Rabu, 18 September 2013

Vicky dan Kita

Vicky dan Kita
Bre Redana  ;   Kolumnis “Udar Rasa” Kompas
KOMPAS, 18 September 2013


Di kalangan cyberspace banyak orang tengah tertawa-tawa mendapati penggunaan bahasa Indonesia ”gaya bebas” oleh seseorang bernama Vicky Prasetyo. Pertama kali muncul dalam sebuah segmen acara berita hiburan di televisi, segera klip itu menjadi tontonan ribuan orang begitu diunggah di Youtube pekan lalu.

Bagi yang tidak akrab dengan cybermedia perlu dijelaskan terlebih dahulu bahwa di Youtube itu dipertontonkan petikan wawancara, yang kalau menggunakan istilah televisi disebut ”pasangan selebritas”. Pasangan yang dimaksud adalah pedangdut Zaskia Gotik dengan Vicky Prasetyo. Yang disebut belakangan ini konon pengusaha, pernah berusaha terjun ke dunia politik, belakangan terjerat kasus hukum dengan tuduhan penipuan.
Di sini tak akan diperluas apa dan siapa mereka berikut kasusnya. Yang menarik (sumpah memang lucu melihat apa yang tampil di Youtube itu) adalah kata-kata yang diucapkan Vicky Prasetyo. Dia duduk, didampingi Zaskia.
Petikannya antara lain, ”Di usiaku saat ini... ee... ya twenty nine my age ya... tapi aku masih merindukan apresiasi karena basically aku seneng... seneng musik walaupun kontroversi hati. Aku lebih menyudutkan kepada konspirasi kemakmuran yang kita pilih.”
Anda tahu maksudnya? Sebagian besar orang dipastikan puyeng menghadapi kalimat itu. Ia melanjutkan dengan, ”Nggak... kita... kita belajar apa ya... harmonisasi dari hal terkecil sampai terbesar. Kupikir kita nggakboleh ego terhadap satu kepentingan dan kudeta apa yang kita menjadi keinginan ya. Dengan adanya hubungan ini bukan mempertakut, bukan mempersuram statusisasi kemakmuran keluarga gitu, tapi menjadi confident, tapi kita harus bisa mensiasati kecerdasan itu untuk labil ekonomi kita tetap lebih baik.”
Tanpa fokus
Meledaklah tawa di mana-mana. Di tengah kehidupan sehari-hari yang kini dipenuhi begitu banyak selingan hiburan, orang menemukan selingan lain lagi dari apa yang diucapkan Vicky. Komentar-komentar tak kalah lucu bermunculan. Temanya ”vickinisasi”. Kalau orang bicara ruwet, akan disebut ”korban vickinisasi”.
Kesantaian, main-main, olok-olok, bersifat sementara, memang khas dunia cyber. Tak ada yang serius di situ. Klip itu pun dalam waktu dekat juga akan segera ditinggalkan orang. Perpindahan minat dan fokus yang amat cepat menjadi sifat manusia di era cyberspace sekarang. Kehidupan sekarang ini seolah-olah tanpa fokus.
Begitupun pola komunikasi. Apakah komunikasi dalam dunia digital sekarang benar-benar nyambung? Twitter, misalnya—sebagaimana namanya—artinya ”kicauan”, ”celotehan”. Tiap-tiap orang berkicau, tak perlu kicauan terhubung satu sama lain atau tidak.
Dalam dunia televisi, siapa pun yang punya pengalaman ambil bagian dalam acara wawancara, bincang-bincang, talk show, dan lain-lain akan paham, yang penting bukanlah isi jawaban, melainkan bagaimana kita tampil membawakannya. Kadang ada semacam geladi bersih untuk komunikasi itu. Kru televisi memberi tahu terlebih dahulu, nanti mereka akan bertanya apa, selanjutnya pihak yang akan diwawancara diberi tahu kesempatan memberi jawaban sekian menit. Begitu kamera siap, pembawa acara melenggang. Bertanya, atau tepatnya sebenarnya berceloteh sendiri. Kita ngaco menjawab juga tidak apa. Belum tentu si pembawa acara mengurusi isi jawaban kita. Ia hanya memperhatikan hitungan, kapan jawaban harus berakhir. Kalau Anda sebagai pihak yang diwawancara berpikir bahwa isi jawaban Anda sebegitu pentingnya dan masih perlu diuraikan lebih lanjut, maka Anda akan dipotong. Silakan Anda terbengong-bengong. Iklan lebih penting daripada Anda.
Kita hidup di lingkungan yang mengondisikan pikiran tak perlu terlalu dianggap sebagai bagian penting dari kata-kata, ucapan, pun tulisan. Banyak orang yang duduk di profesi yang berhubungan dengan produksi kata-kata, bahkan tak paham subyek dan predikat dalam suatu kalimat. Kalau Anda bekerja di media massa sekarang, Anda bakal mudah frustrasi.
Ketika pikiran terbiasa tak terkondisikan dengan kata-kata atau ucapan, akan muncul kesenjangan antara pikiran dan ucapan. Kita pecah-pecah lagi bagian dari diri kita bahwa selain pikiran, juga ada tubuh alias badan, ada spirit atau roh, maka aktivitas tiap-tiap bagian itu tak lagi terhubung satu sama lain. Dengan kata lain, tidak ada keselarasan dalam diri.
Padahal, ada banyak pandangan, yang menganggap bahwa diri kita itulah dunia kecil atau mikrokosmos. Kalau dalam dunia kecil itu tidak ada keselarasan, apa yang kemudian terjadi? Ya persis kita hadapi sekarang: kebohongan, kekerasan, korupsi, lupa, dan lain-lain.
Kita tertawa-tawa melihat Vicky karena Vicky barangkali adalah kita.
Coba bayangkan cewek pacar Anda meminta dibelikan rumah.
”Aku belikan rumah ya sayang....”
”Ya kita komunikasi lagi,” kata Vicky dalam video itu. ●

1 komentar: