Arsip
dan Birokrasi
Azmi ; Direktur
Pengolahan Arsip, Arsip Nasional RI
|
REPUBLIKA,
24 Maret 2014
“Pemerintah
tanpa arsip ibarat tentara tanpa senjata, dokter tanpa obat, petani tanpa
benih, tukang tanpa alat. Arsip merupakan saksi bisu, tak terpisahkan, andal
dan abadi, yang memberikan kesaksian terhadap keberhasilan, kegagalan,
pertumbuhan dan kejayaan bangsa."
(RJ
Alfaro, Presiden Panama, 1931-1937).
Dalam catatan sejarah perjalanan
bangsa Indonesia, Mei 1998 adalah pintu gerbang reformasi di republik ini. Di
bidang pemerintahan, reformasi birokrasi menjadi isu penting untuk
diwujudkan, mengingat sejarah birokrasi Indonesia telah memberikan andil
terhadap kondisi keterpurukan bangsa dalam krisis multidimensi yang
berkepanjangan.
Catatan sejarah birokrasi
Indonesia telah membuktikan rezim Orde Baru telah membangun budaya birokrasi
yang tidak akuntabel dan tidak transparan sehingga menyuburkan praktik KKN.
Kemudian Era Reformasi yang diharapkan dapat menjadi momen untuk menciptakan
birokrasi yang efektif, efisien, dan terukur sesuai dengan prinsip-prinsip good governance ternyata belum juga
dapat terwujud.
Salah satu faktor penyebab
rendahnya akuntabilitas dan transparansi birokrasi adalah tidak adanya
keinginan kuat untuk mengikis habis inefisiensi dan inefektivitas birokrasi
melalui praktik penyelenggaraan kearsipan yang andal. Masalah kearsipan belum
dipandang sebagai aspek penting di lingkungan birokrasi Indonesia.
Di beberapa negara yang telah
sukses dalam menyelenggarakan reformasi birokrasi, masalah kearsipan merupakan
aspek yang signifikan dalam upaya menciptakan birokrasi yang akuntabel dan
transparan. Setiap birokrasi dibentuk dengan mandat tertentu berdasarkan
peraturan perundangan-undangan yang melatarbelakangi eksistensi birokrasi.
Setiap birokrasi harus mengimplementasikan
suatu sistem pengukuran kinerja yang mencakup sistem pengumpulan dan
pengolahan data kinerja serta sistem pengukuran kinerja itu sendiri. Sistem
pengumpulan data kinerja yang digunakan birokrasi untuk memperoleh data
mengenai realisasi pencapaian kinerja pada periode pelaksanaan tertentu tidak
akan optimal tanpa dukungan ketersediaan arsip yang otentik dan reliabel.
Penciptaan arsip pada birokrasi
bersifat alami yang lahir atas pelaksanaan fungsi, aktivitas, dan transaksi
kerja setiap organ birokrasi. Karena itu, tanpa penciptaan arsip yang baik,
sulit kemungkinannya bagi birokrasi untuk menjalankan fungsi dan tugasnya dengan
baik sebagai pelayan masyarakat.
Pengelolaan arsip akan
menentukan keluaran informasi manajemen sebagai bahan akuntabilitas. Ketika
ditemukan ada indikasi korupsi dan kegagalan dalam hal akuntabilitas
birokrasi, maka hal ini dapat dihubungkan dengan tata kelola arsip sebagai
salah satu variabel penyebabnya. Akuntabilitas birokrasi tidak hanya dalam
arti sempit di bidang keuangan yang dilakukan oleh ahli ekonomi dan akuntan,
tetapi juga oleh arsiparis profesional. Perhatian penuh terhadap tata kelola
arsip diperlukan agar pelaksanaan fungsi, aktivitas, dan transaksi kerja
setiap organ birokrasi dapat direkam dan dipelihara dengan baik.
Menurut McKemmish (2005), peran
arsip berkaitan dengan akuntabilitas kinerja birokrasi adalah memfasilitasi good governance, mendukung mekanisme
akuntabilitas, dan memberikan sumber informasi resmi. Oleh karena itu, sudah
sewajarnya saat kita me ngampanyekan akuntabilitas dan transparansi
birokrasi, maka bersama itu kita juga harus mengedepankan penyelenggaraan
kearsipan pemerintah yang baik.
Kualitas praktik tata kelola
arsip di lingkungan birokrasi berelasi dengan tingkat ketersedian arsip
sebagai bukti akuntabilitas kinerja birokrasi. Contoh kasus terlihat dari
karut-marutnya daftar pemilih tetap (DPT) di KPU, kurang terkendalinya administrasi
kependudukan di Kemendagri, masih adanya ketidakjelasan pencatatan aset-aset
negara sebagai kekayaan negara di Kementerian Keuangan, dan beberapa instansi
pemerintah lainnya.
DPT dan catatan aset negara merupakan
arsip yang berkaitan dengan hak konstitusional dan kekayaan negara. Seharusnya
instansi tersebut mengelola arsipnya dengan baik agar arsip sebagai bukti
akuntabilitas kinerja tersedia setiap saat.
Rendahnya ketersediaan arsip di
lingkungan birokrasi mengidentifikasikan tata kelola arsip belum menjadi
unsur penting dalam penyelenggaraan reformasi birokrasi. Padahal "Road Map Reformasi Birokrasi
2010-2014" menyebutkan, tujuan reformasi birokrasi adalah terbentuknya
birokrasi pemerintahan kelas dunia yang bersih, profesional, transparan, dan
akuntabel. Hal ini tentunya berelasi kuat dengan kualitas tata kelola arsip
sebagai penyedia data dan informasi manajemen yang otentik dan terpercaya di
lingkungan birokrasi. Tata kelola arsip merupakan "ruh" akuntabilitas
dan transparansi birokrasi.
Auditor-General
of the Commonwealth of Australia (2005) pada suatu kesempatan
mencatat bahwa pengelolaan arsip yang buruk mengundang korupsi seperti halnya
bangkai mengundang lalat. Di mana pun korupsi, kegagalan transparansi dan
akuntabilitas ditemukan, hal ini hampir selalu berkaitan dengan kegagalan
dalam praktik pengelolaan arsip sebagai penyebabnya.
Bertolak dari hal tersebut di
atas, maka untuk menciptakan sistem, proses kerja birokrasi yang jelas,
efektif, efisien, terukur pada akhirnya mengharuskan kepada pemerintah untuk
segera mengoptimalkan tata kelola arsip di lingkungan birokrasi pemerintah
pusat dan daerah. Tanpa hal ini, maka pemenuhan tuntutan masyarakat terhadap
akuntabilitas kinerja dan transparansi birokrasi sesuai dengan prinsip-prinsip
good governance sulit dicapai.
Arsip merupakan rekaman
informasi atas pelaksanaan program dan kegiatan birokrasi. Selama program dan
kegiatan itu ada, maka selama itu pula arsip ada. Selama masih ada tata
kelola arsip yang baik, maka selama itu pula ketersediaan arsip ada. Selama
ada ketersediaan arsip, maka selama itu pula akuntabilitas dan transparansi
ada. Namun, kalau tidak ada ketersediaaan arsip, maka akuntabilitas dan
transparansi menjadi terkubur dan di atas kuburan itu hanya ada inefektivitas,
inefisiensi, dan ketertutupan birokrasi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar