Setelah
Revisi UU Migas
Pri Agung Rakhmanto ; Dosen FTKE Universitas Trisakti;
Pendiri
ReforMiner Institute
|
KOMPAS,
10 Maret 2014
DUA
tahun terakhir produksi minyak tak pernah lebih dari 900.000 barrel per hari.
Impor minyak mentah dan BBM total mencapai 900.000 barrel per hari.
Kondisi
ini berkontribusi besar terhadap defisit neraca perdagangan nasional yang
tahun 2013 tercatat 4 miliar dollar AS dan terdepresiasinya rupiah ke level
12.000 per dollar AS. Imbas lanjutannya, subsidi BBM membengkak, menembus Rp
210 triliun, meski sudah ada kenaikan harga pada Juni 2013.
Angka di
atas sudah lebih dari cukup untuk menggambarkan betapa pengelolaan sektor
migas nasional sudah dalam kondisi darurat. November 2013, BP Migas
dibubarkan karena keberadaannya yang diatur dalam UU No 22/2001 tentang Migas
dipandang inkonstitusional. Tidak kurang ada 22 pasal di dalam UU tersebut
telah dinyatakan bertentangan dengan konstitusi dan tak punya kekuatan hukum
mengikat. Nyaris terjadi kekosongan hukum dan produksi migas bisa berhenti
total karena tak ada landasan hukum mendasarinya.
Per
Februari 2014, produksi minyak bahkan hanya 790.000 barrel per hari. Iklim
investasi hulu migas sudah semakin terpuruk dan bisa diprediksi produksi akan
terus turun. Kilang baru BBM juga tak ada kepastian kapan akan dibangun,
padahal sudah jelas negara ini defisit dan harus impor BBM tidak kurang
550.000 barrel per hari. Sebelum 2018, negara ini diprediksi juga akan
menjadi bangsa pengimpor BBM terbesar di dunia, mengalahkan AS. Bukan main!
Kapan revisi rampung?
Namun,
elite penyelenggara negara ini seolah tak merasakan apa-apa. Mengatakan migas
sebagai sumber energi strategis, tetapi hanya di bibir dan tak di dalam
tindakan nyata. Pengelolaan sektor migas seperti hanya menggelinding
seadanya, tanpa perbaikan substansial. Berbagai kalangan di luar
penyelenggara negara yang tak henti mengkritisi dan merekomendasikan upaya
perbaikan yang sesungguhnya konstruktif, dianggap angin lalu dan sok
tahu. Tulisan ini, oleh karena itu,
juga tidak akan mengusulkan banyak rekomendasi solusi. Hanya ingin menanyakan
apa kabar proses dan progres revisi UU Migas yang sudah sejak 2009 (katanya)
intensif dikerjakan. Kapan revisi selesai dan lahir UU Migas yang baru?
Sebagian kalangan masih banyak berharap agar
revisi UU Migas dapat segera diselesaikan karena perbaikan mendasar dalam
pengelolaan migas nasional memang harus dimulai dari sana. Saya pun berharap
demikian.
Namun, dengan
status draf RUU yang ada juga belum secara resmi menjadi RUU, terus terang
saya ragu. Saat ini tinggal tersisa kurang dari dua masa sidang bagi DPR
periode 2009-2014. Para anggota Dewan yang terhormat itu pun sepertinya sudah
”teramat sangat” sibuk dengan persiapan pemilu. Belum lagi kalau ada urusan
lain-lain seperti dugaan korupsi. Bisa-bisa, makin tak jadi itu barang! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar