Senin, 02 September 2013

Momok Perang Multidimensi Syria

Momok Perang Multidimensi Syria
Ibnu Burdah ;   Analis Timur Tengah dan Dunia Islam,
Dosen UIN Sunan Kalijaga, Jogjakarta, asal Trenggalek 
JAWA POS, 02 September 2013


TIMUR Tengah kembali berada di tubir perang. Pemerintahan Obama sudah memilih opsi itu kendati masih menunggu persetujuan kongres. Selama ini, pemerintahan Obama terkesan ragu-ragu dan berupaya keras menghindari opsi intervensi militer di Syria kendati sekutu-sekutu anti-Syria di Timur Tengah terus mendesakkan opsi itu sejak lebih dari setahun yang lalu. Pascatragedi kemanusiaan Ghauta (al-ghuthah) yang diyakini dilakukan rezim Assad, Obama tampak berupaya mempercepat intervensi militer tersebut.

Kendati konsolidasi "sekutu" untuk melakukan inervensi militer terlihat tidak solid, terutama akibat sikap Inggris, Kanada, Jerman, dan sejumlah negara lain, AS tampaknya akan bersikukuh. Menurut Obama, intervensi militer itu terkait dengan kepentingan pertahanan dan keamanan AS. Fakta di lapangan, enam kapal induk AS diberitakan sudah mendekati wilayah Timur Laut Mediterania yang berarti sudah mendekati target, yakni negara Syria. 

Front-front depan tentara oposisi dikabarkan mulai mundur, bahkan sebagian mulai keluar dari Syria untuk mempermudah serangan cepat sekutu dari udara. Kekuatan-kekuatan negara di sekitar Syria, terutama Turki dan Israel, telah lama dipersiapkan untuk mengantisipasi kemungkinan keterlibatan mereka dalam perang melawan Assad dan sekutunya.

Jika ofensif itu terjadi, hampir dipastikan AS dan sekutunya harus berhadapan dengan front Iran atau kelompok-kelompok kekuatan yang disebut Barat sebagai kelompok radikal. Mencermati pernyataan-pernyataan para pemimpin Iran, negara itu tampaknya benar-benar akan mengambil risiko melawan AS dan sekutunya bila ofensif militer ke Syria terjadi.

Otoritasnya berada di tangan pemimpin spiritual Iran, yakni Ali Khamenei. Meski belum menyatakan eksplisit, memperhatikan dukungan mereka yang demikian konsisten bagi rezim Syria selama ini, sangat kecil kemungkinan negara itu membiarkan Syria dihajar negara-negara yang selama ini juga jadi musuh Iran.

Bila ini terjadi, agresi AS dan sekutunya tak akan semudah sebagaimana di Libya. Iran adalah salah satu negara "perang". Negara ini memiliki pengalaman panjang, baik dalam perang secara langsung maupun perang-perang proxy untuk mendukung sekutu-sekutu mereka di berbagai negara. Negara ini juga dikenal sebagai negara dengan teknologi mandiri termaju di Timur Tengah dan dunia Islam di bidang persenjataan canggih. Apalagi, jika pengembangan kapasitas nuklir negara itu telah sampai pada tahap mampu menciptakan detterence bagi negara lawan, perang tersebut semakin mengkhawatirkan.

Kekuatan-kekuatan yang selama ini terus berjalan seirama dengan Iran, terutama dalam menghadapi musuh bersamanya, yakni AS, Israel, dan Arab Saudi, dipastikan tak akan tinggal diam. Mereka secara langsung atau tidak berada dalam komando Teheran. Kekuatan itu dibingkai dalam ideologi-sekte Syiah. Hizbullah adalah salah satu kelompok terdepan. Kelompok perlawanan Israel yang berbasis di Lebanon Selatan ini sudah cukup jauh terlibat dalam perang untuk membela rezim Assad. Setidaknya menurut sumber seperti al-Jazeera, ratusan pengikut Hizbullah telah mengorbankan nyawa dalam perang di Syria.

Kelompok-kelompok Syiah lainnya juga perlu diperhitungkan. Syiah di Iraq adalah penguasa negara itu kendati keamanan negeri tersebut belum stabil. Petempur Syiah dari Iraq dikabarkan juga sudah terlibat jauh dalam pertempuran di Syria. Sementara itu, para petempur lainnya, baik dari Houtsi (Syiah Zaidiyyah di Yaman), Syiah Bahrain, Syiah Pakistan, dan dari Afrika, juga merupakan kelompok-kelompok yang bisa membuat perang kian panas. 

Jika intervensi militer itu benar-benar dilakukan, perang besar dan berkepanjangan sulit dihindarkan. Bakal terjadi perang multidimensi dengan banyak aktor, wilayah, dan target. Korban rakyat sipil dan destruksi masif di segala bidang. Belum lagi, jika Rusia bersikukuh untuk berdiri di pihak Assad, pertempuran itu dipastikan sangat destruktif. 

Pilihan di atas meja pengambil kebijakan negara itu mungkin terbatas pada bentuk keterlibatan mereka jika AS dan sekutunya menyerang negeri Syam tersebut. Mereka mungkin mempertimbangkan dua pilihan, terlibat secara langsung atau memperkuat dukungan persenjataan canggih mereka bagi rezim Assad. Jika mencermati kecenderungan perilaku negara itu selama ini terhadap negara-negara lain, opsi kedua yang sangat mungkin dipilih. Akan tetapi, Syria adalah negara sangat spesial bagi perpanjangan pengaruh Rusia di Timur Tengah. Keterlibatan Rusia akan mengakibatkan perang kian merepotkan bagi AS dan sekutunya. ●  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar