Selasa, 10 September 2013

Saat Anak Dipaksa Dewasa

Saat Anak Dipaksa Dewasa
Wulan Tri Handayani  ;    Aktivis LSM Indonesian Sunshine Children Organization (ISCO), Jakarta
JAWA POS, 10 September 2013


KECELAKAAN maut yang melibatkan anak pesohor Ahmad Dhani sontak menerbitkan keprihatinan sekaligus pertanyaan besar. Keprihatinan pertama tertuju pada sosok Abdul Qodir Jaelani alias Dul yang baru berumur 13 tahun pada Agustus lalu namun telah diberi keleluasaan menyetir mobil sendirian. Padahal, SIM baru bisa diperoleh pada umur 17 tahun. 

Beberapa fakta menimbulkan kernyit di dahi. Kecelakaan putra ketiga pentolan grup band Dewa itu berlangsung dini hari (pukul 00.45 WIB), waktu yang sewajarnya dilewatkan anak untuk terlelap. 

Pihak keluarga mengklaim tidak pernah mengizinkan Dul untuk menyetir. Menurut paman Dul, ada sopir khusus yang disediakan Dhani untuk mengantar Dul. Hanya, pada malam kejadian, sang sopir tidak masuk karena libur. Berbeda dengan pengakuan sahabat Dul yang menyebut Dul mahir menyetir sejak dua tahun lalu dan sering berkendara bersama sahabat-sahabatnya (tabloidnova.com, 8/9).

Selama ini, Ahmad Dhani dikenal sebagai sosok yang dianggap arogan oleh banyak orang. Dalam hal pendidikan, Dhani juga dikenal memberikan kelonggaran kepada anak-anaknya. Tak heran jika muncul tudingan, terutama lewat media-media sosial, tragedi ini adalah buah arogansi seorang Dhani. Mantan suami Maia Estianty tersebut mungkin terlalu yakin anak-anaknya sanggup melakukan apa saja, termasuk menyetir sendirian di pagi buta. Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S. Pane juga menyebut Dhani sebagai orang yang paling bertanggung jawab dan pantas dikenai hukuman.

Kejadian tersebut membuka ingatan akan kecelakaan yang mirip-mirip (apalagi di ruas jalan yang sama) yang menimpa putra Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa. Rasyid Rajasa pada 1 Januari 2013 dini hari melajukan mobil mewahnya dengan kencang setelah mengantar pacarnya pulang ke Bogor. Mengendarai mobil dalam kondisi mengantuk, BMW Rasyid menabrak mobil Luxio dari belakang sehingga menewaskan dua penumpangnya. 

 

Bagaimanapun, umur 13 tahun jauh dari kata telah mencapai kedewasaan. Meski digembleng dalam cara terbaik dengan metode dan fasilitas mumpuni, seumuran anak SMP tetap saja memiliki kapasitas kanak-kanak dalam dirinya. Polesan artifisial mungkin bisa mengesankan anak tampak lebih dewasa, tapi dalam hal kejiwaan tetaplah ''bau kencur''. Salah satu kemampuan yang sulit dicapai anak-anak adalah memicingkan mata saat jam biologis menuntut istirahat.

Khusus kasus Dul, dia merupakan anak pesohor yang diberi jalan lapang memiliki karir sejak kanak-kanak. Dul dan kakak-kakaknya mempunyai variety show di televisi, juga sudah rekaman, dan tampil komersial. Dul adalah anak sibuk, yang rentan mengalami kelelahan. Kombinasi kesibukan, usia terlalu muda, dan menyetir mobil sendirian saat dini hari membuat kecelakaan nyaris merupakan keniscayaan.

Situasi itu tidak akan terjadi manakala orang tua menerapkan disiplin tanpa kompromi. Kalau perlu, sebelum menjelang 17 tahun, anak-anak tidak usah diajari menyetir mobil. Biasanya, jika anak merasa bisa, dia akan mencoba-coba, baik di hadapan orang tua maupun dengan sembunyi-sembunyi jika dilarang. Sopir pribadi tidak banyak membantu. Dia tidak mungkin melawan seandainya anak majikannya bersikeras ingin menyetir sendiri.

Ahmad Dhani malah memberikan mobil bagi anaknya, meski atas nama hadiah ulang tahun dan (berdasar pengakuannya) mobil tersebut lungsuran dari kakaknya. Dhani pun menyandang ''dosa berlapis'', mulai memberikan mobil, mengizinkan anaknya berlatih menyetir mobil dalam usia belia, dan memberikan akses kepada anak membawa mobil ke luar kota. 

Dhani atau siapa pun yang mampu membelikan anaknya mobil boleh berkilah kendaraan itu sebagai miliknya yang terserah digunakan si empunya. Tapi, keluarga-keluarga mampu tersebut harus menyadari, risiko tidak hanya melekat pada anak mereka. Tapi, bahaya besar justru mengintai pengguna jalan lain. 

 

Hal lain yang patut disorot adalah mengapa anak usia hijau seperti Dul diperkenankan berpacaran? Gugatan pantas diarahkan baik kepada orang tua Dul (Ahmad Dhani, Mulan Jameela sebagai ibu tiri, dan Maia sebagai ibu kandungnya) maupun orang tua pacar Dul. Walaupun sudah memasuki usia akil balig, Dul dan Fajrina Khairiza masih terlalu lugu untuk mengenal dunia percintaan bersamaan dengan kompleksitas serta konsekuensinya.

Kita juga patut bertanya-tanya, pacaran macam apa yang mereka jalankan? Apakah mereka sedang menghabiskan akhir pekan berdua di Jakarta hingga larut malam, lalu dengan bersikap gentle, Dul mengantar pacarnya itu pulang ke Bogor? Sungguh sulit membayangkan ada orang tua yang bersikap demikian permisif, mengizinkan anak-anaknya menjalin hubungan layaknya orang dewasa. Bila sampai tidak tahu, para orang tua itu juga keterlaluan. Sebab, hubungan keduanya mudah dideteksi di media sosial. 

Tidak sulit bagi orang tua bersikap tegas melarang anak-anaknya berpacaran, setidaknya sampai dianggap cukup umur. Si anak pun biasanya mudah mematuhi larangan itu. Tapi, justru rasa penasaran kanak-kanak (tapi sudah matang secara biologis) dapat menjelma menjadi musibah tidak perlu jika tanpa kontrol dari pihak lain (orang tua).  ●  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar