Uang
Politik Haram
Umbu TW Pariangu ;
Dosen Fisipol, Undana, Kupang
|
REPUBLIKA,
07 Maret 2014
Sebanyak 12 partai politik
(parpol) peserta pemilu telah menyerahkan daftar dana kampanyenya kepada
Komisi Pemilihan Umum (KPU). Ada tujuh parpol yang anggaran dana kampanyenya
lebih dari Rp 100 miliar, seperti Gerindra yang mengalokasikan anggaran
terbesar, Rp 306,6 miliar, kemudian Partai Demokrat Rp 268,1 miliar, PAN 256
miliar, Hanura Rp 241 miliar, PDIP Rp 220,8 miliar, Golkar Rp 174 miliar, dan
Nasdem Rp 139 miliar. Penerapan sistem pemilu bercorak proporsional terbuka
telah memberi konsekuensi kompetisi elektoral berbiaya mahal, di mana
persaingan politik tidak saja berlangsung antarpartai, tetapi juga di antara
caleg dalam satu partai.
Menariknya, pemilu tahun ini
oleh sebagian kalangan disambut gembira mengingat hajatan ini ikut menggerakkan
roda ekonomi/usaha masyarakat lewat peningkatan perputaran uang (Yustika,
2013). Bahkan, menjelang pelaksanaan pemilu dari tahun 2013 sam pai 2014
diperkirakan akan terjadi penambahan nilai perputaran ekonomi mencapai Rp
44,1 triliun (detikfinance 29/1).
Dana haram Namun, besarnya
perputaran uang pada Pemilu 2014 hendaknya diwas- padai dari adanya unsur
kriminal/kejahatan, seperti dugaan berlangsungnya transaksi haram. Menurut
Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK), laporan transaksi
mencurigakan menjelang pemilu naik menjadi 125 persen. Menariknya, grafik
peningkatan dengan pola yang sama juga terjadi menjelang pemilukada.
UU No 8/2012 tentang Pemilu
sudah mengatur besaran sumbangan dana kampanye dan syarat bagi penyumbang. Sumbangan
dana kampanye kepada par pol dari perseorangan maksimal Rp 1 milar dan dari
kelompok atau badan usaha maksimal Rp 7,5 miliar. Di samping itu, ketentuan
lain yakni perlunya pencatatan semua dana kampanye berupa uang, barang, atau
jasa yang diterima dalam pembukuan penerimaan dan pengeluaran khusus dana
kampanye. Namun, ketentuan ini belum cukup meredam niat buruk parpol
melepaskan diri dari perangkap aturan yang ada.
Dalam pemilu sebelumnya aturan
tersebut, misalnya, disiasati dengan modus pendirian perusahaan fiktif untuk
meloloskan parpol dari jeratan aturan dana maksimal yang diberikan perusahaan
atau individu. Biasanya dilakukan dengan cara, satu nama mewakili beberapa
unsur penyumbang. Atau, besaran maksimal dana sumbangan diakali dengan
memecah nilai sumbangan.
Terkait dengan itulah maka
Komisi Pemilihan Umum (KPU) perlu menegaskan aturan kepada parpol maupun
caleg untuk melakukan pengisian dengan benar identitas dan hubungan
penyumbang dan parpol. Isian itu disertai rincian data penyumbang dana,
seperti NPWP, pemegang saham mayoritas, yang akan mempermudah proses penelusuran
transaksi yang dinilai mencurigakan.
Untuk konteks caleg, pengetatan
dana kampanye pribadi untuk menjamin legalitas sumber dana sangat penting
demi memenuhi prinsip fairness pengelolaan
dan akuntabilitas dana kampanyenya. Persoalannya, aturan yang membatasi hal
ini termasuk pendaftaran nomor rekening caleg belum bisa meng-cover semua kejanggalan transaksi,
terutama mengawasi sumber dana dari pihak ketiga. Apalagi sejauh ini tidak
ada aturan yang mewajibkan PPATK meminta nomor rekening caleg sesuai UU No 8/2012
tentang Pemilu Legislatif. Namun, diharapkan adanya ke bijakan pengisian data
pribadi (nama lengkap, alamat dan tempat, serta tanggal lahir) caleg, sangat
menolong PPATK selaku "intelijen
keuangan" melakukan pelacakan.
Kejujuran Demi optimalitas
pengawasan, PPATK diharapkan secara sinergis bekerja sama dengan kepolisian
dan kejaksaan terkait mekanisme penegakan hukum. Misalnya, apabila terjadi
pelanggaran, bisa langsung diklasifikasi mana pelanggaran kode etik dan mana
yang pidana. Badan Pengawas Pemilu (Banwaslu) menjadi instrumen yang juga
diharapkan maksimal mengawal pengelolaan dana politik, terutama pemantauan sumbangan
berupa barang (logistik, spanduk, dan fasilitas fisik kampanye lainnya)
kepada caleg, yang tidak bisa dipantau sepenuhnya PPATK.
Ke depannya pengeloaan keuangan
perlu menjadi tradisi yang harus dijalankan dan dilembagakan partai secara
konsisten. Regulasi pemilu yang baik akan efektif jika ditunjang penegakan
hukum yang tegas di segala lini. Namun, semuanya akan lebih tertolong jika
politisi mau menjunjung tinggi prinsip kejujuran untuk mendukung terciptanya
mekanisme kompetisi yang fairness.
Transparansi pengelolaan dana pemilu
sangat penting untuk memper kuat pilar demokrasi. Pengelolaan dana pemilu
yang rawan penyimpangan dan menabrak regulasi merupakan bibit awal politik
transaksional yang menumbangkan prinsip etika, keadilan, dan akuntabilitas pemilu
sebagai spirit dasar demokrasi. Jangan sampai Pe milu 2014 dan prinsip
demokrasi dicemari oleh dana-dana haram yang pada gilirannya hanya akan menyengsarakan
rakyat.
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar