Minggu, 02 Maret 2014

Tiga Kunci Arah Pendidikan

Tiga Kunci Arah Pendidikan

Djaali  ;   Rektor Universitas Negeri Jakarta
MEDIA INDONESIA,  01 Maret 2014
                                                                                                                        
                                                                                         
                                                                                                                       
MENJELANG Pemilu 2014, dinamika politik kian kencang. Tentu semua kekuatan politik berpikir keras menyiapkan diri merancang bangun beragam sektor bagi kemajuan Indonesia, tak terkecuali sektor pendidikan. Masalah sektor pendidikan memang sangat kompleks, mulai soal anggaran pendidikan yang tidak sepenuhnya 20 % APBN diperuntukkan bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), ketidakmerataan tenaga pendidikan, kompetensi tenaga pendidikan yang masih perlu terus dikembangkan, sampai output dan outcome lembaga pendidikan. Mau dibawa ke mana pendidikan kita?

Dalam UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3 disebutkan bahwa fungsi dan tujuan pendidikan nasional ialah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan pendidikan itulah yang kemudian diterjemahkan pemerintah dengan beragam kebijakan pendidikan.

Kita tidak meragukan kemampuan pemerintah menerjemahkan tujuan nasional pendidikan yang sudah dicanangkan 11 tahun lalu itu. Akan tetapi, tampaknya dengan berbagai persoalan pendidikan yang kita alami saat ini, diperlukan kembali suatu upaya menerjemahkan tujuan pendidikan nasional itu dalam bentuk semacam reorientasi arah pendidikan kita. Ketika tidak ada upaya kritis untuk mempertanyakan arah pendidikan kita, upaya perbaikannya akan mengalami kemandekan. Sementara itu, tantangan zaman dan kebutuhan masa depan Indonesia terus mengalami dinamika dan progresivitas yang luar biasa.

Ada tiga kunci arah penting pendidikan Indonesia yang harus dijadikan orientasi utama untuk menjawab problem dan tantangan Indonesia ke depan, yaitu pembentukan akhlak atau karakter bangsa, pengembangan ipteks (ilmu pengetahuan teknologi dan seni), dan penyiapan tenaga kerja berbasis sumber daya alam Indonesia. Ketiga arah tersebut terintegrasi meski nanti tahapan dan penjelasan implementasi arahnya akan dikelompokkan sebagaimana penjelasan berikut.

Pembentukan akhlak

Akhlak itu semestinya melekat dan menjiwai ilmuwan dan pekerja. Ketika akhlak dipisahkan dari ilmuwan dan pekerja, negeri ini akan makin rusak dan kehilangan orientasi utamanya. Realitas ilmuwan saat ini yang, misalnya, menggadaikan idealisme keilmuannya demi kepentingan pragmatis merupakan bencana besar bagi Indonesia dan bagi kemanusiaan di masa depan. Pekerja yang menafi kan akhlak malah sering menjadi penghambat produktivitas. Oleh karenanya, pembentukan akhlak itu menjadi sangat penting menjadi kunci arah pertama pendidikan kita.

Persoalannya, bagaimana arah pembentukan akhlak di dunia pendidikan ini diimplementasikan? Pendidikan akhlak atau moral atau karakter bangsa ini harus dimulai di pendidikan tingkat dasar, yaitu di sekolah dasar (SD) sampai sekolah menengah pertama (SMP). Karena itu, pendidikan di tingkat dasar porsi pembentukan akhlak harus lebih besar jika dibandingkan dengan pembelajaran pengetahuannya. Dengan demikian, seluruh anak Indonesia wajib hukumnya mendapatkan pelayanan pemberian pendidikan atau pembentukan karakternya di pendidikan tingkat SD sampai SMP de ngan standar yang telah ditetapkan. Jika dipersentasekan, porsi pembentukan karakter di tingkat dasar itu mencapai 60%, selebihnya 40% itu belajar membaca, menulis, berhitung sederhana, sains, seni, dan olahraga.

Pendidikan akhlak saat ini sudah ada, tetapi persentasenya masih sedikit dan sekadar mengajarkan pengetahuan tentang akhlak, bukan membangun habitus agar siswa berakhlak. Faktor guru menjadi hal penting dalam hal tersebut. Guru SD dan SMP menjadi kunci penting dalam membentuk akhlak anak-anak. Kepada guru pendidikan tingkat dasar itu moral bangsa dipertaruhkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) yang menghasilkan guru untuk pendidikan tingkat dasar perlu diubah dan diperbaiki pola penyelenggaraan pendidikannya. LPTK atau universitas yang menghasilkan guru untuk pendidikan tingkat dasar seperti program PGSD (pendidikan guru sekolah dasar) harus mulai selektif dari penerimaan mahasiswanya. Tes masuk untuk menjadi mahasiswa yang disiapkan menjadi guru SD-SMP itu harus dimulai dengan tes minat dan bakat, selain tes kemampuan akademik.

Hanya mereka yang memiliki minat dan bakat tinggi menjadi guru itulah yang lulus untuk memasuki perguruan tinggi penghasil guru. Selanjutnya, pola pendidikan untuk calon guru itu perlu diasramakan (boarding university). Pendidikan bagi calon guru sekolah dasar tersebut penting sebagai desain generasi masa depan bangsa. Maka, universitas yang menyiapkan guru bagi pendidikan dasar itu harus pemerintah yang mengelola, bukan swasta. Di negara-negara maju school of education itu dikelola negara.

Pengembangan Ipteks

Pengembangan ipteks merupakan kunci arah penting pendidikan kita setelah akhlak. Arah pengembangannya dalam rangka menyiapkan generasi bangsa yang mampu mengembangkan. Oleh karena itu, universitas perlu membangun budaya riset dalam rangka pengembangan ilmu dan upaya penemuan-penemuan baru di bidang sains. Budaya riset tersebut sesungguhnya bisa dimulai dari tingkat SMA. Sebenarnya pengembangan ipteks di universitas sudah berjalan, tetapi produktivitas dan temuan-temuan risetnya masih belum maju bila dibandingkan dengan Malaysia bahkan Vietnam. Perlu ada upaya lebih serius dari seluruh stakeholder dalam mendukung pengembangan ipteks itu.

Untuk arah pengembangan ipteks tersebut sebenarnya tidak perlu banyak universitas dan tidak pula diperlukan banyak mahasiswa karena saat ini mahasiswa yang memasuki program studi ilmu murni sampai tingkat doktoral sudah terlalu banyak meski jumlah produk keilmuan mereka tidak begitu signifi kan. Agar arah pengembangan ipteks berhasil mencapai arah orien tasinya, harus mulai segera mengurangi jumlah penerimaan mahasiswa yang masuk ke ilmu murni. Jika kita ingin ipteks berkembang maju, universitas yang menerima mahasiswa program ilmu murni harus melakukan seleksi penerimaan secara lebih ketat dan berkualitas.

Dalam pengembangan ilmu juga dibutuhkan suatu upaya universitas untuk membangun habitus yang disebut scientific attitude. Karena scientific attitude itulah ilmu pengetahuan bisa berkembang pesat di sebuah universitas. Scientic attitude itu suatu perilaku atau watak ilmuwan yang dimiliki seseorang yang meliputi watak rasa ingin tahu yang tinggi, tak kenal lelah demi ilmu pengetahuan, menjunjung tinggi kejujuran, objektif, fairness, menghargai pemikiran yang berbeda, dan saling memuliakan serta demokratis.

Dalam ajaran Islam telah ditegaskan bahwa, jika ingin sukses (selamat) di dunia harus dengan ilmu, jika ingin sukses (selamat) di akhirat juga harus dengan ilmu, dan jika ingin sukses dunia-akhirat, juga harus dengan ilmu. Kalimat itu bermakna dalam bahwa maju mundurnya bangsa ditentukan penghuninya apakah memiliki ilmu atau tidak dalam merespons dan menjawab tantangan zamannya.

Hal penting yang ada di hadapan mata ialah sumber daya alam laut dan pertanian yang amat luas. Namun, justru di sektor tersebut tenaga kerja kita banyak yang tidak terdidik atau tidak berilmu. Beberapa tahun lalu temuan penulis dalam sebuah penelitian di sebuah kabupaten menunjukkan, dari 1.000 petani, hanya 10% yang berpendidikan SMK pertanian, selebihnya lulusan SMP, SD, dan bahkan tidak sekolah. Fakta lainnya, orientasi pendidikan kita terlalu fokus pada pendidikan akademi dan masyarakat lebih berorientasi pada gelar.

Fakta itu harus dijawab dunia pendidikan dengan orientasi menyiapkan tenaga kerja berilmu dan berbasis sumber daya alam (SDA) Indonesia. Pendidikan kita harus menjawab bagaimana mengelola kekayaan laut, lahan pertanian, dan kekayaan alam secara umum.

Diperlukan desain pendidikan kejuruan untuk melahirkan tenaga kerja berilmu dan berbasis kebutuhan SDA kita. Implementasi otoritasnya perlu ada lembaga yang fokus mengurus dan menyiapkan SDM pekerja yang berbasis SDA laut dan pertanian kita dalam satu pintu direktorat jenderal di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar