Tidak
Mudah Memimpin Jakarta
Sabam
Sirait ; Politikus
Senior
|
MEDIA
INDONESIA, 01 Maret 2014
“Setelah Ali
Sadikin, menurut saya, tak ada lagi gubernur Jakarta yang memimpin sekarismatik
dan seefektif dia. Kepemimpinan Jokowi-Ahok di Jakarta, sejak 2012 memang
memberikan angin segar.”
TIDAK sembarang orang bisa dan mampu
memimpin Jakarta. Bahkan, Bung Karno sekalipun pernah bingung memilih tokoh
yang tepat untuk memimpin ibu kota negara ini. Suatu kali, Roeslan Abdulgani
(yang pernah lama menjadi orang kepercayaan Presiden Soekarno) menceritakan
kepada saya tentang rapat kabinet di akhir-akhir masa kekuasaan Bung Karno.
Dalam rapat itu, Bung Karno hanya punya satu agenda; menanyakan kepada para
menterinya tentang siapa tokoh yang layak menjadi gubernur Jakarta.
Para menteri yang hadir kemudian
mengusulkan sejumlah nama. Namun, tak satu pun yang nyantol di kepala Bung
Karno. Akhirnya rapat kabinet itu pun bubar tanpa suatu keputusan. Nah, saat
akan keluar ruangan rapat, Bung Karno berkata kepada Johanes Leimena (saat
itu menjabat Wakil Perdana Menteri I), yang berjalan beriringan, “Om Jo, tadi dalam rapat kenapa tidak
bicara atau mengusulkan nama calon gubernur Jakarta?” “Lo, Bung kan tidak
bertanya kepada saya,” jawab Leimena.
“Kalau begitu,
sekarang saya tanya kepada Om Jo, siapa yang pantas jadi gubernur Jakarta,” kata Bung
Karno lagi.
“Menurut saya,
yang paling tepat sebagai gubernur Jakarta adalah Ali Sadikin,” tutur Leimena.
Seketika Bung Karno terhenyak. “Nah, ia orang
yang tepat. Segera panggil Ali Sadikin menghadap saya. Sekarang juga buat
surat keputusan presiden untuk mengangkat Ali Sadikin sebagai gubernur
Jakarta.” Dalam hitungan hari, Ali Sadikin-yang saat itu masih
menjabat Menteri Perhubungan Laut--tepatnya April 1966 dilantik Presiden
Soekarno sebagai gubernur Jakarta. Usianya saat itu 39 tahun.
Karismatik
Usulan Leimena, yang kemudian diputuskan
Bung Karno, ternyata tepat. Bang Ali, demikian panggilan Ali Sadikin semasa
menjabat gubernur DKI Jakarta (1966-1977), menunjukkan kepemimpinan dan kinerja
yang bagus.
Gaya kepemimpinannya yang karismatik
dan bersemangat segera berhasil merebut hati rakyat Jakarta. Sikapnya yang
tegas, bahkan sering kali terkesan keras, menggambarkan pemikiran dan
keyakinannya yang tak mudah goyah. Untuk mempertahankan kebijakannya, Bang
Ali siap menghadapi kritik, bahkan konflik, secara langsung.
Yang menarik dari Bang Ali, gaya kepemimpinan
karismatik itu diimbangi pula dengan manajemen yang teratur dan efektif. Dalam
banyak hal visinya tentang Jakarta mirip dengan visi Bung Karno. Sebagai ibu
kota bangsa yang besar, Jakarta harus dikembangkan hingga setara dengan
kota-kota besar lainnya di dunia. Di masa awal kepemimpinannya sebagai
gubernur Jakarta, Bang Ali menyelesaikan proyek-proyek yang direncanakan dan
dimulai Bung Karno, seperti penyelesaian pembangunan Masjid Istiqlal dan
pembangunan taman rekreasi Ancol.
Selama 11 tahun memimpin Jakarta,
banyak karya besar yang ditancapkan Bang Ali. Salah satunya yang monumental
ialah program perbaikan kampung `Muhammad
Husni Thamrin', atau yang lebih dikenal sebagai `Program MHT'. Program
itu dimulai pada 1969 dan direncanakan dalam skala besar. Program MHT
bertujuan memperbaiki atau meningkatkan lingkungan fisik dan layanan yang
tersedia bagi kampung-kampung di Jakarta. Bang Ali terutama mengaspal
gang-gang atau lorong-lorong di kampung-kampung Jakarta. Lorong atau gang
yang semula becek dan berlumpur menjadi nyaman dilalui. Rakyat sangat
menyukai program tersebut.
Program yang sangat membantu kehidupan
rakyat kecil di Jakarta itu dikerjakan dengan dana yang relatif murah. Selama
periode 1969-1974, hanya dalam waktu lima tahun, program MHT berhasil
memperbaiki 166 kampung yang berpenduduk hampir dua juta orang, dengan biaya
Rp22,5 miliar atau Rp11 ribu per orang. Bank Dunia pernah menganggap program
itu sebagai ‘kesuksesan bidang sosial ekonomi
yang tiada duanya’.
Bukan mustahil
Masih banyak karya besar Bang Ali untuk
Jakarta, yang tak cukup jika dipaparkan dalam tulisan ini. Namun, menurut
saya, yang penting digarisbawahi dari kepemimpinan Bang Ali ialah
keberhasilannya merebut hati rakyat sekaligus menerapkan manajemen yang
efektif dalam membangun Jakarta. Dengan begitu, ia bisa dikatakan berhasil mengatasi
berbagai masalah mendasar yang sempat membuat bingung Bung Karno dan para
gubernur Jakarta sebelumnya.
Setelah Ali Sadikin, menurut saya, tak
ada lagi gubernur Jakarta yang memimpin sekarismatik dan seefektif dia.
Kepemimpinan Jokowi-Ahok di Jakarta, sejak 2012, memang memberikan angin
segar. Berbagai gebrakan kebijakan yang dilakukan Jokowi-Ahok telah
memperlihatkan hasil nyata. Akan tetapi, bagaimanapun, tantangan yang
dihadapi mereka kini lebih kompleks daripada masa Bang Ali. Situasi dan waktu
akan menjadi batu ujian bagi kepemimpinan Jokowi-Ahok.
Seperti yang sering kali saya katakan
kepada Jokowi-Ahok dalam berbagai kesempatan; tak mudah memimpin Jakarta,
tapi bukan mustahil bisa berhasil dilakukan. Jokowi-Ahok memiliki modal
sosial yang kuat, yaitu jujur, bersih, dan bekerja keras mewujudkan berbagai
program pembangunan. Jika modal sosial itu dijaga dengan konsisten, dukungan
rakyat akan membesar. Dan, dengan dukungan rakyat itu, saya berkeyakinan
Jokowi-Ahok juga bisa berhasil memimpin dan membangun Jakarta ke arah yang
lebih baik. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar