SJSN
: Kesinambungan Kepemimpinan Nasional
Firmanzah ; Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan
Pembangunan
|
KORAN
SINDO, 03 Maret 2014
|
Menjelang
Pemilu 2014, sejumlah kalangan menyangsikan keberlanjutan program-program
pembangunan yang telah berjalan baik dan menuai hasil positif. Peralihan
kepemimpinan kerap kali dijadikan argumentasi yang berdiridi belakang
pandangan-pandangan tersebut.
Premisnya
bukan lain bahwa presiden yang baru akan mengeluarkan programprogram baru dan
menegasikan program-program rezim sebelumnya. Premis ini senantiasa mengemuka
menjelang transisi kepemimpinan, tidak hanya di Indonesia, melainkan hampir
di sebagian besar negara di dunia, termasuk di negara-negara maju. Bagi
Indonesia, sejak pascareformasi seluruh agenda dan program pembangunan
dijalankan secara bersinambung dan konsisten.
Sebagian
program di antaranya berhasil diselesaikan, sebagian lagi masih memerlukan
waktu mengingat kompleksitas masalah yang dihadapi setiap program
berbeda-beda. Contoh program Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang
diamanatkan Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2004. SJSN merupakan salah satu
bentuk perlindungan sosial untuk menjamin masyarakat dalam memenuhi kebutuhan
dasar hidupnya secara layak berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat, dan
asas keadilan sosial.
SJSN ini
diinisiasi sejak pascareformasi serta resmi diundangkan dan disahkan di era
kepemimpinan Megawati Soekarnoputri. Kini SJSN telah berhasil direalisasi
secara bertahap mulai awal 2014 di era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono. Realitas ini menepis premis di atas yang mengkhawatirkan tidak
bersinambungnya sejumlah program yang telah berjalan selama ini seperti
MP3EI, sistem logistik nasional, pengentasan (masyarakat dari) kemiskinan, keep buying policy, pemberantasan
korupsi, industrialisasi, hilirisasi, dan sebagainya.
Melalui
pengesahan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS), cita-cita mewujudkan kesejahteraan paripurna bagi masyarakat
Indonesia semakin realistis. UU Nomor 24 Tahun 2011 ini disahkan di era
kepemimpinan Presiden SBY. Memang kompleksitas masalah mulai dari
kelembagaan, sistem, payung hukum, kesiapan perangkat di seluruh Tanah Air,
infrastruktur komunikasi informasi, dan lain-lain menyebabkan adanya jeda
sejak UU SJSN disahkan.
Namun
dari perjalanan dan realitas yang berlaku saat ini, dapat dimaknai program
pembangunan yang mengedepankan kepentingan seluruh masyarakat merupakan
prioritas bagi siapa pun pemimpin di era-era selanjutnya. Komitmen dan
konsistensi ini terlihat jelas dalam program perlindungan sosial SJSN di mana
programnya, yakni Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), merupakan salah satu perlindungan
sosial terbesar di dunia dengan 121 juta jiwa penerima manfaat.
JKN
sebagai mandat dari UU Nomor 40 Tahun 2004 telah berhasil dituntaskan di era
kepemimpinan Presiden SBY. Selain UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS,
beberapa payung hukum turunan juga telah diterbitkan mulai dari Peraturan
Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan
Kesehatan, Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan,
Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2013 tentang Penahapan Kepesertaan Program
Jaminan Sosial, diser-tai peraturan- peraturan di tingkat kementerian terkait
lainnya.
Ini
membuktikan kesinambungan program tetap berjalan meskipun terjadi pergantian
kepemimpinan. SJSN yang dirintis sejak awal reformasi disahkan pada era kepemimpinan
Megawati dan direalisasi beserta petunjuk teknisnya di era kepemimpinan
Presiden SBY. Bahkan kalau kita tarik lebih jauh ke belakang, ide jaminan
kesehatan ini sudah ada sejak Orde Baru.
Di era
Presiden Soekarno dikenal UU Nomor 9 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan
yang kemudian diteruskan di era Presiden Soeharto melalu penerbitan UU
Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992. Seperti SJSN, sejumlah program lainnya juga
berjalan secara berkelanjutan seperti independensi Bank Indonesia yang telah diundangkan
sejak 1999 melalui UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan kemudian
mengalami perubahan melalui UU Nomor 3 Tahun 2004 yang disahkan Megawati.
UU ini
kemudian disempurnakan di era Presiden SBY melalui UU tentang Penetapan
Perppu Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang. Begitu halnya dengan
implementasi Financial Stability
Authority atau lebih dikenal dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Inisiasi
OJK sudah ada sejak tahun 1999 atau pascakrisis 1998 dan menjadi salah satu
mandatory UU Nomor 23 Tahun 1999 yang kemudian mengalami perjalanan panjang
dari era Gus Dur, Megawati hingga akhirnya dapat terealisasi di era Presiden
SBY. Potret dan realitas di atas menjadi fakta yang berlaku sepanjang periode
kepemimpinan nasional di Indonesia, termasuk ketika menjelang pergantian
kepemimpinan Presiden SBY.
Kesinambungan
program pembangunan tetap berjalan sebagaimana mestinya sesuai dengan
target-target yang telah ditentukan dalam sejumlah perundangan yang berlaku.
Di era kepemimpinan mendatang, sejumlah program pembangunan seperti MP3EI,
industrialisasi, hilirisasi, penanganan kemiskinan, penguatan daya beli, dan
sebagainya terus berjalan bersinambung.
Masyarakat,
pelaku usaha nasional, dan investor global dapat menjadikan gambaran di atas
sebagai basis bahwa optimisme kesinambungan pembangunan terus berjalan,
termasuk ketika terjadi pergantian kepemimpinan nasional. Probabilitas
berubahnya program pembangunan yang sedang berjalan, apalagi yang telah
menuai hasil yang positif, relatif sangat kecil, khususnya untuk periode
kepemimpinan 2014–2019.
Kita terus mendorong kesinambungan pembangunan berjalan dengan optimal
sehingga tujuan dan cita-cita pembangunan dapat direalisasi dengan lebih
cepat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar