Awareness
: Gerbang Prestasi Brand
Amalia
E Maulana ; Brand Consultant
& Ethnographer Director,
ETNOMARK
Consulting
|
KORAN
SINDO, 28 Februari 2014
”Hondamu merek
apa?” ”Mbak, tolong belikan Ibu Indomilk yang merek Bendera ya?” ”Saat ini
saya sedang minum Aqua yang mereknya Club” Ketiga kalimat tersebut ada yang
aneh.
Bukankah Honda,
Indomilk, dan Aqua adalah merek juga? Mengapa ketiganya digunakan untuk
menggambarkan produk secara umum? Honda diilustrasikan sebagai ’sepeda
motor’. Indomilk digunakan pada saat seorang ibu ingin mengatakan ’susu
kental manis’. Aqua sendiri secara luas digunakan pada saat sedang membahas
air mineral. Masih banyak perusahaan dan brand manager yang menganggap
apabila sebuah brandsudah dianggap sebagai sebuah kategori seperti di atas,
itu adalah sebuah prestasi luar biasa.
Dalam pemahaman
saya, bisa saja ini adalah alert tanda bahaya. Jika brand dikenal (aware)
tetapi pilihannya adalah brandlain seperti ketiga kasus di atas, maka berapa
pun biaya promosi dan komunikasi yang akan dikeluarkannya, yang mendapatkan
keuntungan adalah kategori produknya, bukan brandnya secara independen.
Situasi ini harus disikapi segera.
Mengukur Brand Awareness
Dalam konsep Customer- Based Brand Equity (CBBE)
yangdiperkenalkan oleh Kevin Keller, mahaguru branding yang akan hadir di Jakarta minggu depan, pengukuran brand awareness digambarkan di bagian
bawah dari piramida. Awareness atau
dalam istilah Keller disebut Salience
menunjukkan pengenalan terhadap sebuah nama brand dan berbagai aspek atau
kata kunci yang diasosiasikan dengan brand
tersebut.
Menggambarkan
hal-hal yang fundamental dari apa yang dipikirkan oleh konsumen pada saat mendengar
sebuah brand disebutkan dan bagaimana kedalaman pemahaman arti kata tersebut
di benaknya. Responden sebenarnya berpikir sederhana saja dan tidak bermaksud
untuk ’bohong’ dalam riset, tetapi kenyataan bahwa saat ini ada luar biasa
banyaknya brand di pasar, membuat
semua tipe riset harus didesain ulang dengan memperhatikan keterbatasan benak
konsumen dalam ’recall’ awareness.
Pertanyaan
dalam riset pengukuran brand awareness harus memperhatikan beberapa hal
karena brand awareness ini terkadang ’tricky’ pada saat kita berbicara sebuah
brand yang sudah dianggap sebagai generik seperti contoh terhadap Honda,
Indomilk, dan Aqua. Selain itu, dalam riset brand awareness juga masih ada jebakan lain yang menyesatkan.
Pada saat sebuah brand sudah proliferasi menjadi berbagai varian dan berbagai
kategori (yang menyimpang dari induknya), di sinilah sering terjadi mixed-up, tercampur antara nilai
awareness brand yang seharusnya
dituju vs pemahaman brand benchmark
(yang sebenarnya keluar dari konteks pertanyaan).
Berbagai brand besar mengembangkan bisnisnya
melalui strategi (1) line extension
(eksis di banyak varian) dan (2) brand
extension (eksis di beberapa kategori produk). Seorang brand manager
perlu lebih teliti lagi dalam riset feedback
konsumen, karena konsumen punya basis knowledge
yang berbeda-beda. Seperti yang kita tahu brand
awareness Coca Cola mungkin sudah mendekati angka 100. Namun, yang kita
belum tahu adalah seperti apa brand
awareness Coca Cola Zero sebagai produk baru mereka. Siapa yang tidak
mengenal brand Yamaha di Indonesia? Brand ini sudah sangat dikenal luas.
Tetapi harus
diingat bahwa Yamaha itu bukan hanya digunakan untuk produk motor, tetapi
untuk berbagai kategori produk lainnya. Salah satunya yang tidak kalah
menonjol adalah Yamaha Music, dari alat musiknya sendiri hingga tempat kursus
musiknya yang banyak dijumpai di ruko-ruko. Seperti juga menanyakan
brandHonda ke konsumen Indonesia. Yang pertama kali harus jelas dahulu adalah
apakah konsumen sedang diajak berbicara tentang mobil Honda atau motor Honda?
Karena keduanya
punya ’makna’ yang belum tentu sama. Bahkan karena pengelola brand mobil dan
brand motor ini pun berbeda, bisa jadi mereka memberikan makna yang jika
masuk di benak konsumen menjadi simpang siur. Terlebih lagi di berbagai
daerah di Indonesia, nama Honda rupanya sudah punya arti yang lebih luas
dibandingkan arti awalnya. Di Jawa Timur, misalnya, mayoritas masyarakatnya
menyebutkan istilah Honda untuk menyebutkan produk sepeda motor.
Apa pun
mereknya, tetap Honda sebutannya. Mungkin sebagian besar dari kita sudah
mengenal J-Lo sebagai seorang artis serbabisa, menyanyi, menari dan bermain
film. Tetapi belum semua orang yang menjadi target audience-nya menyadari bahwa J-Lo sudah lama berbisnis fesyen dan
parfum. Kesulitan dalam riset brand
awareness adalah adanya ’halo
effect’ dari brand utama yang sudah lebih mapan. Adakalanya riset tidak
secara spesifik bertanya produk kategori tertentu sehingga konsumen salah
menjawab.
Namun, ada juga
saat di mana konsumen hanya mengandalkan pengetahuan konsumen di produk lain
sehingga tanpa sadar ia menyatakan dirinya mengenal JLo parfum padahal ia
hanya mengenal J-Lo artis. Dalam riset kepuasan pelanggan, kemungkinan adanya
kesalahan dalam memahami pertanyaan dan tercampurnya sebuah informasi dari ’parent brand’ ke ’individu brand’ ini harus diantisipasi.
Jika
dibutuhkan, pertanyaannya harus diulang dengan kalimat pertanyaan yang
berbeda. Atau, digunakan alat bantu seperti foto dan penjelasan kategori
produk sehingga meminimalkan kerancuan pemahaman segenap produk tersebut.
Kaveling Benak Konsumen
Bombardir
berjuta nama brand dari sejak bangun tidur hingga menjelang tidur kembali,
membuat benak konsumen penuh sesak. Kaveling di benak tidak ada lagi yang
tersisa, semua brandberusaha mencari tempat di sana. Semua brand butuh
tempat. Butuh kaveling di benak konsumen. Agar bisa dikenal. Dikaitkan dengan
asosiasi kata kunci yang benar. Sebagai seorang pemasar, membangun awareness sebuah brand adalah pekerjaan yang sangat penting.
Brand awareness merupakan pintu gerbang dalam prestasi
pembinaan prestasi sebuah brand.
Tanpa awareness yang cukup, maka
percuma mengadakan campaignuntuk mengisi makna, memberikan ’reasons to buy’ dan bahkan promosi
untuk mempertahankan loyalitas. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar