Tahun
Politik
Muliansyah Abdurrahman Ways ;
Peneliti Sosial-Politik
|
OKEZONENEWS,
11 Maret 2014
|
Serentak
terdengar hampir seluruh lintas elemen di pelosok Nusantara, menjamur sebuah
kata yang tidak asing lagi belakangan ini, kata tersebut bermakna dan akan
menentukan nasib rakyat Indonesia lima tahun ke depan. Kata “tahun politik”
melambai-lambai dalam kehidupan politik yang beragam preferensi di alam
demokrasi yang penuh tanda, petanda dan penannya menurut Kang Roland Bhartes.
Pasti kita sering bertanya ada apa di tahun politik kali ini, apakah kita
hanya bertanya siapakah calon wakil kita di parlemen atau siapakah pemimpin
bangsa kita di calon pemerintahan eksekutif.
Tentu kitalah
yang menentukan nasib bangsa ini, bila kita salah bertindak dalam tahun
politik kali ini, maka kitapun akan salah menentukan nasib bangsa lima tahun
akan datang. Tahun Politik tidak sekadar semboyan menghiasi lautan demokrasi
yang sempit dalam pendefenisian kita, tetapi tahun politik membutuhkan kita
dalam berfikir dan bertindak selama kita masih menjadi manusia normal di
setiap momentum politik. Kita sebagai warga Negara Indonesia akan di
perhadapkan sejumlah pilihan dalam kontestan politik di tahun 2014 atau di
tahun politik dalam istilah kita, Pemilu (pemilihan umum) yang menjadi agenda
nasional bangsa Indonesia yang diatur dalam konstitusi Negara, mewajibkan
rakyat Indonesia untuk melihat, menilai dan bertindak mengambil keputusan
dalam setiap momentum politik.
Momentum
politik yang kita bahasakan sebagai pemilihan legislatif dan pemilihan
presiden (eksekutif) di prakarsai pada tahun ini, dari memilih anggota DPRD
Kabupaten/Kota, memilih anggota DPRD tingkat provinsi, memilih anggota DPR RI
dan DPD RI serta pemilihan presiden dan wakil presiden. 2014 akan menjadi
catatan sejarah bangsa Indonesia kepada anak dan cucu kita di masa-masa akan
datang, karena di tahun inilah pemilihan legislatif dan eksekutif di waktu
yang berdekatan dan secara langsung rakyatlah yang menentukannya.
Rakyat
Indonesia tentu bersyukur dan belajarlah dalam setiap kecelakaan politik yang
sering kita ulangi, hindarilah sejarah buruk kita dan selalu menjadi
penyesalan di belakang hari nanti. Rakyat Indonesia sudah mulai melewati
fase-fase kehidupan politik yang “membodohkan”, tentu pelajaran politik
berharga di periode-periode yang lalu, rakyat harus cerdas dalam menentukan
nasib bangsa ini, jangan kemudian kita selalu mengulangi sejarah kecelakaan
politik yang tidak memberikan pencerahan politik di kemudian hari. Pengalaman
demi pengalaman sangat berarti buat kita sebagai rakyat Indonesia, sebelumnya
kita selalu danggap menjadi objek politik, namun dalam momentum politik yang
berkualitas ini, sudah saatnya kita mendefenisikan kita sebagai subjek
politik bukan lagi objek, karena agenda politik, kitalah yang menentukannya.
Membangun Keadaban Politik
Semoga
kita terhindar dari pragmatisme politik yang tidak tercerahkan, sebagaimana
dalam meminjam istilahnya Akbar Tandjung, adalah keadaban politik, dimana
menjadikan politik sebagai ruang untuk memberikan pecerahan dan peradaban
penentuan nasib bangsanya. Jikalah kita tetap mempertahankan tradisi politik
yang menyesatkan, maka kita juga bagian dari anak bangsa yang pelan-pelan
ingin membangun tradisi politik pragmatisme dan mendorong kembali politik
pembodohan tanpa nilai.
Politik
sudah mulai di gorogoti oleh persepsi rakyat yang seolah politik itu kotor,
berbohong, penipu, haram, pragmatis, salah, dan politik dianggap hal yang
tabu serta tersohor dengan orang-orang yang tidak benar. Benar atau tidak,
namun begitulah fakta politik yang sering kita dengar dari setiap sudut dan
bingkai politik yang sudah membudaya di masyarakat kita secara umum. Padahal
konsep politik yang ansi, bukan seperti kita ukur dalam realitas yang sudah
terjadi, namun apapun yang kita menghindari, realitas politik tidak menjamin
akan sebuah norma politik yang benar-benar terjewantahkan.
Ingat
ketika Machieveli pernah berkuasa di negeri Italia, Ia merebut kekuasaan juga
menolak syarat politik yang beretika dan bernorma, tentu hingga kini Ia
selalu di juluki sebagai penguasa yang direbut kekuasaan dengan segala cara
yang dia “halalkan”. Itulah simbol kontestan politik yang lupa terhadap
perjanjian politik dalam bingkai nilai dan norma, apakah salah dengan sejarah
politik tersebut, tentu tidak juga yang akan memberikan pelajaran juga kepada
generasi politik baru, bahwa ternyata itulah realitas politik yang ala
“Veli”.
Ajaran
politik juga datang dari negeri China, terkenal dengan konsep “seni
berperang” (Sun Tzu). Di mana kemudian mendefinisikan politik adalah seni, memang iya tentu kita
sepakat bahwa politik itu seni, mulai dari seni merebut kekuasaan, seni
memimpin, seni menjadi wakil rakyat dan seni memberikan harapan rakyatnya.
Tentu ajaran ini bisa memberikan kita gambaran bahwa politik itu adalah
barang seni yang menampilkan tradisi etika, norma dan estetika yang kemudian
melahirkan tradisi politik yang santun dan elegan.
Tahun
ini kita akan melihat dan membandingkan serta kita akan bertindak seperti apa
wajah politik kita, mereka dengan warnanya masing-masing dalam bertingkah dan
berhias. Mau yang bernilai, yang berbohong, berseni dan apalah mereka
tampilkan, kitalah yang menentukan, tentu keputusan kita sangat berharga bagi
bangsa dan Negara Republik Indonesia.
Jawaban Nasib Bangsa
Tradisi
politik Indonesia untuk memilih dan dipilih lima tahun sekali, maka tahun
2014 adalah tahun politik dalam bahasa penulis sebagai jawaban nasib bangsa
Indonesia di masa akan datang. Penulis sedikit tertarik dengan keadaban
politik, memang sangat penting bangsa kita ini sudah saatnya memasuki fase
keadaban politik, bukan lagi kita terus berada dalam ruang politik yang
sempit, akan tetapi kita definisikan kembali peradaban politik kita, sehingga
di tahun 2014 ini menjadi tahun peradaban politik bangsa Indonesia.
Inilah
momentum untuk kita menjawab kemerdekaan bangsa Indonesia yang sesungguhnya,
politik adalah jalan memberikan keputusan-keputusan terhadap masa depan
bangsa ini. Sehingga kualitas politik kita semakin hari semakin membaik,
karena bangsa ini juga selalu diharapkan menjadi bangsa yang besar, beradab,
berdaulat dan berdiri tegak dengan bangsa-bangsa lain di dunia ini. Olehnya
itu, nasib bangsa ini ada di pundak kita semua, jawablah dengan tindakan kita
yang tidak sekadar pragmatis sesaat, akan tetapi kita berkonstribusi dengan
mainstream yang tepat pada momentum politik di tahun politik kali ini. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar