Sabtu, 21 September 2013

Miss World dan Peluang yang Terbuang

Miss World dan Peluang yang Terbuang
Hendrik Kawilarang Luntungan ;  Wakil Sekjen DPP Perindo
KORAN SINDO, 20 September 2013



Miss World 2013 tengah berlangsung. Indonesia — negara berpenduduk muslim terbesar di dunia—adalah anggota Asosiasi Negara-Negara Asia Tenggara atau ASEAN pertama yang menjadi tuan rumah Miss World. 

Tak banyak yang bisa kita petik dari ajang bergengsi dunia ini selain deretan panjang polemik yang sebenarnya tak perlu. Mengapa tak perlu? Pertama, ketaktegasan sikap pemerintah menjadi salah satu penyebab. Event ini sudah lama diajukan dan diperoleh izinnya. Seharusnya pemerintah dan aparatur keamanan dapat mengantisipasi sejak jauh-jauh hari. 

Malah, pemerintah terkesan ikut dalam pusaran kontroversi tanpa banyak melakukan serangkaian antisipasi positif dari event internasional ini. Kedua, Chairman of Miss World Organization Julia Morley telah menyatakan: “Sebagai ibu dan nenek, saya nilai bikini tidak pantas ditampilkan di panggung. Sehingga sejak delapan tahun lalu, Miss World tidak menyertakan bikini lagi.” (Sabtu, 7 September 2013). 

Artinya, hal yang menjadi isi protes sebagian kalangan sebenarnya tidak ada. Di luar persoalan tadi, kita telah menyia-siakan potensi-potensi nyata di depan mata. Selain keuntungan pariwisata, banyak pernik kontes Miss World yang sebenarnya bisa dijadikan solusi bagi ekonomi nasional yang mandek. Pariwisata, jelas akan mendapat nilai lebih dengan event ini. 

Setidaknya membangkitkan kembali industri wisata Indonesia yang pernah jaya pada 1970 hingga 1980-an. Kini industri pariwisata kita di bawah Thailand dan Malaysia. Daya saing pariwisata kita masih lemah. Antara lain menyangkut masalah manajemen produk, kurangnya sajian atraksi pariwisata dan budaya, kondisi infrastruktur, sumber daya manusia (SDM), pengelolaan destinasi wisata, pemasaran dan regulasi. 

Kelemahan lain, soal bencana alam, keamanan dan kesehatan, seperti isu penyakit demam berdarah dan flu burung. Ini persoalan sensitif bagi wisatawan asing. Setidaknya jadi koreksi stakeholder industri wisata kita. Destinasi wisata Indonesia bukan hanya Bali. Banyak potensi pariwisata daerah lain yang bisa dikembangkan seperti Lombok, Sulawesi Utara dengan Pulau Bunaken, Sumatera Utara, Jawa Tengah dengan Borobudur, dan JawaTimur dengan Gunung Bromo-nya. 

Ada tiga hal lain yang bias membawa Indonesia di garis depan perubahan dunia lewat ajang Miss World 2013 ini: promosi pengembangan produk reramuan kecantikan (kosmetik) dan kesehatan alami, produk pakaian lokal dan konservasi dunia hayati Indonesia. Pertama, sejak dulu kala tanah Nusantara dikenal sebagai surga rempah dan tetumbuhan yang bermanfaat bagi kesehatan. Keanekaragaman hayati sudah terbukti menjadi bahan dasar obat-obatan modern. 

Senyawa aktif yang ditemukan dari tumbuhan kemudian dikembangkan menjadi obat modern. Beragam jenis jahe dan temu lawak berperan sebagai minuman penyegar yang dikenal sebagai jamu. Pengetahuan tumbuhan sebagai obat dimulai dari kearifan lokal masyarakat yang sayangnya jarang sekali diwariskan kepada generasi berikutnya. 

Elizabeth Lindsey, mitra National Geographic Society, mengungkapkan bahwa setiap tetua adat yang menjelang akhir hayatnya identik dengan sebuah perpustakaan pengetahuan tradisional yang sedang terbakar. Ajang Miss World bisa dijadikan batu pijakan industri kosmetik alami dan jamu kesehatan kita agar lebih dikenal dunia. Kedua, produk pakaian lokal. 

Ada 40 desainer lokal yang berkreasi di Miss World 2013. Bayangkan jika semua peserta Miss World mengenakan batik, tenun lokal dan lainnya, tentunya akan menjadi perhatian dunia. Tenun Toraja, ulos Batak, Sumba, memiliki tingkat estetika dan kerumitan tersendiri yang dihargai desainer papan atas dunia. Corak dan bahan khas Indonesia jika dipatenkan akan menghasilkan devisa tak sedikit. Ketiga, kekayaan hayati Indonesia. 

Pengakuan dunia terhadap besarnya keanekaragaman hayati hutan di Indonesia (megadiversity country). Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Di dunia ini diketahui ada beberapa megacenter of biodiversity dan Indonesia menduduki nomor dua setelah Brasil. 

Dari segi kekayaan jenis tumbuhan, hewan dan mikroba, Indonesia memiliki 10% jenis tumbuhan berbunga yang ada di dunia, 12% binatang menyusui, 16% reptilian dan amfibia, 17% burung, 25% ikan dan 15% serangga, walaupun luas daratan Indonesia hanya 1,32% seluruh luas daratan yang ada di dunia. Apabila diperkirakan seluruh dunia ada sekitar 2 juta jenis serangga, maka di Indonesia ada sekitar 300.000 jenis. 

Khususnya di dunia hewan, Indonesia juga mempunyai kedudukan yang istimewa dari 515 jenis mamalia besar, 36% endemik; 33 jenis primata, 18% endemik; 78 jenis paruh bengkok, 40% endemik; dan dari 121 jenis kupu-kupu, 44% endemik. Keanekaragaman hayati Indonesia sebagian telah dimanfaatkan, sebagian baru diketahui potensinya dan sebagian besar lagi bahkan namanya saja belum diketahui (diidentifikasi). 

Keanekaragaman hayati tersebut merupakan tumpuan hidup manusia, karena setiap orang membutuhkannya untuk menopang kehidupan, sebagai sumber pangan, pakan, bahan baku industri, farmasi dan obat-obatan. Salah satu pemanfaatan keanekaragaman hayati adalah melalui perdagangan tanaman obat dengan nilai perdagangan tanaman obat dan produk berasal dari tumbuhan termasuk suplemen. 

Berdasarkan data dan prediksi atas nilai perdagangan tanaman obat pada tahun 2000 telah mencapai USD43 miliar dan meningkat menjadi USD60 miliar pada 2002. Pada 2012 lebih dari USD200 miliar. Diprediksi, pada 2050 akan semakin besar menjadi USD5 triliun. Jelas, ini potensi devisa yang harus direbut Indonesia. Dalam tiga hal tadi Indonesia mampu menjadi motor perubahan dunia. Dan hal itu dapat dipromosikan lewat ajang Miss World. 

Namun sayang, politik jamu, politik kreativitas produk lokal, dan politik konservasi alam kita belum pernah digarap serius. Potensi amat besar namun hanya dijadikan jargon selama ini. Akhirnya, dengan ketakyakinan sikap pemerintah, kita, masyarakat negeri kaya ini, hanya terjebak dalam pusaran kontroversi tak henti yang justru tak memberi nilai apa pun bagi masalah terbesar kita: kemiskinan. 

Bayangkan, berapa besar manfaat yang dapat kita peroleh jika seandainya nanti Miss World 2013 mengenakan tenun Toraja, mempromosikan kosmetik alami Indonesia sambil menjadi duta keragaman hayati internasional. Kesempatan yang diberikan ajang Miss World menjadi sia-sia, mubazir ditelan kontroversi.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar