) pemberian iklim  yang kondusif (friendly) baik di tataran makro maupun mikro, agar ekonomi syariah dapat berkembang secara lebih baik dan cepat di Indonesia; (3)  harmonisasi kebijakan dan peraturan perundang-undangan termasuk kepastian hukum tentang pengenaan atau pembebasan pajak atas produk/jasa industri keuangan syariah di Indonesia; (4)  pengembangan/inovasi produk industri keuangan syariah untuk mendukung pendanaan pembangunan infrastruktur; (5) pengembangan sarana prasarana serta infrastruktur industri keuangan syariah untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat; (6) memastikan dana haji ditempatkan di perbankan syariah; (7) mendorong berkembanganya lembaga-lembaga pengumpul dan pengelola dana sosial keagamaan seperti BAZNAS dan BWI, serta memastikan lembaga-lembaga tersebut bekerja secara lebih profesioanal, akuntabel, dan amanah; (8) penempatan sebagian dana APBN dan BUMN di perbankan syariah, sehingga menjadi dana murah bagi pengembangan perbankan syariah; (9) harus didorong berkembanganya industri pariwisata syariah, halal food, dan fashion syariah; (10) peningkatan kualitas SDM ekonomi syariah; dan (11)  peningkatan kesadaran masyarakat untuk bermuamalat sesuai dengan syariah.

Untuk itu, sepatutnya ada kementerian yang dapat melakukan peran sharia mainstreaming dengan melakukan koordinasi, sinkronisasi serta hamonisasi kebijakan dan program,  agar ekonomi syariah di Indonesia dapat berkembang lebih baik, mampu bersaing baik di kancah regional ASEAN maupun global,  menjadi yang terbesar di dunia, serta memberikan maslahah kepada umat, bangsa, dan negara. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar