Sabtu, 08 Maret 2014

Uang Politik Haram

Uang Politik Haram

Umbu TW Pariangu  ;   Dosen Fisipol, Undana, Kupang
REPUBLIKA,  07 Maret 2014
                                                                                                                        
                                                                                         
                                                                                                             
Sebanyak 12 partai politik (parpol) peserta pemilu telah menyerahkan daftar dana kampanyenya kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Ada tujuh parpol yang anggaran dana kampanyenya lebih dari Rp 100 miliar, seperti Gerindra yang mengalokasikan anggaran terbesar, Rp 306,6 miliar, kemudian Partai Demokrat Rp 268,1 miliar, PAN 256 miliar, Hanura Rp 241 miliar, PDIP Rp 220,8 miliar, Golkar Rp 174 miliar, dan Nasdem Rp 139 miliar. Penerapan sistem pemilu bercorak proporsional terbuka telah memberi konsekuensi kompetisi elektoral berbiaya mahal, di mana persaingan politik tidak saja berlangsung antarpartai, tetapi juga di antara caleg dalam satu partai.

Menariknya, pemilu tahun ini oleh sebagian kalangan disambut gembira mengingat hajatan ini ikut menggerakkan roda ekonomi/usaha masyarakat lewat peningkatan perputaran uang (Yustika, 2013). Bahkan, menjelang pelaksanaan pemilu dari tahun 2013 sam pai 2014 diperkirakan akan terjadi penambahan nilai perputaran ekonomi mencapai Rp 44,1 triliun (detikfinance 29/1).

Dana haram Namun, besarnya perputaran uang pada Pemilu 2014 hendaknya diwas- padai dari adanya unsur kriminal/kejahatan, seperti dugaan berlangsungnya transaksi haram. Menurut Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK), laporan transaksi mencurigakan menjelang pemilu naik menjadi 125 persen. Menariknya, grafik peningkatan dengan pola yang sama juga terjadi menjelang pemilukada.

UU No 8/2012 tentang Pemilu sudah mengatur besaran sumbangan dana kampanye dan syarat bagi penyumbang. Sumbangan dana kampanye kepada par pol dari perseorangan maksimal Rp 1 milar dan dari kelompok atau badan usaha maksimal Rp 7,5 miliar. Di samping itu, ketentuan lain yakni perlunya pencatatan semua dana kampanye berupa uang, barang, atau jasa yang diterima dalam pembukuan penerimaan dan pengeluaran khusus dana kampanye. Namun, ketentuan ini belum cukup meredam niat buruk parpol melepaskan diri dari perangkap aturan yang ada.

Dalam pemilu sebelumnya aturan tersebut, misalnya, disiasati dengan modus pendirian perusahaan fiktif untuk meloloskan parpol dari jeratan aturan dana maksimal yang diberikan perusahaan atau individu. Biasanya dilakukan dengan cara, satu nama mewakili beberapa unsur penyumbang. Atau, besaran maksimal dana sumbangan diakali dengan memecah nilai sumbangan.

Terkait dengan itulah maka Komisi Pemilihan Umum (KPU) perlu menegaskan aturan kepada parpol maupun caleg untuk melakukan pengisian dengan benar identitas dan hubungan penyumbang dan parpol. Isian itu disertai rincian data penyumbang dana, seperti NPWP, pemegang saham mayoritas, yang akan mempermudah proses penelusuran transaksi yang dinilai mencurigakan.

Untuk konteks caleg, pengetatan dana kampanye pribadi untuk menjamin legalitas sumber dana sangat penting demi memenuhi prinsip fairness pengelolaan dan akuntabilitas dana kampanyenya. Persoalannya, aturan yang membatasi hal ini termasuk pendaftaran nomor rekening caleg belum bisa meng-cover semua kejanggalan transaksi, terutama mengawasi sumber dana dari pihak ketiga. Apalagi sejauh ini tidak ada aturan yang mewajibkan PPATK meminta nomor rekening caleg sesuai UU No 8/2012 tentang Pemilu Legislatif. Namun, diharapkan adanya ke bijakan pengisian data pribadi (nama lengkap, alamat dan tempat, serta tanggal lahir) caleg, sangat menolong PPATK selaku "intelijen keuangan" melakukan pelacakan.

Kejujuran Demi optimalitas pengawasan, PPATK diharapkan secara sinergis bekerja sama dengan kepolisian dan kejaksaan terkait mekanisme penegakan hukum. Misalnya, apabila terjadi pelanggaran, bisa langsung diklasifikasi mana pelanggaran kode etik dan mana yang pidana. Badan Pengawas Pemilu (Banwaslu) menjadi instrumen yang juga diharapkan maksimal mengawal pengelolaan dana politik, terutama pemantauan sumbangan berupa barang (logistik, spanduk, dan fasilitas fisik kampanye lainnya) kepada caleg, yang tidak bisa dipantau sepenuhnya PPATK.

Ke depannya pengeloaan keuangan perlu menjadi tradisi yang harus dijalankan dan dilembagakan partai secara konsisten. Regulasi pemilu yang baik akan efektif jika ditunjang penegakan hukum yang tegas di segala lini. Namun, semuanya akan lebih tertolong jika politisi mau menjunjung tinggi prinsip kejujuran untuk mendukung terciptanya mekanisme kompetisi yang fairness.

Transparansi pengelolaan dana pemilu sangat penting untuk memper kuat pilar demokrasi. Pengelolaan dana pemilu yang rawan penyimpangan dan menabrak regulasi merupakan bibit awal politik transaksional yang menumbangkan prinsip etika, keadilan, dan akuntabilitas pemilu sebagai spirit dasar demokrasi. Jangan sampai Pe milu 2014 dan prinsip demokrasi dicemari oleh dana-dana haram yang pada gilirannya hanya akan menyengsarakan rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar