Seni
yang Paradoks
Rofiq L Hayat ; Mahasiswa Seni
Rupa, Universitas Negeri Padang
|
HALUAN,
24 Maret 2014
Seni
berhubungan erat dengan keindahan. Paling tidak itulah yang terpikirkan saat
kita mendengar kata seni. Seni telah berkembang sejak zaman prasejarah.
Diperkirakan para ahli, seni telah ada sejak manusia ada. Karena memang seni
itu adalah kebutuhan psikis yang tak mungkin kita sangkal. Seni juga
dibutuhkan oleh bangsa manapun, suku manapun dan agama apapun.
Sejak
ditemukan peninggalan seni pada zaman prasejarah, orang memperkirakan seni
paling banyak digunakan untuk kebutuhan ritual yang berhubungan dengan kepercayaan. Terbukti dengan penemuan
lukisan pertama yang telah ribuan tahun yang lalu yaitu di dinding gua, yang
dapat di taksir itu kebutuhan untuk ritual.
Yang
paling jelas membuktikan kalau seni digunakan untuk kebutuhan ritual adalah
seni yang digunakan oleh peradaban kuno yang pernah ada di muka bumi. Pada zaman
kejayaan Mesopotamia (sekarang Irak) peradaban subur yang terletak di antara
sungai Eufrat dan Tigris ini telah membuat tugu undang-undang pertama yang
pernah ada di muka bumi, yang di atasnya terpajang patung Dewa Marduk.
Artefak
seni di Indonesia juga banyak digunakan kebutuhan ritual seperti banyaknya
prasasti yang ditemukan. Seperti Prasasti Mulawarman, Kebun Kopi dan Yupa.
Juga karya fenomenal peninggalan agama Budha, Candi Borobudur yang menjadi
salah satu keajaiban dunia.
Perkembangan
seni di Indonesia terus berkembang saat masuknya Islam ke Indonesia yang
pertama kali dibawa oleh pedagang Arab, Persia dan Gujarat. Pengaruh seni
yang dirasakan Indonesia setelah masuknya Islam adalah banyaknya penemuan
seni yang bercorak Islam.
Perkembangan
seni terus mengikuti peradaban manusia. Pada akhir ini perkembangan seni
telah banyak aliran-aliran yang bermunculan. Aliran yang muncul bukan tanpa
syarat, atau hanya bisa dibuat secara sembarangan. Inilah yang menyebabkan
adanya paradoks tentang seni. Harus ada pengikut dan ciri khas yang terdapat
dalam aliran seni itu.
Aliran
yang muncul akhir-akhir ini berawal dengan zaman Baroq dan Rakoko, yaitu sebuah
zaman yang mempelopori pergerakan seni dari dunia barat. Sebagai gerakan awal
dari pergerakan seni bersamaan dengan munculnya para seniman pembawa
perubahan itu.
Setelah
zaman Baroq dan Rakoko berakhir dilanjutkan lagi dengan perkembangan
aliran-aliran dalam seni. Aliran tersebut antara lain realisme, naturalisme,
impresionisme, ekspresionisme, surealisme, futurisme dan masih banyak yang
lain.
Namun dimanakah
letak paradoks seni tersebut? Paradok menurut KBBI adalah pernyataan
bertentangan dengan pendapat umum. Jadi, paradoks adalah sesuatu yang menurut
masyarakat luas tidak menarik sama sekali, tetapi menurus seseorang itu
sangat indah dan bagus, begitupun dengan seni.
Adapun
ketegori seni yang tidak tergolong paradoks adalah realisme dan naturalisme.
Kerena pada kategori ini orang banyak bisa melihat keindahan dari seni yang
diciptakan oleh seorang seniman.
Kita
akan menemukan persepsi yang paradoks pada ranah aliran yang terdapat pada
seni rupa seperti abstrak, impresionisme, ekspresionisme dan lukisan
beraliran lain yang seolah tak berbentuk.
Banyak
orang umum yang tidak mengetahui tentang estetika dan kesenian akan
menganggap kalau karya lukisan jenis-jenis ini adalah lukisan yang seolah
tidak bermakna, bahkan banyak di antara masyarakat umum yang mencibir karya
yang di buat oleh seniman jika alirannya seperti itu.
Seni-seni
yang paradoks biasanya memiliki harga yang sangat tinggi. Jika kita lihat
dari harganya, karya-karya abstrak jauh lebih mahal dibandingkandengan karya
realisme. Bahkan sampai saat ini saya belum pernah menemukan karya realisme
yang berharga mencapai ratusan miliar rupiah seperti halnya karya-karya
abstrak dan impresionis.
Di dunia
lukis kelemahan yang dimiliki lukisan realisme adalah mudahnya menemukan
kelemahan dalam karyanya. Apalagi jika pelukis itu baru pemula, maka akan
tampak kesalahan dan hal yang tidak beres di sana sini, jika pengamatnya
adalah para ahli di bidang karya seni.
Pada
karya-karya paradoks mereka memang cenderung apatis dengan hal yang
berhubungan dengan orang lain, seniman hanya untuk memuaskan dirinya dulu,
tanpa memikirkan perasaan orang lain.
Lukisan
yang bersifat paradoks sebenarnya bukan lukisan asal jadi. Para seniman
abstrak, impresionisme dan ekspresionime menggarap karyanya dengan sangat
sempurna. Pertama mereka harus mempelajari objek yang akan dibuat, kemudian
memikirkan konsep dan memikirkan unsur-unsur serta prinsip-prinsip seni rupa.
Jika
kita melihat karya Jacson Pullock mungkin kita akan mengira kalau lukisan
yang ia buat hanya tumpahan cat yang berserakan di atas kanvas atau mungkin
ada yang berfikir kalau karyanya dibuat dalam keadaan galau.
Namun
kalau saja kita melihat konsep yang ia terapkan serta filosofi yang ada
dalam karyanya sangat luar biasa sekali. Jacson Pullock seolah ingin bercerita
tentang keragaman bangsa yang ada di Amerika Serikat, ada yang kulit hitam,
putih, kuning, merah yang ia ibaratkan sebagai bintik-bintik warna di kanvas,
sedangkan negara Amerikanya sebagai kanvas yang menampung seluruh jenis warga
negaranya.
Jika
kita ingin masuk lagi ke pemahaman yang lebih dalam, ia ingin warga Amerika
yang berbeda-beda itu menyatu seperti menyatunya seluruh warna dalam bidang
lukisannya.
Bukan
hanya konsep yang harus didudukkan oleh seniman tetapi juga prinsip-prinsip
yang ada dalam seni rupa. Misalnya prinsip keseimbangan, irama, kesatuan dan
aksentuasi.
Berbicara
soal keseimbangan kita contohkan saja dalam karyanya Jacson Pullock. Ia
menciptakan warna-warnanya seseimbang mungkin dan juga besarnya cat-cat yang
jatuh itu sehingga bisa seimbang artinya tidak berat ke kiri atau ke kanan.
Kalau
kita lihat iramanya, maka irama, ini sangat penting. Jacson Pullock harus
memperhatikan bagaimana iramanya supaya setiap orang yang mengamati karyanya
bisa terbuai oleh irama yang ia ciptakan. Karena inilah karya Jacson Pullock
termasuk salah satu lukisan termahal di dunia pada saat ini yang harganya
mencapai triliunan rupiah.
Selama
ini kita memang menganggap kalau seni itu adalah bagian yang paling paradoks.
Barangkali ada yang berkomentar “Lukisan acak-acakan seperti itu bisa laku
ratusan miliar, aku juga bisa membuat karya seperti itu”. Mungkin komentar
ini tidak asing di telinga kita. Kita terlalu sombong dan menganggap semua
itu mudah dan instan. Semuanya butuh proses panjang dalam mendalami seni
tersebut.
Seorang
Afandi mendalami lukisannya yang dikatakan orang acak-acakan itu, ternyata
ia telah belajar sampai ke Belanda untuk mempelajari tentang lukisan. Seorang
Jacson Pullock membuat lukisan yang kita lihat hanya seperti percikan cat
ternyata ia telah ratusan bahkan ribuan kali mencari tekhnik-tekhniknya dan
itupun ditemukannya dengan tidak sengaja.
Vincen
van Gogh dengan ekspresionisnya ia harus rela di anggap sebagai orang yang
sakit jiwa seumur hidupnya demi mempertahankan gaya karyanya, walaupun hanya
keluarganya yang mampu memetik manisnya perjuangannya yang tak lain adalah
adiknya Theo.
Seni itu
memang paradoks, namun kalau saja kita memakai kacamata estetika kita, maka
tidak akan kita temukan seni yang paradoks itu. Sehingga dunia sama-sama
mengakui kalau seni itu semuanya indah termasuk aliran-aliran ekspresionisme,
impresionisme dan abstrak.
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar