Tiga
Kunci Arah Pendidikan
Djaali
; Rektor
Universitas Negeri Jakarta
|
MEDIA
INDONESIA, 01 Maret 2014
MENJELANG Pemilu 2014, dinamika politik
kian kencang. Tentu semua kekuatan politik berpikir keras menyiapkan diri
merancang bangun beragam sektor bagi kemajuan Indonesia, tak terkecuali
sektor pendidikan. Masalah sektor pendidikan memang sangat kompleks, mulai
soal anggaran pendidikan yang tidak sepenuhnya 20 % APBN diperuntukkan bagi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), ketidakmerataan tenaga
pendidikan, kompetensi tenaga pendidikan yang masih perlu terus dikembangkan,
sampai output dan outcome lembaga pendidikan. Mau dibawa ke mana pendidikan
kita?
Dalam UU Sistem Pendidikan Nasional
Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3 disebutkan bahwa fungsi dan tujuan pendidikan
nasional ialah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Tujuan pendidikan itulah yang kemudian diterjemahkan
pemerintah dengan beragam kebijakan pendidikan.
Kita tidak meragukan kemampuan
pemerintah menerjemahkan tujuan nasional pendidikan yang sudah dicanangkan 11
tahun lalu itu. Akan tetapi, tampaknya dengan berbagai persoalan pendidikan
yang kita alami saat ini, diperlukan kembali suatu upaya menerjemahkan tujuan
pendidikan nasional itu dalam bentuk semacam reorientasi arah pendidikan
kita. Ketika tidak ada upaya kritis untuk mempertanyakan arah pendidikan
kita, upaya perbaikannya akan mengalami kemandekan. Sementara itu, tantangan
zaman dan kebutuhan masa depan Indonesia terus mengalami dinamika dan
progresivitas yang luar biasa.
Ada tiga kunci arah penting pendidikan
Indonesia yang harus dijadikan orientasi utama untuk menjawab problem dan
tantangan Indonesia ke depan, yaitu pembentukan akhlak atau karakter bangsa,
pengembangan ipteks (ilmu pengetahuan teknologi dan seni), dan penyiapan
tenaga kerja berbasis sumber daya alam Indonesia. Ketiga arah tersebut
terintegrasi meski nanti tahapan dan penjelasan implementasi arahnya akan
dikelompokkan sebagaimana penjelasan berikut.
Pembentukan
akhlak
Akhlak itu semestinya melekat dan
menjiwai ilmuwan dan pekerja. Ketika akhlak dipisahkan dari ilmuwan dan
pekerja, negeri ini akan makin rusak dan kehilangan orientasi utamanya.
Realitas ilmuwan saat ini yang, misalnya, menggadaikan idealisme keilmuannya
demi kepentingan pragmatis merupakan bencana besar bagi Indonesia dan bagi
kemanusiaan di masa depan. Pekerja yang menafi kan akhlak malah sering menjadi
penghambat produktivitas. Oleh karenanya, pembentukan akhlak itu menjadi
sangat penting menjadi kunci arah pertama pendidikan kita.
Persoalannya, bagaimana arah
pembentukan akhlak di dunia pendidikan ini diimplementasikan? Pendidikan akhlak
atau moral atau karakter bangsa ini harus dimulai di pendidikan tingkat
dasar, yaitu di sekolah dasar (SD) sampai sekolah menengah pertama (SMP).
Karena itu, pendidikan di tingkat dasar porsi pembentukan akhlak harus lebih
besar jika dibandingkan dengan pembelajaran pengetahuannya. Dengan demikian,
seluruh anak Indonesia wajib hukumnya mendapatkan pelayanan pemberian
pendidikan atau pembentukan karakternya di pendidikan tingkat SD sampai SMP
de ngan standar yang telah ditetapkan. Jika dipersentasekan, porsi
pembentukan karakter di tingkat dasar itu mencapai 60%, selebihnya 40% itu
belajar membaca, menulis, berhitung sederhana, sains, seni, dan olahraga.
Pendidikan akhlak saat ini sudah ada,
tetapi persentasenya masih sedikit dan sekadar mengajarkan pengetahuan
tentang akhlak, bukan membangun habitus agar siswa berakhlak. Faktor guru
menjadi hal penting dalam hal tersebut. Guru SD dan SMP menjadi kunci penting
dalam membentuk akhlak anak-anak. Kepada guru pendidikan tingkat dasar itu
moral bangsa dipertaruhkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan tenaga
kependidikan (LPTK) yang menghasilkan guru untuk pendidikan tingkat dasar
perlu diubah dan diperbaiki pola penyelenggaraan pendidikannya. LPTK atau
universitas yang menghasilkan guru untuk pendidikan tingkat dasar seperti
program PGSD (pendidikan guru sekolah dasar) harus mulai selektif dari
penerimaan mahasiswanya. Tes masuk untuk menjadi mahasiswa yang disiapkan
menjadi guru SD-SMP itu harus dimulai dengan tes minat dan bakat, selain tes
kemampuan akademik.
Hanya mereka yang memiliki minat dan
bakat tinggi menjadi guru itulah yang lulus untuk memasuki perguruan tinggi
penghasil guru. Selanjutnya, pola pendidikan untuk calon guru itu perlu
diasramakan (boarding university).
Pendidikan bagi calon guru sekolah dasar tersebut penting sebagai desain
generasi masa depan bangsa. Maka, universitas yang menyiapkan guru bagi
pendidikan dasar itu harus pemerintah yang mengelola, bukan swasta. Di
negara-negara maju school of education
itu dikelola negara.
Pengembangan
Ipteks
Pengembangan ipteks merupakan kunci
arah penting pendidikan kita setelah akhlak. Arah pengembangannya dalam
rangka menyiapkan generasi bangsa yang mampu mengembangkan. Oleh karena itu,
universitas perlu membangun budaya riset dalam rangka pengembangan ilmu dan
upaya penemuan-penemuan baru di bidang sains. Budaya riset tersebut
sesungguhnya bisa dimulai dari tingkat SMA. Sebenarnya pengembangan ipteks di
universitas sudah berjalan, tetapi produktivitas dan temuan-temuan risetnya
masih belum maju bila dibandingkan dengan Malaysia bahkan Vietnam. Perlu ada
upaya lebih serius dari seluruh stakeholder dalam mendukung pengembangan
ipteks itu.
Untuk arah pengembangan ipteks tersebut
sebenarnya tidak perlu banyak universitas dan tidak pula diperlukan banyak
mahasiswa karena saat ini mahasiswa yang memasuki program studi ilmu murni
sampai tingkat doktoral sudah terlalu banyak meski jumlah produk keilmuan
mereka tidak begitu signifi kan. Agar arah pengembangan ipteks berhasil
mencapai arah orien tasinya, harus mulai segera mengurangi jumlah penerimaan
mahasiswa yang masuk ke ilmu murni. Jika kita ingin ipteks berkembang maju,
universitas yang menerima mahasiswa program ilmu murni harus melakukan
seleksi penerimaan secara lebih ketat dan berkualitas.
Dalam pengembangan ilmu juga dibutuhkan
suatu upaya universitas untuk membangun habitus yang disebut scientific attitude. Karena scientific attitude itulah ilmu
pengetahuan bisa berkembang pesat di sebuah universitas. Scientic attitude itu suatu perilaku atau watak ilmuwan yang
dimiliki seseorang yang meliputi watak rasa ingin tahu yang tinggi, tak kenal
lelah demi ilmu pengetahuan, menjunjung tinggi kejujuran, objektif, fairness, menghargai pemikiran yang
berbeda, dan saling memuliakan serta demokratis.
Dalam ajaran Islam telah ditegaskan
bahwa, jika ingin sukses (selamat) di dunia harus dengan ilmu, jika ingin
sukses (selamat) di akhirat juga harus dengan ilmu, dan jika ingin sukses
dunia-akhirat, juga harus dengan ilmu. Kalimat itu bermakna dalam bahwa maju
mundurnya bangsa ditentukan penghuninya apakah memiliki ilmu atau tidak dalam
merespons dan menjawab tantangan zamannya.
Hal penting yang ada di hadapan mata
ialah sumber daya alam laut dan pertanian yang amat luas. Namun, justru di
sektor tersebut tenaga kerja kita banyak yang tidak terdidik atau tidak
berilmu. Beberapa tahun lalu temuan penulis dalam sebuah penelitian di sebuah
kabupaten menunjukkan, dari 1.000 petani, hanya 10% yang berpendidikan SMK
pertanian, selebihnya lulusan SMP, SD, dan bahkan tidak sekolah. Fakta
lainnya, orientasi pendidikan kita terlalu fokus pada pendidikan akademi dan
masyarakat lebih berorientasi pada gelar.
Fakta itu harus dijawab dunia
pendidikan dengan orientasi menyiapkan tenaga kerja berilmu dan berbasis
sumber daya alam (SDA) Indonesia. Pendidikan kita harus menjawab bagaimana
mengelola kekayaan laut, lahan pertanian, dan kekayaan alam secara umum.
Diperlukan desain pendidikan kejuruan
untuk melahirkan tenaga kerja berilmu dan berbasis kebutuhan SDA kita.
Implementasi otoritasnya perlu ada lembaga yang fokus mengurus dan menyiapkan
SDM pekerja yang berbasis SDA laut dan pertanian kita dalam satu pintu
direktorat jenderal di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar