Suami
Kalah Judi,
Istri
Dipermalukan Airin & Drupadi
Arswendo
Atmowiloto ; Budayawan
|
KORAN
SINDO, 01 Maret 2014
Pada usia 35
tahun, perempuan menjadi bijak karena pengalaman yang dilalui, menjadi lebih
bersemangat dan karenanya lebih seksi sebab tahu apa dia mau, penuh gairah
karena yakin arah yang akan diraih. Pada usia itulah Airin Rachmi Diany SH,
MM menjabat wali kota Tangerang Selatan.
Ibu dua anak,
istri H Tubagus Chaeri Wardana yang adalah adik Gubernur Banten Ratu Atut
Chosiyah, ini seakan artis yang berjalan di atas red carpet untuk masuk dalam
gedung megah untuk mendengar namanya disebutkan sebagai pemenang. Gadis
kelahiran Banjar, Jabar, yang mempunyai hobi bersepeda, menghabiskan sekolah
sampai lulus di Bandung, itu pernah ikut pemilihan Putri Indonesia—kini
pun masih disebut-sebut sebagai wali kota cantik se-Asia, notaris, ketua Palang
Merah Indonesia, juga dikenal sebagai Tokoh Generasi Pluralis, melengkapi
kesiapan masa depan yang memungkinkan: menjadi gubernur, menteri, atau
sekelas itu. Akses untuk sukses dimiliki: dukungan keluarga, perlindungan
partai, serta massa rakyat yang loyal dan vokal.
Sebagai Perempuan, sebagai Istri
Namun kini,
tiga tahun setelah itu, Airin berada di ”jalan penuh angin dan kegelapan”.
Suaminya ditahan dengan tuduhan korupsi dan penyucian uang, juga kakak
iparnya. Airin bukan hanya mondar-mandir membesuk, melainkan juga bisa
diseret jika menikmati hasil korupsi. Karena Airin pejabat negara, bisa
dikenakan pasal gratifikasi. Lebih dari semua ketabahan yang diperlihatkan
wajah tetap ramah tanpa marah tanpa gundah, ada terkaman lain yang tak kalah
ganas. Isu bahwa suaminya membagi dan berhubungan dengan wanita-wanita-wanita
—karena jumlahnya banyak. Airin memberi gambaran nyata betapa perempuan
sebagai istri masih berada dalam paradigma lama yaitu swarga nunut neraka
katut.
Nunut, dalam
bahasa Jawa, adalah ikut kendaraan tanpa dipungut bayaran. Jadi ibaratnya: ke
surga karena suami, ke neraka pun ikut terseret. Dalam jagat pewayangan,
tokoh yang mirip keadaan Airin adalah Drupadi, dalam kisah Mahabarata. Istri
keluarga Pandawa yang sulung— ada yang menyebutkan Drupadi melakukan
poliandri dalam teks di India, terseret ke neraka karena ulah suami dan
ipar-iparnya. Karena Pandawa kalah dalam berjudi dan akhirnya dibuang ke
hutan dan tak boleh ketahuan selama 13 tahun, Drupadi menjadi milik Kurawa
—keluarga lawan Pandawa. Drupadi menolak, ditarik kainnya, ditelanjangi.
Tapi, sungguh
ajaib, sungguh mengherankan, kain yang ditarik dari tubuh Drupadi tak juga
lepas. Terus ditarik sampai tubuhnya berguling-guling dan rambutnya terurai
berantakan, Drupadi tak benar-benar menjadi telanjang karenanya. Dalam
keadaan terhina, terlecehkan karena ditelanjangi di depan masyarakat luas dan
semua petinggi keraton, Drupadi bersumpah: tak akan menggelung rambutnya
kecuali dengan darah Dursasana, orang kedua di Kurawa yang mempermalukannya.
Rambut adalah
mahkota dan dikonde atau digelung adalah status sosial yang membedakan dengan
rakyat jelata. Ini jalan yang ditempuh Drupadi belasan atau puluhan tahun
kemudian. Sampai terjadi perang Kurusetra yang saling mematikan dua keluarga
yang masih satu kakek. Bagaimana kalau dalam perang Bharatayuda itu, andai
Kurawa yang menang? Akankah Drupadi tak pernah keramas sampai akhir hayatnya?
Judi Politik, Judi Kekuasaan
Saya
membandingkan Airin dengan Drupadi karena posisinya sebagai perempuan,
sebagai istri. Sekaligus juga menguatkan hati, ada tangan dewa yang
melindungi Drupadi sehingga tak harus telanjang bulat di depan publik
meskipun ditelanjangi. Situasi ini yang tengah dihadapi Airin sekarang ini.
Mulai dengan mobil yang pernah dipakai tim kampanye Airin yang disita, juga
mobil lain. Rumah dinas dan rumah pribadinya digeledah. Harta senilai Rp103
miliar sedang diusut dan dicecar.
Yang lebih
memedihkan penyitaan ini menempatkan posisi Airin dalam ”kasta” yang sama
dengan Jennifer Dunn, Rebecca Soejati Reijman, Catherine Wilson, dan Reni
Yuliana—atau entah siapa lagi. Yang alasannya terlalu konyol untuk mereka
yang tahu proses produksi di sebuah rumah produksi. Posisi Airin dalam
situasi ini adalah posisi Drupadi yang rambutnya diurai. Padahal Airin adalah
istri sah suaminya dan tidak sedang menunggu main sinetron. Airin adalah
Drupadi yang suami dan keluarga kalah dalam judi politik dan kekuasaan.
Dewa yang
melindungi Airin dari ketelanjangan bulat barangkali adalah sikapnya yang
tetap santun, kemampuan mengendalikan emosi, dan yang terbesar— mungkin
terberat— mengatakan apa yang selama ini terjadi dan bagaimana mekanisme
dalam ”dinasti Atut”. Apa yang dialami Airin yang diceritakan adalah
kesaksian otentik tentang segala rekayasa yang melibatkan dirinya. Seperti
dalam dunia pewayangan, permainan dadu yang dilakukan Kurawa adalah rekayasa
sistematis sehingga siapa pun yang melemparkan dadu,
Kurawa
pemenangnya. Kesetiaan seorang istri, seorang adik ipar, adalah justru ketika
berani membuka diri akan apa yang menyeretnya. Jika itu yang terjadi, Drupadi
bukan satu-satunya contoh kedigdayaan seorang istri, seorang perempuan. Yang kembali
bisa menyanggul rambutnya dengan terhormat dan gagah meskipun melalui keramas
darah. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar