Sabtu, 14 September 2013

Pemuda ASEAN Berdaya, HAM Menguat

Pemuda ASEAN Berdaya, HAM Menguat
Kartini Laras Makmur  ;   Committee of ASEAN Youth Assembly (AYA) & 
Ketua Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi HAM PB PMII
KORAN SINDO, 14 September 2013



Pada tanggal 26–29 Agustus lalu di Jakarta, 75 pemuda dari negara-negara ASEAN beserta Amerika Serikat, Pakistan, dan China berkumpul mendiskusikan kesiapan untuk ASEAN Community 2015. 

Kegiatan ini di laksanakan oleh Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII), dengan nama forum ASEAN+9 Youth Assembly For ASEAN Community 2015; Youth Participation for Peace and Economic Development. Dari hasil pembahasan menyangkut tiga pilar komunitas ASEAN yang terdiri dari politik-keamanan, ekonomi, dan sosial-budaya, lahirlah sebuah rekomendasi berupa ASEAN Youth Assembly Declaration (AYAD). Hak asasi manusia menjadi salah satu isu strategis yang dikemukakan dalam deklarasi kaum muda tersebut. 

Masalah HAM Belum Selesai 

Hak asasi manusia di kawasan ASEAN memang salah satu masalah krusial yang selalu hangat untuk dibahas. ASEAN dulu dikenal konservatif terhadap permasalahan satu ini, sehingga cenderung alergi untuk membahasnya dalam pertemuan akbar Konferensi Tingkat Tinggi (KTT). Baru muncul semilir angin segar pada KTT ke- 14 di Thailand bulan Oktober 2009 lalu yang membahas HAM secara komprehensif hingga melahirkan Komisi Antar-Pemerintah ASEAN untuk HAM (AICHR). 

Kemudian tahun 2012 lahirlah Deklarasi HAM ASEAN (AHRD) saat KTT ASEAN ke-21 di Kamboja. Para pemuda, melalui Pasal 10 AYAD, memuji pembentukan mekanisme regional hak asasi manusia di ASEAN dengan kehadiran AICHR maupun Komite ASEAN untuk Pelaksanaan Deklarasi ASEAN tentang Perlindungan dan Promosi Hak-Hak Pekerja Migran (ACMW) yang lahir pada tahun 2008, serta Komisi ASEAN untuk Promosi dan Perlindungan Hak Perempuan dan Anak (ACWC) pada tahun 2010. 

Namun demikian, dalam deklarasi itu juga pemuda kawasan ASEAN mempertanyakan fungsi badan-badan HAM yang ada dalam melindungi hak-hak semua orang di ASEAN. Sebab, pelanggaran HAM terus dibiarkan dan belum terselesaikan meskipun telah ada badanbadan HAM itu di kawasan ASEAN. Kehadiran badan-badan HAM di ASEAN tak serta merta menghapuskan berbagai problematika HAM di kawasan ini. 

Laporan terakhir dari Pelapor Khusus PBB untuk Myanmar yang disampaikan di Jenewa sangat kuat mengindikasikan adanya genosida dan penyiksaan yang merupakan pelanggaran HAM berat di Myanmar. Konflik bersenjata tak hanya terjadi di Myanmar. Apa yang terjadi di Papua, Indonesia, meskipun kian hari skalanya kian kecil, tetapi tetap menyisakan ancaman dalam negeri. 

Masih pula ada anggota ASEAN yang hingga kini belum memiliki pengadilan terhadap pelanggaran ataupun kejahatan HAM, misalnya Kamboja. Sekalipun memiliki pengadilan HAM, seperti Indonesia, belum ada pelaku kejahatan atau pelanggar HAM yang bisa dihukum. Masalah kejahatan berat terhadap kemanusiaan (crimes against humanity) juga kerap terjadi di negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia, Kamboja, maupun Filipina. 

Peradilan hukum rupanya tak bersih dari ketersinggungan terhadap pelanggaran HAM. Seluruh negara ASEAN kecuali Filipina, masih menerapkan hukuman mati yang dianggap usang bagi perkembangkan hukum di era retroaktif kini. Pengadilan di luar mekanisme proses hukum masih menyisakan luka atas HAM masyarakat Mindanau, Filipina. Terlebih, penyebab hal ini tak lain karena adanya konflik politik lokal sehingga hukum seakan lumpuh. 

Para pemuda ASEAN, seperti tertuang dalam Pasal 11 AYAD, yakin jika Perserikatan Negara-Negara Asia Tenggara terus lalai dalam merespons pelanggaran hak asasi manusia maka tujuan Masyarakat ASEAN tidak akan tercapai. Hal ini dikarenakan akan munculnya tantangan stabilitas ekonomi dan keamanan kawasan serta hambatan bagi proses demokratisasi di negara-negara anggota ASEAN. 

Peran Pemuda 

Tentunya, kaum muda dapat melihat hal ini sebagai peluang untuk turut berpartisipasi mendorong penguatan mekanisme HAM regional. Setidaknya, pemuda dapat melakukan desakan kepada komisi untuk memeriksa kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di negaranya. Desakan ini dapat saja dilakukan lewat berbagai media baru yang sangat diakrabi generasi muda, seperti jejaring sosial ataupun organisasi kepemudaan. 

Langkah yang mungkin terdengar kecil ini sesungguhnya tak sekecil pembuktian sejarah. Jika belajar dari pengalaman Komisi HAM Inter-Amerika yang pada awal pembentukannya juga tidak mempunyai mekanisme pengaduan, terbukti desakan masyarakat sipil mampu mengubah keadaan. Pada 1980-an masyarakat yang juga terdapat unsur kepemudaan mendesak komisi untuk memeriksa kasus penculikan di Argentina. 

Hasilnya, kini bukan saja Argentina berubah menjadi lebih demokratis melainkan komisi HAM Inter-Amerika pun menjadi badan yang paling kuat dalam penegakan HAM. Pemuda dapat mengisi kekosongan mekanisme pengaduan di komisi HAM ASEAN. Ketiadaan mekanisme pengaduan, country visitdan fact finding, serta pembahasan situasi HAM di tiap negara, bukan berarti menutup semua pintu peluang untuk pengaduan. 

Pemuda dapat melakukan pengaduan dengan melalui isu-isu tematik. Gerakan yang masif untuk ”membombardir” AICHR pengaduan-pengaduan atas pelanggaran HAM yang terjadi di negara masingmasing setidaknya dapat menjadi satu langkah awal untuk menuju penguatan mekanisme HAM di ASEAN. Menjelang review term of reference pada tahun 2014 nanti, banyaknya pengaduan yang masuk dari kalangan pemuda atas situasi HAM di negara-negara anggota ASEAN bisa menjadi sarana pembentukan opini. 

Selain itu, pemuda dari negara-negara anggota ASEAN juga dapat mengirim individual complaint ke PBB dan membuat tembusannya ke ASEAN. Hal ini terkait dengan mandat yang diterima AICHR untuk berkonsultasi dengan entitas HAM lain baik di tingkat regional maupun internasional. Dengan menerima tembusan pengaduan kepada PBB, AICHR bisa melakukan dialog dengan Dewan HAM PBB dan Special Rapporteur. 

Tak bisa dimungkiri, peran pemuda akan semakin besar dan bermanfaat untuk kemajuan kawasan Asia Tenggara jika mendapat stimulus organisasi ASEAN maupun pemerintah negara-negara anggota. Hal ini sesuai dengan harapan yang tercantum dalam AYAD agar ASEAN dan negara anggotanya untuk memberi ruang bagi pemuda untuk terlibat aktif dalam pembangunan Masyarakat ASEAN. 

Ke depan, jika langkah pro aktif pemuda dan dukungan organisasi ASEAN maupun pemerintah negara anggotanya terus berkesinambungan, tergambar bagaimana ASEAN Community 2015 akan menjadi jembatan emas kemajuan HAM di kawasan ini dengan peran pemuda sebagai penyanggah titiannya. Sebab, pemuda yang mendapat hak untuk memajukan masyarakat akan memberikan kemajuan kepada masyarakat seperti ungkapan Karl Menninger ”What’s done to children, they will do to society”.  ●  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar